Pages

Monday, March 28, 2011

Ketikan Pemalas: Catatan Kuliah?

Ini adalah ketikan pemalas. Aku menyebutnya demikian karena aku mengetiknya sambil merebahkan tubuhku di lantai sambil meletakkan keyboard di atas pahaku. Aku pun mengetik dengan jarak mata dengan layar kurang lebih 1,73 meter, tinggi badanku.

Tulisan ini bisa jadi merupakan hasil dari sedikit permenungan dari mengikuti kuliah dari Pak Jan Sihar Aritonang dalam beberapa minggu terakhir. Beliau mengajar kuliah Sejarah Gereja dan Teologi Asia. Dari nama mata kuliahnya saja sudah dapat ditebak kalau dalam mata kuliah ini banyak dibicarakan mengenai perkembangan gereja dan teologi di Asia. Dan memang permenunganku ini berhubungan dengan perkembangan gereja di beberapa negara Asia yang direfleksikan dengan perkembangan gereja di Indonesia. Tidak ada gunanya belajar sejarah kalau tidak direfleksikan dengan keadaan kita sendiri.

Dalam beberapa minggu terakhir, di dalam kuliah SGTA ini dibahas tentang perkembangan gereja di beberapa negara ASEAN. Filipina, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Thailand, dan yang dibahas hari ini: Malaysia dan Singapura. Bentuk kuliah ini adalah presentasi kelompok dan kemudian ada tambahan dari dosen. Sejujurnya aku sering tidak memerhatikan pemaparan kelompok, tetapi aku selalu memerhatikan pemaparan dari Pak Aritonang. Yang aku tangkap dari pernyataan tambahan dari Pak Aritonang selama beberapa minggu terakhir adalah gereja-gereja di beberapa negara yang telah aku tuliskan di atas memiliki peranan cukup signifikan walaupun mereka termasuk minoritas juga (kecuali Filipina). Gereja di Kamboja, misalnya, terbuka setiap hari untuk kegiatan gereja terhadap masyarakat. Pak Aritonang menceritakan kalau gereja di sana dindingnya tidak ada. Masyarakat yang kebanyakan bukan orang Kristen datang ke gereja untuk menerima penyuluhan yang berhubungan dengan pengembangan masyarakat. Pak Aritonang mengontraskan hal tersebut dengan gereja-gereja di Indonesia yang rata-rata tertutup dan hanya terbuka pada jam tertentu "untuk latihan koor."

Dalam kuliah hari ini Pak Aritonang juga memberikan gambaran peranan orang Kristen di Sabah dan Sarawak terhadap pembangunan di sana. Dalam hal kesehatan, beliau memberikan gambaran bahwa rumah sakit-rumah sakit di Penang dan Malaka, tempat orang Indonesia banyak berobat, adalah rumah sakit yang dimiliki oleh lembaga Kristen.

Gambaran-gambaran tersebut, walaupun sedikit, pada akhirnya membuatku bertanya, "apakah kontribusi kekristenan di Indonesia bagi Indonesia?" Pertanyaan itu sempat aku lontarkan kepada Mas Trisno Sutanto lewat Twitterku. Beliau menjawab, "tentunya banyak sumbangannya, tetapi tidak bisa ditweet." Beliau kemudian menganjurkanku membaca A History of Christianity in Indonesia, buku yang disunting oleh Pak Aritonang, dan buku-buku lain yang berhubungan dengan sejarah dan peran kekristenan. Aku kemudian bertanya, "berarti peran di masa lalu ya, Mas? Perannya sekarang yang sepertinya tertinggal dibanding di negara-negara Asia lainnya."
"Peran sekarang belum didokumentasi dan dikaji, masih tercecer. Kalau mau tahu, harus riset ke lapangan."
Pernyataan menarik, pikirku kemudian. Hal ini sebenarnya bisa saja dijadikan sebagai sebuah topik skripsi. Hanya saja "riset ke lapangan" merupakan hal yang sulit untuk dilakukan oleh mahasiswa STT Jakarta, karena masih kurang tools.

Selain tentang peranan gereja, ada hal lain yang menarik dari negara Malaysia yang by law merupakan negara berdasarkan agama Islam. Pak Aritonang menyebutkan bahwa dalam kejadian berupa pembakaran gereja beberapa waktu lalu yang terjadi di Malaysia, pemerintah Malaysia tidak diam. Pemerintah menangkap dan menghukum para pelaku. Di Indonesia yang bukan negara agama ini?

Lalu apakah pentingnya informasi yang aku sebutkan di atas? Sebuah tulisan sebaiknya diakhiri dengan refleksi. Dan inilah refleksiku: gereja di Indonesia sebaiknya mulai menunjukkan aksi nyatanya melalui kegiatan-kegiatannya yang berguna untuk kemajuan bangsa, bukan hanya untuk perkembangan gereja itu. Aku juga kemudian bertanya pada diriku sendiri, apa yang bisa aku sumbangkan untuk negara ini supaya negara ini bisa menjadi negara yang maju, yang tidak menjadi tertinggal dari negara-negara yang dulunya tidak lebih maju dari negara ini. Dan untuk negara ini, kau mau jadi negara apa? Negara agama kah?

