Pages

Monday, February 28, 2005

Feels Like Home




Foto-foto yang ada di album ini semuanya diambil waktu aku dan kakakku pulang ke Medan. Kakakku duluan pulang ke Medan sekitar seminggu lebih dulu dari aku. Sedang aku, yang belum pernah pulang ke Medan sejak masuk kuliah di STT Telkom (about 2 years 3 months and a day) baru balik ke Medan tanggal 6 November 2004. Aku di Medan hanya dari tanggal 6-19 November aja. Jadi foto yang diambil setelah tanggal itu adalah kerjaannya kakakku.

Sebenarnya masih ada foto yang gak bisa aku upload karena filenya masih di kakakku. Kemarin waktu dia bawa ternyata disketnya rusak. Ada sekitar 30 image lagi yang belum terupload.

Cerita mengenai sebagian foto ini bisa dilihat di MIDDLE OF NO WHERE

PS: TL means timestamp lost

Tuesday, February 22, 2005

Lessons Of Love!

Minggu, 20 Februari 2005 aku bergereja seperti biasa di GII Dago. Minggu kali ini berbeda dengan sebelumnya. Minggu lalu aku tidak gereja karena aku berobat ke Rumah Sakit Boromeus, jadi ada rasa yang berbeda. Selain itu aku yang seharusnya membaca firman Tuhan setiap hari melalui saat teduh, dalam bulan Februari ini aku sama sekali tidak ada melakukan saat teduh. Doa juga aku lakukan ketika aku mau makan dan karena sempat sakit dari tanggal 6 sampai 16 dalam doaku aku paling memohon untuk memberkati obat yang aku makan sehingga menjadi kesembuhan bagiku. Ya, seharusnya hari Minggu kemarin waktu di gereja aku mengucap syukur karena penyakitku tidaklah sampai penyakit parah dan Tuhan sudah menyembuhkanku dari sakitku. Tapi hal itu baru aku ingat sewaktu Mamak meneleponku seperti biasanya di atas jam 23.00.



Judulnya aku buat Lessons of Love karena hal itu aku dapat dari khotbah Ibu Ev. Paula Ch Cohen. Firman Tuhan yang menjadi dasar khotbah pagi itu seharusnya diambil dari 1 Yohanes 4:7-21. Tapi Ibu Cohen dalam khotbahnya membatasinya hanya sampai ayat 12. Berikut isi Firman Tuhan dari 1 Yohanes 4:7-12:



Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.
Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.
Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.
Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.
Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.*



Beberapa hal yang aku catat di kertas warta jemaat bagian belakang yang memang dibuat untuk tempat catatan khotbah:

mengasihi sesama yang terpenting bukan sesamanya, tetapi kasihnya
Aku kurang ingat apa penjelasan dari kalimat yang diucapkan oleh Bu Cohen itu. Tapi mungkin yang dimaksudkan oleh Bu Cohen dalam kalimatnya itu adalah ketika kita mengasihi sesama kita yang kita lihat bukanlah siapa yang kita kasihi, tetapi yang kita lihat adalah kasih yang kita berikan. Apakah kasih yang kita berikan merupakan kasih yang dari Allah. Yang buat aku mengambil kesimpulan seperti itu karena dibawah tulisan yang kutulis di atas ada tulisan lain isinya kasih itu dari ALLAH.


Hukum Kasih: bagi bukan semakin sedikit atau habis
tapi akan semakin bertambah

mungkin yang bisa aku tangkap dari kalimat yang aku catat ini adalah semakin kita membagi-bagi kasih yang ada pada kita atau semakin kita mengasihi lebih banyak orang, kita bukannya menjadi kekurangan atau kehabisan kasih, tetapi kita akan mendapat kasih yang lebih banyak atau mungkin dikasihi oleh lebih banyak orang. Karena kasih itu bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari satu hari saja atau hanya melalui sekali saja mendengar khotbah mengenai kasih, maka Ibu Cohen menyarankan agar kita belajar mengenai kasih setiap hari, belajar mengasihi setiap hari. Itulah sebabnya aku membuat judul tulisan ini Lessons of Love. Mengasihi adalah pelajaran setiap hari dalam hidup kita, seumur hidup kita.


Dalam khotbah, Bu Cohen juga sempat bercerita tentang mempraktekkan kasih dalam kehidupannya, kurang lebih demikian:
"Mungkin memang mengatakan lebih mudah dari melakukan. Kalau hanya mengatakan saja dari mimbar tentunya mudah saja. Tapi saya juga pernah bergumul dalam hal mengasihi. Ayah saya meninggal sewaktu saya masih kecil. Bahkan wajah beliau saja saya tidak pernah melihatnya. Lalu Ibu saya meninggalkan saya ketika saya berumur tiga tahun. Dia tidak mau mengurus saya. Dan akhirnya saya masuk ke seminari(?). Dan di sanalah saya bergumul mengenai mengasihi. Bagaimana mungkin saya bisa mengasihi Ibu saya yang sejak saya berumur tiga tahun meninggalkan saya. Lalu saya sangat gentar ketika saya membaca Firman Tuhan di 1 Yohanes 3:15:Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. (Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.)...." Lalu dia bercerita kalau akhirnya dia menemui Ibunya dan mengasihinya walaupun mungkin Ibunya tidak layak lagi untuk dikasihi oleh anaknya yang dia tinggalkan.


