Kemarin itu aku menghadiri dua acara. Keduanya berhubungan dengan pernikahan.
Pukul 09.00. Itu merupakan acara pemberkatan pernikahan di gereja atas Kak Ersa dan Mas Teguh. Pemberkatan pernikahan dilakukan setelah di ruang konsistori diadakan pencatatan sipil. (Hal ini mengingatkan aku bahwa pernikahan yang sah itu sebaiknya pencatatan sipil dulu dilakukan baru kemudian acara pemberkatan nikah gereja.)Hal yang menarik dari pasangan yang menikah: Kak Ersa lebih tua dari Mas Teguh, Kak Ersa orang Batak dan Mas Teguh orang jawa, Kak Ersa akan berumur 34 tahun ini. Kenapa menarik? Pasangan perempuan lebih tua kadang dihindari, bukan hanya oleh perempuan, tetapi juga oleh keluarga yang masih berpikir tidak pantas si perempuan lebih tua dari laki-laki. Pasangan Batak dan Jawa memang sudah banyak. Akan tetapi, menarik ketika acara resepsi pernikahan mereka tidak dibuat ribet seperti kebanyakan orang Batak. Dan mungkin itu pula yang membuat acara resepsi di gedung yang tidak besar juga sudah memadai. Kak Ersa yang berumur 34 tahun menjadi hal yang menarik karena ternyata sekarang ini sudah semakin banyak orang muda yang tidak terlalu berpikir untuk menikah cepat-cepat. Menarik buatku juga karena sepertinya usia orang ingin menikah saat ini sudah akan berubah menjadi di atas 30an. Kenapa harus buru-buru? (Pertanyaan bodoh!)
Pukul 17.00. Aku dengan rombongan Komisi Wanita dan orang bapak pergi ke Aula Kodam Jaya di daerah Cawang. Kami mengikuti Ibadah Syukur Ulang Tahun Emas Pernikahan Pak Pudjadi dan Ibu Hartati. Mereka adalah orang tua dari pendeta konsulen di gereja aku melaksanakan CP II. 50 tahun pernikahan? Sudah banyak hal yang dilalui oleh pasangan itu. Banyak hal menarik yang aku temukan di acara kebaktian itu. Gereja yang melaksanakan ibadah ternyata adalah GKJ Eben Haezer, gereja Fillia, gereja tempat kami dulu pernah bernyanyi di ibadah pemuda untuk "ngamen". Pendeta yang menyampaikan khotbah adalah orang yang sering aku lihat di kampus karena dia adalah pengurus yayasan sekolahku. Seorang pendeta yang merupakan teman pendetaku adalah pendeta tentara yang berasal dari gereja asalku. Pangkatnya ternyata kolonel. Hal menarik lainnya: aku melihat bahwa orang ternyata selalu tertarik untuk membicarakan hal yang kurang dari keluarga orang. Ketika melihat keturunan dari keluarga Pak Pudjadi dan Ibu Hartati, orang pasti tertarik membicarakan ada hal yang kurang. Walaupun ada yang kurang, sungguh menarik melihat bahwa Pak Pudjadi dan Ibu Hartati dapat mengatasi itu. Mantan Pangdam Jaya yang hadir dan bernyanyi setelah ibadah menggambarkan bahwa pasangan itu meletakkan keluarga mereka dalam sebuah segitiga sama sisi di mana di sudut paling atas mereka menempatkan Tuhan dan di sudut kiri dan kanan ada Pak Pudjadi dan Ibu Hartati serta anak-anak ditempatkan di dalam segitiga itu. Menarik melihat Pak Pudjadi di umur yang ke 83 dan Ibu Hartati di umur yang ke 74 masih terlihat sehat. (Menarik juga ternyata Pak Pudjadi menikah pada umur 33.Dalam perjalanan kami berangkat, orang-orang di mobil yang kami tumpangi juga berbicara mengenai anggota keluarga yang belum menikah. Mentorku yang juga seniorku akan berumur mendekati 30 tahun Juli ini. Orang-orang berpikir kalau dia sudah sepatutnya berkeluarga. Orangtua mentorku tidak mendesak, tetapi sudah ingin menggendong cucu. Di dalam mobil juga sempat dibicarakan seorang pemuda yang sudah berumur 30an yang belum menikah, padahal selama ini sudah dekat dengan seorang pemudi. Pemudi yang dimaksud aku sempat lihat diberikan sebuah pernyataan oleh seorang jemaat yang sudah menikah dan punya anak satu,"pertanyaan kapan itu tidak akan pernah berhenti. Kalau belum nikah, ditanya kapan menikah, sudah punya anak satu pun akan ditanya lagi, kapan ada adiknya lagi.."
Pertanyaan buatku: kapan kawin? Lho?
Perumnas Klender30 Juni 2011
08:22