Demikian saja ketikan si pemalas.

Kontrakan Gak Jelas
28 Maret 2011
23:26

Sunday, March 27, 2011

Bila Aku Jatuh Cinta

Jatuh cinta. Istilah ini jarang aku pakai. Istilah yang hampir selalu aku pakai malah jatuh suka. Hanya saja, untuk tulisan ini aku akan memakai istilah jatuh cinta ini. Itu karena aku pikir tidak ada lagu yang temanya jatuh suka.

"Bila aku jatuh cinta..." Kalimat ini baru saja aku nyanyikan. Aku tidak bisa mengingat apa judulnya, juga siapa penyanyinya. Sepertinya sih penyanyinya adalah Nidji. Lagu yang mana, aku tidak bisa mencarinya di komputerku, karena aku hanya punya sedikit lagu mereka.

Aku andaikan saja jatuh suka yang selama ini aku alami dapat dikategorikan sebagai jatuh cinta. Pada saat aku jatuh cinta, ada beberapa lagu yang sepertinya pasti akan aku putar. Berikut ini adalah daftarnya:
  • Rihanna feat. NeYo - Hate That I Love You
  • Celine Dion feat. Lucianno Pavarotti - I Hate You Then I Love You
  • Julio Iglesias - Crazy
  • Britanny Murphy - Somebody to Love
  • Rod Stewart - Have I Told You Lately
  • Norah Jones - Love Me Tender
  • Bryan Adams - When You Love Someone
  • Renee Olsteadt - A Love That Will Last
Itu adalah beberapa lagu yang hampir selalu aku putar saat "jatuh cinta". Kalau diperhatikan, sebenarnya tidak ada di antara lagu-lagu itu yang nyambung dengan jatuh cinta.

Apakah sekarang aku sedang jatuh cinta? Absolutely not. Dan juga aku pikir aku tidak akan jatuh cinta dalam waktu dekat.


Kontrakan Gak Jelas
28 Maret 2011
09:57

Monday, March 14, 2011

Bunuh Diri?

Pernah terpikir untuk bunuh diri?
 
Saya? Saya sudah tiga kali mencoba bunuh diri, saat saya masih di SD dulu. Bertujuan agar bisa berteman selamanya dengan Peter. Saat kelas 6 SD, Peter pernah memanas-manasi saya untuk bunuh diri. Dia meyakinkan saya untuk loncat dari angkot, menyayat nadi, dan minum obat warung. Tetapi anehnya, selalu ada saja yang menghalangi saya agar tetap hidup. Mungkin belum waktunya. Termasuk dua strip obat yang saya minum, saya tetap sehat.
 
Saya tidak bisa menyalahkan Peter. Dia hanya ingin saya tetap mungil selamanya dan menjadi temannya. Dia panik melihat payudara saya mulai tumbuh. Peter menyerah. Dia pun berkata, "kau bisa menjadi kakakku… ibuku… atau nenekku nanti..." Melihat saya sekarang, dia bilang. "Harusnya kau ikut aku dulu." Biar Peter bilang begitu, sekarang tidak pernah terbersit sedikit pun kata 'bunuh diri' setelah suatu saat saya akhirnya bertemu hantu yang mati bunuh diri.
 
Dia adalah seorang wanita berwajah manis. Dia dulunya adalah pembantu tetangga, gantung diri di kamarnya akibat disakiti hatinya oleh tentara yang tinggal di dekat rumahnya. Biasanya 'mereka' bisa mengenali orang-orang yang punya kemampuan melihat 'mereka'. Sejak dulu sering kali saya diikuti, didatangi..dan dimintai tolong. Minimal 'mereka' biasanya hanya minta disampaikan apa yang belum pernah disampaikan semasa hidupnya, kepada keluarga atau teman temannya.
 
Nah, hantu pembantu yang meninggal gantung diri ini agak ekstrim. Dia mendatangi saya untuk minta bantuan melepaskan tali di leher yang masih mencekik dia. Dia datang menangis tengah malam menembus pintu kamar saya. Saya hanya bisa menutup badan dengan selimut dan menggigil takut. Sementara itu dia terus berbicara.
"Neng... Bisa bantu teteh, Neng? Neng..."
Masih berselimut, saya bergetar berbicara, "mau apa, Teh?"
Dia menjawab, "sesak, Neng. Tolong… Sesak..."
Saya mulai membuka mata, menyingkap selimut, lalu memandang dia. Kasihan… Mukanya sedih pucat… Seutas tambang masih menempel, dan tangannya memegangi tali.
Dalam keadaan terengah dia terus bercerita, "pacar saya, Neng. Kabur… setelah menghamili saya. Saya bingung. Gantung diri.. agar tenang..."
"Sakit… Saya pikir saya tidak mati.. karena masih bs membuka mata. Ternyata tidak. Saya melihat raga saya menggantung. Dan saya ada di bawah menatap raga saya."
 
