Dalam beberapa hari terakhir ini, ada berbagai hal yang terjadi yang sebenarnya menarik buatku untuk ditulis. Karena sudah terlalu lama dibiarkan tidak ditulis, aku pikir sebaiknya semua hal itu aku gabung saja menjadi satu dalam tulisan ini, dalam bentuk kata-kata:
Sabtu: Ragunan, taksi, BTJ, Grand Indonesia, sms, tidak jadi pulang, nonton fountain show pukul 17.00, keliling-keliling tak jelas, pulang pukul 18.00, nge-pack tas berisi pakaian kotor, jalan kaki ke Stasiun Manggarai pukul 20.00, kereta ternyata tidak beroperasi, makan bihun goreng di Dempo, pulang dan tidur.
Minggu: bangun pagi, jalan kaki berangkat ke Stasiun Manggarai pukul 07.10, kereta pukul 07.20 ternyata tidak beroperasi juga, jalan kaki kembali ke Jalan Proklamasi, naik 502, tiba di Stasiun Tanah Abang pukul 8 lewat, menunggu kereta KRL Ekonomi tujuan Serpong hingga pukul 08.45, aku naik ketika kereta tiba. Hal penting untuk diperhatikan: lebih baik naik KRL daripada naik KRD, karcis KRL lebih murah: Rp1.500 banding Rp3.500. Kereta berjalan, aku memperhatikan seorang bapak tua berambut putih berumur kurang lebih 60an. Dia membaca Koran Jakarta sambil bibirnya bergerak. Tulisan di dalam zipper bag transparan yang dibawanya membuatku mengeluarkan handphoneku untuk mengetik tulisan itu: Deutch vor kindern sicher auebe wahren. Entah apa artinya. Dia turun di Stasiun Pondok Ranji juga sepertiku.
Senin: aku pulang naik KRL Ekonomi tujuan Manggarai pukul 13.53 menurut jadwal, tetapi 14.20 kenyataannya. Aku pulang berniat untuk mengerjakan tugas yang sudah lama terbengkalai. Orang yang berhubungan dengan tugas itu tidak membalas telepon dan smsku hingga aku turun di Stasiun Sudirman dan memutuskan untuk berjalan ke Grand Indonesia untuk menonton film Korea dalam Festival Film Korea yang diselenggarakan di Blitzmegaplex. Pukul 15.30 aku sudah mengambil tiket gratis La Grand Chef 2: Kimchi Battle. Pukul 17.00 aku melakukan sesuatu yang gila yang belum dapat disebutkan di sini. 17.15 aku masuk studio 8 Bitz GI dan menonton. Filmnya sepertinya dibuat untuk mengingatkan generasi muda Korea akan pentingnya menjaga warisan kebudayaan Korea. Seperti biasa, film Korea yang satu ini bisa membuat penontonnya tertawa dan juga menangis. Dan ceritanya menarik.
Setelah menonton, aku tidak langsung pulang. Aku nongkrong di East Mall GI. Hingga akhirnya aku melihat Mas Bagus, Kak Vero, dan Ike berjalan hendak melewati tempat aku duduk. Aku mengikuti mereka dan akhirnya kami mengitari Gramedia GI untuk mencari buku yang hendak dipakai Mas Bagus untuk laporan buku dari dosen, lalu makan mie tarik di area Food Louver setelah pencarian terhadap buku itu dihentikan karena tidak ada. Kami pulang sekitar pukul 22.00.
Selasa: aku datang ke kampus berpikir kalau aku akan mengerjakan pekerjaan yang terbengkalai itu di kampus, ternyata tidak. Aku hanya belajar Bahasa Ibrani II, Makan siang di RM Kito, Nongkrong dengan Debbie dan Yonea di ruang diskusi perpustakaan. Dan aku pergi ke Grand Indonesia. Menonton film Korea lagi: Running Turtle. Film aksi yang mampu menampilkan realita masyarakat kelas bawah; ada unsur menegangkan, humor, dan haru di akhir film.
Rabu: aku sekarang di kampus. Tadi pagi aku minta izin untuk tidak hadir di kelas pagi ini karena badan serasa sangat lemas dan sepertinya akan demam kalau tidak diistirahatkan lebih lama.
Demikian. Sekian.
Perpustakaan STT Jakarta
13 Oktober 2010
13:38