Pages

Tuesday, September 30, 2008

Kenapa Jatuh Suka II

Lanjutan dari "Kenapa Jatuh Suka"

Aku bertanya pada diriku kenapa dulu aku sampai jatuh suka padanya. Padahal dia bukanlah perempuan yang sesuai dengan kriteria perempuan-yang-aku-jatuhi-suka selama ini.

Kriteria? Aku pikir setiap orang punya kriteria tertentu ketika memilih untuk jatuh suka pada seseorang. Secantik-cantiknya seorang perempuan, bila dia tidak sesuai dengan kriteria seorang laki-laki, laki-laki itu kemungkinan besar tidak punya ketertarikan untuk jatuh suka pada perempuan itu. Tetapi cantik itu kan relatif. (Iklan di media massa saja yang membuat yang cantik itu absolut, yaitu yang putih.) Cantik bagi seseorang, belum tentu cantik bagi orang lain.

Selama ini perempuan yang aku jatuhi suka adalah perempuan yang cantik menurutku. Yang cantik menurutku itu adalah yang wajahnya terlihat manis tanpa riasan, kulitnya putih, rambutnya terlihat bagus. Ah, susah mendeskripsikannya. Yang jelas, penampilan luar itu belum cukup untuk membuatku jatuh suka pada seorang perempuan. Bila perempuan itu orangnya ternyata sikapnya menarik (such as ramah pada semua orang), good at something, have a relationship with me (bahkan dalam taraf paling minimal, seperti cuma pernah sms-an), aku kemungkinan besar akan menjadikan perempuan itu sebagai objek penyerta jatuh sukaku.

Lalu, kenapa aku jatuh suka pada perempuan itu semester lalu? Dia tidak memenuhi kriteria cantik menurutku. Sikapnya juga bahkan lebih sering membuatku jengkel. Usut punya usut, ternyata aku suka sama dia karena beberapa waktu di semester lalu aku jadi dekat sama dia. Sering sms dan sering juga bareng (walau jarang hanya berdua). Ceritanya sebenarnya cukup panjang, tetapi sekarang aku sepertinya sudah malas menuliskannya.* Singkatnya, untuk pertama kali aku menyukai seorang perempuan yang bukan dilihat dari kriteria cantik menurutku.

Ah, penting gak sih Von?

ditulis tanggal 1 Oktober 2008, diselesaikan dan dipublish tanggal 4 Oktober 2008.

*: kalau suatu saat niat, berarti akan ada bagian III. (Sekali lagi,) penting gak sih Von?

Sunday, September 21, 2008

Kenapa Jatuh Suka

Hari ini aku melihatnya. Aku jadi berpikir dan bertanya. Kenapa dulu aku bisa sampai jatuh suka padanya? Kan dia tidak cantik seperti perempuan-perempuan yang pernah aku jatuhi suka?

Vontho, gak ada hal lain apa yang bisa diposting selain subjek ini?

Kuliah Etika, A40X
STT Jakarta
22 September 2008
09:56

Wednesday, September 17, 2008

Sakit Hati

Sakit hati...tidak...sakit hati...tidak...sakit hati... Tidak?

Aku seharusnya sakit hati. Melihat dia bersamanya.

Kenapa? Kenapa aku harus sakit hati? Aku seharusnya punya alasan untuk itu. Tetapi apa? Masak hanya karena mereka bersama? Kan aku dulu pernah bilang kalau mereka lebih baik bersama. Kalau aku harus sakit hati, alasannya tidak boleh sesederhana itu.

Aku sakit hati? Kalau ya, kok aku merasa seperti sedang tidak sakit hati ya? Kalau tidak, lalu mengapa aku tak mengacuhkan mereka?

Aku sakit hati? Masa sih?

Perpustakaan STT Jakarta
14:29
17 September 2008

Tuesday, September 16, 2008

Lalu, Ini, Lain Kali

Jatuh suka
Semester lalu
Aku membuat orangnya tahu

Jatuh suka
Semester ini
Jadi ingat semester lalu

Jatuh suka
Semester ini
Jangan sampai dia tahu

Jatuh suka
Cepatlah kau pergi
Datang lagi lain kali

Jatuh suka
Apabila kau datang lagi
Lebih selektif lagi

Nah lho?

