Pages

Thursday, June 30, 2011

Kapan Kawin?

Kemarin itu aku menghadiri dua acara. Keduanya berhubungan dengan pernikahan.

Pukul 09.00. Itu merupakan acara pemberkatan pernikahan di gereja atas Kak Ersa dan Mas Teguh. Pemberkatan pernikahan dilakukan setelah di ruang konsistori diadakan pencatatan sipil. (Hal ini mengingatkan aku bahwa pernikahan yang sah itu sebaiknya pencatatan sipil dulu dilakukan baru kemudian acara pemberkatan nikah gereja.)

Hal yang menarik dari pasangan yang menikah: Kak Ersa lebih tua dari Mas Teguh, Kak Ersa orang Batak dan Mas Teguh orang jawa, Kak Ersa akan berumur 34 tahun ini. Kenapa menarik? Pasangan perempuan lebih tua kadang dihindari, bukan hanya oleh perempuan, tetapi juga oleh keluarga yang masih berpikir tidak pantas si perempuan lebih tua dari laki-laki. Pasangan Batak dan Jawa memang sudah banyak. Akan tetapi, menarik ketika acara resepsi pernikahan mereka tidak dibuat ribet seperti kebanyakan orang Batak. Dan mungkin itu pula yang membuat acara resepsi di gedung yang tidak besar juga sudah memadai. Kak Ersa yang berumur 34 tahun menjadi hal yang menarik karena ternyata sekarang ini sudah semakin banyak orang muda yang tidak terlalu berpikir untuk menikah cepat-cepat. Menarik buatku juga karena sepertinya usia orang ingin menikah saat ini sudah akan berubah menjadi di atas 30an. Kenapa harus buru-buru? (Pertanyaan bodoh!)

Pukul 17.00. Aku dengan rombongan Komisi Wanita dan orang bapak pergi ke Aula Kodam Jaya di daerah Cawang. Kami mengikuti Ibadah Syukur Ulang Tahun Emas Pernikahan Pak Pudjadi dan Ibu Hartati. Mereka adalah orang tua dari pendeta konsulen di gereja aku melaksanakan CP II. 50 tahun pernikahan? Sudah banyak hal yang dilalui oleh pasangan itu. Banyak hal menarik yang aku temukan di acara kebaktian itu. Gereja yang melaksanakan ibadah ternyata adalah GKJ Eben Haezer, gereja Fillia, gereja tempat kami dulu pernah bernyanyi di ibadah pemuda untuk "ngamen". Pendeta yang menyampaikan khotbah adalah orang yang sering aku lihat di kampus karena dia adalah pengurus yayasan sekolahku. Seorang pendeta yang merupakan teman pendetaku adalah pendeta tentara yang berasal dari gereja asalku. Pangkatnya ternyata kolonel. Hal menarik lainnya: aku melihat bahwa orang ternyata selalu tertarik untuk membicarakan hal yang kurang dari keluarga orang. Ketika melihat keturunan dari keluarga Pak Pudjadi dan Ibu Hartati, orang pasti tertarik membicarakan ada hal yang kurang. Walaupun ada yang kurang, sungguh menarik melihat bahwa Pak Pudjadi dan Ibu Hartati dapat mengatasi itu. Mantan Pangdam Jaya yang hadir dan bernyanyi setelah ibadah menggambarkan bahwa pasangan itu meletakkan keluarga mereka dalam sebuah segitiga sama sisi di mana di sudut paling atas mereka menempatkan Tuhan dan di sudut kiri dan kanan ada Pak Pudjadi dan Ibu Hartati serta anak-anak ditempatkan di dalam segitiga itu. Menarik melihat Pak Pudjadi di umur yang ke 83 dan Ibu Hartati di umur yang ke 74 masih terlihat sehat. (Menarik juga ternyata Pak Pudjadi menikah pada umur 33.

