Pages

Monday, November 2, 2009

Aku Makan

Aku baru saja makan siang di kantin sekolahku. Aku hanya makan nasi putih dengan lauk sayur capcay dan telor dadar. Itu sudah cukup untuk membuat perutku kenyang.

Makan. Itu bukanlah aktivitas yang terlalu spesial buatku. Buktinya aku sering melewatkan makan pagi atau makan siang atau makan malamku. Aku juga tidak pernah terlalu memilih-milih makanan apa yang akan aku makan.

Aku sering melewatkan salah satu waktu makanku bukan karena penghematan, tetapi lebih ke arah malas. Atau, karena aku sering menunda-nunda, salah satu penyakitku. Walaupun begitu, aku jarang (kalau dibilang tidak pernah sepertinya berlebihan) merasakan maagku sakit.

Berbicara tentang maag, aku jadi ingat kapan pertama kali aku kena penyakit maag. 27 Juni 1999. Itu adalah hari di saat Bapak akan diantar ke pemakaman. Waktu itu makan siang, dan menunya adalah nasi, rendang, dan sayuran. Sewaktu makanan sudah kutelan, aku merasakan sakit di lambungku. Besoknya aku dan Mamak langsung memeriksakan diriku ke Rumah Sakit St.Elizabeth. Just in case ada luka di dalam perutku akibat kecelakaan yang mengakibatkan Bapakku dirawat di RS Vita Insani Siantar sebelum akhirnya dia meninggal. Dua hari berikutnya aku di-rontgen. Ternyata tidak ada keanehan di perutku. Dokter hanya menvonis kalau aku sakit maag. "Karena banyak pikiran," kata dokter. Aku bertanya dalam hati, "apa? Banyak pikiran?" Vonis dokter aku terkena penyakit maag membuatku selama 3 tahun duduk di SMU Negeri 1 Medan selalu harus membawa bekal a.k.a bontot ke sekolah. Itulah pula yang menyebabkan diriku diberi julukan Dewa Bontot di Buku Tahunan SMUNSA 2002.

Makan di fastfood restaurant sebenarnya bukan pilihan buatku ketika aku baru menginjakkan kakiku di Bandung. Setiap kali jalan-jalan ke Bandung Indah Plaza sepulang mengikuti kebaktian di GII Dago, aku tak pernah terpikir untuk makan di McDonald. Bukan kelasku, pikirku saat itu. Cara berpikir seperti itu berubah ketika kakakku datang mengunjungiku. Dengan dialah aku pertama kali makan di McD BIP. Aku tidak ingat kapan tepatnya itu terjadi, tetapi setelah itu aku jadi tidak sungkan-sungkan lagi untuk makan di McD BIP dan rumah makan cepat saji sejenisnya.

Makan saat sakit tentunya...

bersambung

No comments:

Post a Comment