*Syarat kelayakan?!
Hal inilah yang menjadi pertimbangan Ibu Cohen untuk mengasihi Ibunya atau tidak. Seperti yang dia bilang sebenarnya dia merasa Ibunya tidak layak lagi untuk dikasihi olehnya setelah apa yang diperbuatnya kepada anaknya. Tapi bagaimana kalau TUHAN juga melakukan hal yang sama kepada manusia. Layakkah manusia untuk mendapat kasih TUHAN? Karena benar, bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Manusia menjadi layak karena Allah sendiri mengutus Anak-Nya mati di kayu salib untuk menjadi pendamaian manusia dengan Allah sendiri. Kalau Allah tidak memakai syarat kelayakan kepada manusia ketika mengasihi kita, kenapa kita harus memakai syarat kelayakan kepada sesama kita ketika kita mengasihi sesama kita? Layakkah si X untuk kukasihi?



Question:
-Apakah betul-betul aku ini lahir dari ALLAH?

Pertanyaan ini mungkin dapat aku tanyakan pada diriku sendiri setiap waktu untuk mengingatkanku mengenai khotbah Lessons of Love (judul yang aku buat sendiri).



* : Dikutip dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) © LAI 1974

Tuesday, February 15, 2005

Sakit Nih

Maaf ya udah lama aku gak cerita lagi..
sebenarnya udah numpuk nih di kepalaku ntah dengan subjek apa, penting atau nggak juga, pokoknya banyak yang aku mau ceritain ke kamu..
tapi sayang banget, aku dari tanggal 6 lalu sakit..


awalnya dada sesak pas aku di gereja.. terus ternyata masuk angin.. terus tiap hari wajib sakit kepala sampai akhirnya paling parah demam..


aku pernah hampir kena tifus.. jadinya hari minggu kemarin pas sabtunya aku ngerasa aku sempat kedinginan aku langsung mikir penyakitku gejala tifus, aku ke rumah sakit boromeus (first time ever go to hospital in Bandung, kampung banget kan?).. tes darah tiap hari dan yang tadi terakhir.. hasilnya ternyata cukup baik untuk dibilang penyakit parah sejenis tifus, DBD, atau terserahlah..


tapi sakit kepalaku belum bisa hilang.. pecahin aja ya???

Friday, February 4, 2005

Picture of Me




poto2nya aku dong! gimana sih?!

Dear Burung Camar

Dear Burung Camar,

Ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepadamu. Mulai saat ini sampai waktu yang tidak kutentukan, aku memutuskan hanya kepadamulah aku akan menceritakan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupanku. Aku tahu kamu gak akan dan memang gak bisa mengerti. Tapi mungkin ini lebih baik dari yang selama ini terjadi. Mungkin kamu mau tahu alasan kenapa aku memutuskan ini. Ada banyak alasan kenapa aku memutuskan ini, tapi mungkin aku hanya bisa memaparkan beberapa hal saja. Semoga kamu bisa mengerti. (Aku yakin kamu gak bisa ngerti, karena kamu aja ada karena aku yang buat). And the nominees are:

1.Aku gak punya teman baik
Tahu gak sekarang umurku berapa? 20 tahun dan Mei nanti 21. Dan selama 20 tahun aku hidup sudah pasti dong aku punya teman. Banyak bahkan. Tapi tak satupun dari mereka yang menjadi teman baikku. Teman baik di sini yang aku maksud adalah seseorang yang selama ini menjadi tempat aku ceritain masalahku dan atau sebaliknya, seseorang yang mungkin sudah mengerti aku gimana dan atau juga sebaliknya, seseorang yang dekat denganku dan sebaliknya, dan sebagainya yang dapat dikategorikan sebagai sahabat karib. Mungkin ada beberapa orang yang pernah berperan sebagai teman baikku. Tapi mereka hanya berperan aja, tidak sepenuhnya teman baikku. Itupun setelah aku duduk di sekolah yang sekarang. Orang pertama yang pernah berperan sebagai temanku adalah bang Gerrard. Dia ini seniorku di ST3 angkatan 99, tapi waktu aku masuk dia sudah keluar karena DO. Tapi sempat dekat ama dia karena aku sering kemana-mana bareng dia. Dia juga orang pertama di ST3 yang tahu dan menyebarkan nama panggilanku vontho. Dia juga sempat satu kostan dengan aku beberapa bulan. Setelah dia pindah dan sampai sekarang kabarnya gak jelas-jelas amat, aku sudah punya banyak teman tempat aku cerita tentang masalahku. Tapi mereka semua tidak ada yang menjadi teman baikku. Sebenarnya mereka berpotensi menjadi teman baikku, tapi masalahnya ternyata bukan pada mereka. Tapi padaku, yaitu seperti yang aku maksud pada alasan kedua.