Dalam perjalanan kami berangkat, orang-orang di mobil yang kami tumpangi juga berbicara mengenai anggota keluarga yang belum menikah. Mentorku yang juga seniorku akan berumur mendekati 30 tahun Juli ini. Orang-orang berpikir kalau dia sudah sepatutnya berkeluarga. Orangtua mentorku tidak mendesak, tetapi sudah ingin menggendong cucu. Di dalam mobil juga sempat dibicarakan seorang pemuda yang sudah berumur 30an yang belum menikah, padahal selama ini sudah dekat dengan seorang pemudi. Pemudi yang dimaksud aku sempat lihat diberikan sebuah pernyataan oleh seorang jemaat yang sudah menikah dan punya anak satu,"pertanyaan kapan itu tidak akan pernah berhenti. Kalau belum nikah, ditanya kapan menikah, sudah punya anak satu pun akan ditanya lagi, kapan ada adiknya lagi.."

Sungguh kemarin itu topik yang paling pas adalah pernikahan.

Pertanyaan buatku: kapan kawin? Lho?

Perumnas Klender
30 Juni 2011
08:22

Tuesday, June 28, 2011

Friday, June 24, 2011

Cerita Tak Jelas

Sudah lama tidak menulis di blog ini.

Dan entah kenapa kalimat di atas adalah kalimat yang paling ampuh untuk mengawali sebuah tulisan di blog yang sudah cukup lama tidak diperbarui ini.

Baiklah. Aku akan bercerita tentang hari ini.

Hari ini saja? Setelah lebih dari sebulan tidak menulis, aku hanya menulis cerita tentang hari ini?

Itu hakku. Kan yang mempunyai blog dan yang ingin menulis di blog ini aku juga. Kenapa pula dirimu yang mengetik dengan huruf miring di atas mem(p)rotes keinginanku. Tolong jangan ganggu aku dengan ketikan huruf miring di atas itu lagi saat aku sudah mulai bercerita tentang hari ini. OK?

Baik.

Baik. Hari ini adalah hari Jumat, tanggal 24 Juni 2011. Pagi ini aku tidur jam berapa ya? Aku ingat. Aku baru tidur sekitar pukul 4, karena aku susah tidur. Aku juga memiliki satu tugas yang harus aku selesaikan hari ini: membuat khotbah di Komisi Wanita untuk sore tadi. Memikirkan hal itulah yang membuatku menjadi susah tidur, selain ada faktor nyamuk juga.

Pukul 4, aku mengatur alarm di ponselku untuk berbunyi pukul 6. Aku membuat alarm untuk berbunyi pukul 6 karena aku kuatir. Aku kuatir kalau aku tidak akan menyelesaikan tugasku membuat khotbah bila aku bangun di atas jam 8. Pada kenyataannya, aku bangun sekitar pukul 6.30. Lalu tidur lagi. Lalu bangun lagi, tidur lagi, dan baru benar-benar bangun pada pukul 7.30. Aku lalu mengirimkan beberapa sms kepada beberapa teman, bertanya apakah mereka memiliki khotbah atau bahan untuk khotbah di komisi wanita. Seorang teman membalas dan mengatakan kalau dia akan mengirimkan file yang dia punya. Sementara itu, hati yang tidak tenang dan keinginan untuk tidur saja membuatku kembali merebahkan tubuhku di atas kasur di kamar bawah kontrakan kami. Aku mengatur alarm ponselku untuk berbunyi pada pukul 9. Rebahan tidak sampai dua puluh menit, aku sudah naik lagi ke kamarku. Menulis sesuatu di OneNote komputerku. Lalu aku turun lagi.

Sekitar pukul 9, aku naik lagi. Aku memutuskan untuk memilih satu di antara banyak pilihan perikop yang aku pikir dapat aku buat menjadi khotbah. Menyadari kalau aku memiliki cara berpikir yang aneh, aku memutuskan untuk membuat sesuatu yang cukup mudah untuk dibahas. Pilihanku jatuh pada teks di kitab Titus. Sekitar pukul 09.22, aku resmi memulai membuat khotbah.

Singkat cerita, dengan perjuangan yang ternyata membutuhkan ke-masa-bodoh-an, aku baru menyelesaikan teks khotbah terpanjang yang aku pernah buat itu (sekitar 1.878 kata) pada sekitar pukul 15.00. Dengan selingan sebuah kepanikan yang terjadi buat mamak di Medan dan juga kakak, khotbah itu selesai juga.