Saya mulai lupa kalo dia hantu, dan bertanya, "lalu? Gimana, Teh?"
Dia menangis lagi berkata, "begini aja, Neng… Saya mati udah 10thn. Masih sakit..."
Mungkin kita pernah mendengar, jika kita mati ada malaikat yang akan menjemput kita. Itu tidak terjadi padanya. Dia tersiksa dengan perasaan sakit di lehernya seperti sakit yang dia rasakan saat nyawanya terlepas karena gantung diri. Lebih parahnya, dia tidak bisa berkomunikasi dengan hantu lainnya, yang mungkin gentayangan karena penasaran, tetapi mereka tidak bunuh diri. Dia hanya bertanya kepada saya, "sampai kapan teteh akan begini ya, Neng? Sakit… Teteh pikir dengan bunuh diri, akan lupa pada kepedihan hati."
 
Saya yang waktu itu duduk di bangku SMP hanya menggelengkan kepala dan menjawab seadanya, "mungkin sampai kiamat, Teh.." Dan dia terisak keras, suaranya mengerikan dengan nafas terengah karena tali di leher.
"Coba bantu teteh membuka tali ini, Neng..."
Perasaan takut sudah lewat.  Saya coba memegang talinya. Tembus lagi tembus lagi bahkan tidak bisa saya pegang.
"Maaf , Teh. Saya nggak bisa bantu."
 
Walau dia hantu yang cukup ekstrim, dia masih sopan menghadapi saya setelah tahu saya tidak bisa membantunya. Dia terisak, terdiam. Dan dalam keadaan yang masih terengah sesak, dia meninggalkan kamar saya. Sambil berkata, "semoga cepat cepat kiamat ya, Neng."
 
Setelah dia meninggalkan kamar saya, saya hanya bisa terdiam. Cukup sedih melihat kondisinya. Tidak ada yang bisa membantunya, sendirian menanti kiamat. Lalu saya teringat Peter yang menyuruh saya bunuh diri. Untung tidak saya lakukan. Percuma. Saya tidak akan pernah bertemu dengan Peter dan yang lainnya.
 
Di saat kita semua ketakutan menghadapi kiamat karena merasa belum siap, di tempat lain ada hantu-hantu yang sangat menanti datangnya kiamat.
 
Untuk yang masih berpikir untuk bunuh diri, terserah. Dengan membaca cerita saya, mungkin sudah terbayang bagaimana nantinya.



Tulisan di atas adalah kumpulan tweet @risa_saraswati yang di-update pada tanggal 14 Maret 2011 dari sekitar pukul 20:58 hingga 22:18. Risa Saraswati dulu adalah vokalis band indie Homogenic, sekarang solo karir dengan nama Sarasvati.*
Tulisan di atas dikutip atas izin dari pemilik tweet tersebut.

*: info dari Ismiranda Lubis, seorang teman saya, melalui tweetnya. Saya mengetahui tweet Risa Saraswati juga melalui retweet yang dilakukan Ismi.

Sunday, March 6, 2011

Langit Biru

Pernahkah Anda menengadah ke atas melihat langit? Saya tadi melakukannya ketika berjalan ke warung makan milik Ian.

Langitnya berwarna biru.

Bukankah langit biasanya memang berwarna biru? Tentu langit memang biasanya berwarna biru bila tidak ada awan yang menutupi. Hanya saja pemandangan langit berwarna biru sepertinya merupakan pemandangan yang jarang bila Anda tinggal di Jakarta. Atau, jangan-jangan saya yang memang jarang mengarahkan pandanganku ke arah langit di atas kota Jakarta ini?

Langitnya berwarna biru.

Sewaktu sarapan tadi saya membayangkan diri saya tidur di atas padang rumput. Memandang ke langit yang berwarna biru! Padang rumput? Di mana saya bisa menemukan padang rumput di Jakarta? Setiap meter bujursangkar tanah di Jakarta ini harganya sangat mahal dan lebih berpotensi untuk ditutupi dengan beton.

Ah, untung masih ada beberapa ruang terbuka hijau yang bila saya ke sana saya masih bisa tidur di atas rumputnya yang cukup luas. Itu pun jumlahnya sedikit. Yang ada di kepala saya hanyalah Taman Suropati, Monas, dan Kebun Binatang Ragunan. Ada lagi tidak ya?

Langitnya berwarna biru.

Ah, itu hal biasa, Von!

Kontrakan Gak Jelas
7 Maret 2011
08:50