Hari Sabtu lalu ada pertandingan tinju antara M. Rahman (Indonesia) dan Florante Condes (Filipina) ditayangkan di RCTI. Bagi M. Rahman pertandingan itu adalah untuk mempertahankan gelar juara dunia IBF kelas teringan(?), sedangkan bagi Condes adalah usaha untuk merebut gelar juara dunia dari Rahman.
Ronde pertama berlangsung tidak seru karena kedua petinju seperti sama-sama tidak berniat tanding. Baru ronde kedua pertandingan mulai seru. Aku yang suka memindah-mindahkan channel akhirnya melewatkan momen Condes membuat Rahman jatuh dan dihitung oleh wasit. Sewaktu mendengar komentator -yang terlalu memihak Rahman- mengatakan kalau di ronde kedua ternyata Rahman dijatuhkan Condes, betapa senangnya hatiku. Aku pun bersorak sewaktu pukulan-pukulan Condes banyak mengenai wajah Rahman di ronde ketiga dan keempat.
Ronde-ronde berikutnya ternyata malah Condes yang dihajar balik oleh Rahman. Sial, pikirku. Masa Rahman yang menang? Di ronde ke-10 aku pun bersorak lagi sewaktu Condes berhasil menjatuhkan Rahman lagi walaupun bukan karena kuatnya pukulan yang mengenai kepala Rahman, melainkan karena keseimbangan Rahman yang goyah.
Mendekati ronde-ronde terakhir, aku terpengaruh komentar-komentar komentator -yang sudah aku bilang terlalu memihak Rahman- yang membuatku tidak yakin kalau Condes bisa menang. Apalagi Condes memang lebih banyak bertahan daripada menyerang Rahman. Mana serangan pukulan Rahman banyak yang mengenai wajah Condes.
Setelah ronde ke-12 selesai, aku langsung pindah channel melihat acara lain. Dan sewaktu kembali ke RCTI, aku melihat kedua petinju terlihat senang, masing-masing menawarkan diri kepada para wartawan untuk difoto. Tak ketinggalan Menpora juga ikutan foto bareng Rahman dan pelatih Rahman.
Kemudian pembawa acara mulai bicara. Bla..bla..bla.. dan kemudian melihat kertas hasil penilaian juri dengan sedikit mengkerutkan dahinya. Hasil akhir, M.Rahman - Condes adalah 117-114 (juri Indonesia bukan?), 112-114 (ini juri Filipina - mendapat hoooo dari penonton), dan 112-114 (ini juri Thailand). Setelah angka terakhir dibacakan, Condes langsung
diangkat oleh para krunya.
".. and the new IBF minimumwheight champion winning by split decision (?) is Florante Condes..."
Ah, senangnya. M. Rahman akhirnya kalah. Bukankah seharusnya aku mendukung petinju Indonesia? Aku memang seharusnya mendukung M. Rahman kalau saja aku tidak menonton Lensa olahraga di ANTV di malam sebelumnya. Condes sewaktu diwawancarai mengatakan kalau dia akan menutup mulut besar Rahman. Oh, jadi M. Rahman bermulut besar toh? Entah itu hanyalah pendapat Condes yang berlebihan, tetapi pernyataan Condes itulah yang membuat aku lebih suka Rahman kalah. Aku tidak suka orang yang bermulut besar. (Tetapi aku sekarang menjadi bertanya-tanya, apa benar M. Rahman bermulut besar seperti yang dinyatakan oleh Condes? Kalau ternyata salah, aku akan berbalik untuk mendukung Rahman di rematch Desember nanti.)
Faktor lain, lepas dari mulut besar, mengapa aku lebih suka M. Rahman kalah adalah munculnya Menpora di arena tinju itu. Untuk apa sih dia muncul? Apa sih perannya bagi M. Rahman sampai dia harus naik ring?
Olahraga Indonesia yang Menyedihkan
Aku masih merasa sedih kalau mengingat nasib seorang peraih medali perunggu Asian Games dari cabang binaraga. Sudah berlatih dengan biaya sendiri -sampai puluhan juta rupiah-, sewaktu tanding tidak ada satu pun dari KONI atau siapapun dari kontingen Indonesia yang menonton untuk memberi dukungan. Padahal, menurut si atlit yang matanya terlihat masih basah sewaktu diwawancarai RCTI, dukungan penonton juga dapat mempengaruhi penilaian juri. Menyedihkan, bukan?