This is the proposal for the TAA class today.
Start with:
Penulis proposal ini (awalnya) tidak tahu hendak menulis apa untuk paper akhir mata kuliah Teologi Agama-Agama ini. Hanya saja, penulis berpikir kalau hal yang hendak dicapai setelah mengikuti kuliah ini adalah mahasiswa dapat menganalisa bagaimana teologi agama-agama yang dimiliki oleh seseorang, terutama orang Kristen. Melalui teori-teori yang ada, mahasiswa juga hendaknya dapat mengerti tentang berbagai paradigma yang ada dalam teologi agama-agama kontemporer. (Lihat Silabus)
Melihat tujuan mata kuliah ini, saya berpikir untuk menulis tentang apa teologi agama-agama yang sebaiknya (atau dapat disarankan) dianut oleh saya sendiri dan tentunya juga oleh orang Kristen di Indonesia. Seperti yang dipelajari di Pengantar Ilmu Teologi (dan di semester ini diulang dalam mata kuliah Teologi Perjanjian Baru oleh Dr. Samuel B. Hakh), sebuah teologi itu muncul dari pergulatan komunitas tertentu dengan konteksnya. Konteks Indonesia mungkin terlalu luas untuk dibahas. Oleh karena itu saya memilih untuk menggunakan konteks sebuah kampus di Bandung. Mahasiswa di kampus itu mayoritas beragama Islam. Kegiatan-kegiatan mahasiswa Kristen secara tidak langsung dapat dikatakan sedikit dihalang-halangi. (---> Persepsi?) Tidak seperti di STT Jakarta yang kegiatan kerohanian mahasiswanya tidak ada yang menghalangi, kegiatan kerohanian di kampus itu cukup banyak (dan cukup diminati). Hanya saja, menurut saya, pengajaran yang ada dalam kegiatan kerohanian mahasiswa di kampus ini cenderung ke arah eksklusivisme yang pada akhirnya menganggap orang lain adalah orang yang perlu diselamatkan. Hal ini yang kemungkinan dapat membuat mahasiswanya, setidaknya saya waktu itu, untuk memandang orang lain rendah karena tidak diselamatkan. (Menurut saya, tidak saya saja yang punya pemikiran seperti ini.) Pemahaman seperti itu dapat menjadikan seseorang hanya mau bergaul dengan "sesama yang diselamatkan", atau bergaul dengan semua orang tetapi selalu memiliki "hidden agenda".
Dengan konteks seperti itu, saya berpikir kalau teologi agama-agama yang perlu dikembangkan di kampus itu adalah teologi agama-agama yang berdasarkan "hospitality", atau berdasarkan "friendship." Apa ini? Saya masih belum tahu.
Hospitality dalam http://www.answers.com/topic/hospitality diartikan sebagai "An instance of cordial and generous treatment of guests." Sebuah contoh tindakan memperlakukan dengan ramah dan bermurah hati terhadap tamu-tamu. Jadi, orang-orang beragama lain haruslah diperlakukan sebagai seorang tamu yang diperlakukan dengan ramah.
Atau melalui "friendship". Sebuah artikel di New York Post (http://www.nytimes.com/2009/11/24/us/24amigos.html?src=tw) menceritakan tentang tiga orang pemuka agama dari tiga agama berbeda (Yahudi, Islam, dan Kristen) membentuk pertemanan. "They put everything on the table: the verses they found offensive in one another’s holy books, anti-Semitism, violence in the name of religion, claims by each faith to have the exclusive hold on truth, and, of course, Israel." Pertemanan yang mereka miliki sepertinya dapat disimpulkan dengan kalimat dalam artikel itu. “We try to honor the truth. This is the truth for you, and this is the truth for me. It may not be reconcilable, but it is important to refuse to make the other the enemy.” (Komparatif? Perspektivisme?)
Paper akhir saya pada akhirnya memiliki hipotesa: teologi agama-agama yang cocok diterapkan di kampus saya dulu adalah teologi yang berdasarkan "hospitality" atau "friendship" ini.
Note: proposal ini dimulai dengan ketidaktahuan dan juga diakhiri dengan ketidaktahuan.