Kepanikan? Aku pikir aku perlu cerita tentang kepanikan yang dialami mamak dan juga kakakku. Sekitar pukul 13.50 aku menerima sms dari mamak. Aku tidak langsung membalasnya karena aku pikir mamak bertanya aku di mana karena dia tahu aku sedang membuat khotbah. Nomorku yang dikirimi sms itu sedang aku pakai sebagai modem. Itu pula yang membuat aku tidak bisa menjawab telepon dari mamak. Aku tetap berpikir kalau mamak menelepon hanya ingin tahu apakah aku sudah menyelesaikan khotbahku. Kakakku yang menelepon pun tidak aku hiraukan karena aku masih berjuang membuat khotbahku. Beberapa saat kemudian aku mengeluarkan kartuku dari modem dan memasukkannya ke handphone. Aku lalu membalas sms mamak. "Aku masih di kontrakan. Masih membuat khotbah."

Tak lama, sebuah telepon masuk. Dari seorang teman. Aku langsung mengangkat. Betapa terkejutnya aku ketika tahu ternyata dia meneleponku karena kakakku telah meneleponnya bertanya tentang apakah aku punya masalah. "Kakakmu bilang teleponmu tidak diangkat…"

Segera setelah telepon itu aku langsung menelepon mamak. Ternyata ada orang yang menelepon ke rumah. Suaranya mirip dengan suaraku. Mengaku kalau aku sedang ditangkap Polisi karena kasus narkoba. Si "aku" itu lalu menyerahkan telepon ke "polisi". Mamak yang panik bertanya kepada "polisi" itu di mana "aku" ditangkap. "Polisi" itu hanya mengatakan, "tenang, Bu. Anak ibu aman bersama kami." Entah kenapa, aku tidak tahu, mamak kemudian menutup telepon. Dia lalu berusaha menghubungiku. Dia juga sudah menghubungi kakakku dan kakak iparku. Syukurlah, pada akhir cerita aku ternyata baik-baik saja. Tidak tersangkut narkoba. Mamak sudah tenang sewaktu menerima smsku, tetapi tidak langsung meneleponku karena aku pikir dia tidak ingin aku panik. Segera setelah menelepon mamak, aku mengirimkan sms kepada kakakku, "udah. Nggak apa-apa. Gue di kontrakan lagi buat khotbah. Maaf tadi gak kuangkat. Lagi buat khotbah soalnya. Gue udah ngomong ama mamak." Beberapa saat kemudian, kakakku menelepon. Siapakah "aku" dan "polisi" itu? Aku tidak tahu. Aku berpikir itu adalah orang yang mungkin memiliki niat jahat. Dan syukur kepada Allah, niat jahatnya tidak berhasil.

Pukul 16, aku berangkat ke tempatku melaksanakan CP II. Sengaja berangkat lebih cepat, supaya aku tidak terjebak macet. Dan lebih tenang kalau sudah tiba lebih cepat, pikirku tadi.

Pukul 18, aku mengikuti kebaktian Komisi Wanita. Aku tidak tahu aku mulai khotbah jam berapa, tetapi khotbahku selesai pukul 18.35. Singkat, tidak padat, tidak jelas, tidak mendarat. Itulah menurutku. Ada sedikit insiden juga sebenarnya, tetapi itu tidak perlu diceritakan di sini. Insiden itu menjadi pelajaran saja buatku.

Pukul 19.30, aku seharusnya mengikuti sermon majelis. Aku diminta pendeta konsulen untuk melihat penggembalaan pra-pernikahan supaya melihat bagaimana jalannya penggembalaan pra-nikah. Ini cukup merupakan keuntungan buatku. Kenapa? Alasan itu pun aku pikir aku simpan sendiri saja.

Pukul 21.30, aku pulang bersama pendeta konsulen gereja tempat aku melaksanakan CP II yang bertempat tinggal di daerah Tambak.

Nah, itulah cerita untuk hari ini. Betapa tidak sistematisnya cerita ini, betapa tidak proporsionalnya setiap bagian dari ceritanya. Sudah dapat membayangkan bagaimana jadinya kalau aku berkhotbah?

Kontrakan Gak Jelas
24 Juni 2011
23:42