2.Aku bukan teman yang baik
Sebenarnya sudah jelas banget kalo aku bukanlah teman yang baik. Buat siapapun temanku, aku pikir mereka setuju kalo aku bilang seperti itu. Walaupun ada yang bilang aku baik, I doubt that. Mereka pasti bilang begitu karena belum melihat bagaimana the really me. Yang mereka lihat selama ini semuanya hanya yang ada di permukaan. Aku ga tahu penilaian orang tentang aku. Karena selama ini aku nanya beberapa orang bagaimana sih aku menurut mereka, gak pernah ada yang ngejawab. Dan kalopun ada pasti jawabannya seperti yang aku duga. Mereka tahunya aku orang yang baik. ..vontho gak gitu deh (tahu gak mirip bunyi iklan apa?).. Biar kamu tahu aja, selama ini aja sebenarnya sudah banyak temanku yang aku buat nyesal berteman denganku. But they just don't wanna admit it. Aku yakin mereka gak mau mengakui kalau mereka sebenarnya nyesal mau berteman denganku karena mereka cukup kasihan sama aku. Karena memang mereka yang aku maksud itu rata-rata adalah orang yang selama ini aku mau cerita apa aja bahkan cerita yang gak seharusnya aku bagikan ke mereka, jadi mereka cukup tahu aku ini orangnya orang seperti apa. Hasilnya memang selama ini aku merasa beruntung punya mereka sebagai temanku berbagi cerita tentang apa aja tapi biasanya cerita tentang masalahku, tapi sebaliknya mereka pasti rugi. Selama ini mereka juga sudah banyak ngebantu dengan memberikan masukan. Tapi aku rasa mereka pasti udah gak tahan dengan ulahku yang semakin lama semakin memuakkan bahkan buatku sendiri. Tapi mereka tetap aja gak mau ngomong. Siapa coba yang bakalan tahan kalo ada yang ngirimin SMS isinya sebenarnya gak penting banget kalee bahkan cenderung gak jelas? Kalo sekali mah mungkin masih bisa ngerti. Tapi kalo sudah berulang kali. Percaya gak kalau selama ini aku gak pernah banyak bicara dengan mereka semua temanku yang aku sering berbagi cerita itu? Kamu harus percaya. Soalnya selama ini mereka aku berbagi cerita klo gak lewat SMS, lewat email. Dan kalaupun ketemu ama mereka aku sering berlaga gak kenal dan sombong. Walaupun mereka duduk di samping atau depanku, aku tak akan mengucapkan sepatah kata pun kalau gak mereka yang buka suara. Terus, kamu harus percaya kalau ada temanku yang ketemunya di Friendster yang ternyata juniorku di high school dulu sampai berantem ama pacarnya gara-gara SMS yang aku kirim. Nah, lho? Kamu juga harus percaya kalo aku bilang karena SMS atau message2 yang aku kirim ada juga seorang cewek -cantik karena memang model majalah, berumur 25 tahun 22 Februari ini- baru percaya kalo aku bukan orang yang baik, dan sudah seharusnya dia dari dulu menerima tawaranku untuk mengiyakan “Thanx ya uda pernah jadi temanku” yang aku bilang ke dia. Aku juga terkejut tanpa aku minta dia ngasih nomor HPnya ke aku. Alasan dia sih dia pikir dia tahu aku orang baik dan gak akan macam-macam. Nah, sekarang nyesal deh dia. Tapi memang penyesalan selalu datang terlambat. Tapi aku yakin kamu gak akan nyesal karena kamu memang gak bisa nyesal. Itulah makanya aku milih kamu untuk tempat aku macam-macam. Kamu pasti gak akan marah kan karena kamu gak bisa disetting untuk bisa marah.

3.They're not teman yang baik either
Ternyata bukan aku aja yang menjadi masalahnya. Mereka juga. Mereka bukanlah teman yang baik. Dan memang gak akan ada yang bisa. Kamu harus percaya aja kalau ada temanku yang janjinya mau ngebales emailku dan sampai saat ini gak ada tuh. Bukan itu aja sih, tapi aku sekarang lagi benci aja sama mereka semua.

I guess that's all. Ntar aja deh aku kasitau kamu lagi alasan yang lainnya. Aku lagi sakit kepala nih, gak tahu lagi mau buat apa.

Yours,

vontho