Kontrakan Gak Jelas
1 Desember 2009
10:24
Start with:
Penulis proposal ini (awalnya) tidak tahu hendak menulis apa untuk paper akhir mata kuliah Teologi Agama-Agama ini. Hanya saja, penulis berpikir kalau hal yang hendak dicapai setelah mengikuti kuliah ini adalah mahasiswa dapat menganalisa bagaimana teologi agama-agama yang dimiliki oleh seseorang, terutama orang Kristen. Melalui teori-teori yang ada, mahasiswa juga hendaknya dapat mengerti tentang berbagai paradigma yang ada dalam teologi agama-agama kontemporer. (Lihat Silabus)
Melihat tujuan mata kuliah ini, saya berpikir untuk menulis tentang apa teologi agama-agama yang sebaiknya (atau dapat disarankan) dianut oleh saya sendiri dan tentunya juga oleh orang Kristen di Indonesia. Seperti yang dipelajari di Pengantar Ilmu Teologi (dan di semester ini diulang dalam mata kuliah Teologi Perjanjian Baru oleh Dr. Samuel B. Hakh), sebuah teologi itu muncul dari pergulatan komunitas tertentu dengan konteksnya. Konteks Indonesia mungkin terlalu luas untuk dibahas. Oleh karena itu saya memilih untuk menggunakan konteks sebuah kampus di Bandung. Mahasiswa di kampus itu mayoritas beragama Islam. Kegiatan-kegiatan mahasiswa Kristen secara tidak langsung dapat dikatakan sedikit dihalang-halangi. (---> Persepsi?) Tidak seperti di STT Jakarta yang kegiatan kerohanian mahasiswanya tidak ada yang menghalangi, kegiatan kerohanian di kampus itu cukup banyak (dan cukup diminati). Hanya saja, menurut saya, pengajaran yang ada dalam kegiatan kerohanian mahasiswa di kampus ini cenderung ke arah eksklusivisme yang pada akhirnya menganggap orang lain adalah orang yang perlu diselamatkan. Hal ini yang kemungkinan dapat membuat mahasiswanya, setidaknya saya waktu itu, untuk memandang orang lain rendah karena tidak diselamatkan. (Menurut saya, tidak saya saja yang punya pemikiran seperti ini.) Pemahaman seperti itu dapat menjadikan seseorang hanya mau bergaul dengan "sesama yang diselamatkan", atau bergaul dengan semua orang tetapi selalu memiliki "hidden agenda".
Dengan konteks seperti itu, saya berpikir kalau teologi agama-agama yang perlu dikembangkan di kampus itu adalah teologi agama-agama yang berdasarkan "hospitality", atau berdasarkan "friendship." Apa ini? Saya masih belum tahu.
Hospitality dalam http://www.answers.com/topic/hospitality diartikan sebagai "An instance of cordial and generous treatment of guests." Sebuah contoh tindakan memperlakukan dengan ramah dan bermurah hati terhadap tamu-tamu. Jadi, orang-orang beragama lain haruslah diperlakukan sebagai seorang tamu yang diperlakukan dengan ramah.
Atau melalui "friendship". Sebuah artikel di New York Post (http://www.nytimes.com/2009/11/24/us/24amigos.html?src=tw) menceritakan tentang tiga orang pemuka agama dari tiga agama berbeda (Yahudi, Islam, dan Kristen) membentuk pertemanan. "They put everything on the table: the verses they found offensive in one another’s holy books, anti-Semitism, violence in the name of religion, claims by each faith to have the exclusive hold on truth, and, of course, Israel." Pertemanan yang mereka miliki sepertinya dapat disimpulkan dengan kalimat dalam artikel itu. “We try to honor the truth. This is the truth for you, and this is the truth for me. It may not be reconcilable, but it is important to refuse to make the other the enemy.” (Komparatif? Perspektivisme?)
Paper akhir saya pada akhirnya memiliki hipotesa: teologi agama-agama yang cocok diterapkan di kampus saya dulu adalah teologi yang berdasarkan "hospitality" atau "friendship" ini.
Note: proposal ini dimulai dengan ketidaktahuan dan juga diakhiri dengan ketidaktahuan.
Kontrakan Gak Jelas
1 Desember 2009
10:24