Monday, September 8, 2008

Th van den End, Apulman Saragih, dan Givendra Saragih

Ada yang tahu siapa Th van den End? Dia adalah penulis beberapa buku sejarah gereja atau kekristenan di Indonesia. Antara lain bukunya adalah Harta dalam Bejana, Ragi Carita 1 dan Ragi Carita 2. Beliau pernah mengajar mata kuliah historika di STT Jakarta pada tahun 1970an.

Ada yang tahu siapa Apulman Saragih? Dia adalah mahasiswa STT Jakarta pada tahun 1974-1979. Dia menulis skripsi tentang Sinalsal, sebuah majalah yang diterbitkan di Simalungun pada tahun 1930an oleh JW Saragih (?). Dia menulis skripsi dengan dosen pembimbing Pak Th van den End. Lingkup penulisan skripsi Apulman Saragih memang berhubungan dengan sejarah gereja khususnya sejarah GKPS.

Ada yang tahu Givendra Saragih? Itu saya. Tak perlu penjelasan panjang.

Nah, tadi saya berkesempatan berbicara dengan Th van den End. Saya sedang menggunakan internet di komputer perpustakaan ketika beliau mengucapkan salam "selamat malam" kepada saya. Beliau juga ingin menggunakan komputer di perpustakaan untuk mengakses internet.

"Lambat sekali internetnya. Apa punya Anda juga seperti itu?" tanyanya kepada saya karena melihat website MSN yang terbuka di Internet Explorernya cukup lama ter-loaded.
"Hampir sama saja, Pak" saya menjawab seadanya.

Beliau kemudian membuka website berbahasa Belanda. Saya pun memberanikan bertanya pada beliau. "Pak, Bapak masih mengingat mahasiswa-mahasiswa Bapak selama di sini?"
"Ya?" tanyanya. Saya mengulang kembali pertanyaan saya karena sepertinya beliau kurang mendengar pertanyaan saya.
"Sebagian besar, ya. Tapi tidak semua. Kenapa?"
"Bapak masih ingat mahasiswa Bapak yang menulis skripsi tentang Sinalsal?"
"Apulman Saragih?"
"Iya, Pak."
"Anda anaknya?"
"Iya, Pak."
"Senang sekali bisa bertemu dengan anaknya Saragih. Saya dengar dia sudah meninggal ya? Karena kecelakaan?"
"Iya, Pak."

Beliau kemudian bercerita mengenai keinginannya yang sudah lama untuk menjadikan skripsi Saragih sebuah buku. Mengenai ini dulu saya juga sudah pernah dengar di rumah. Akan tetapi, tidak pernah terealisasi karena alasan yang saya juga tidak tahu.

Beliau menyarankan agar ada yang mengetik ulang skripsi Saragih dan mengeditnya.
"Anda tentu punya skripsinya bukan?" Saya menjelaskan bahwa skripsi Saragih hilang di Batam. Beliau kemudian mengatakan kalau dia masih memiliki skripsi-skripsi yang penulisnya beliau bimbing dan juga yang berhubungan dengan sejarah gereja.

Yang mengejutkan adalah beliau bertanya kepada saya bagaimana kalau saya melanjutkan pekerjaan Saragih. Waduh, Pak. Saya kurang berminat belajar Sejarah Gereja. Beliau kemudian bercerita tentang skripsi Saragih yang secara deskriptif bagus, "tetapi seperti kebanyakan mahasiswa di sini analisis teologisnya masih kurang." Nilai lebih dari skripsi Saragih menurut beliau adalah kemampuan Saragih mengerti bahasa daerah, yaitu Simalungun, yang merupakan bahasa yang dipakai dalam Sinalsal. "Sepandai-pandainya kami (orang asing) berbahasa Indonesia, tentu orang Indonesia yang lebih mengerti bahasanya. Begitu juga dengan Sinalsal."

Saya bercerita kepada beliau kalau saya pernah membaca buku harian Saragih yang berisi tentang Saragih bertemu dengan van den End untuk membahas terjemahan dari Sinalsal. "Oh, dia punya catatan harian?" Selain membahas skripsi dengan End, dalam catatan harian itu Saragih juga menuliskan mengikuti kuliah khotbah yang diajar oleh End.

Saya juga diberikan alamat emailnya agar saya dapat mengingatkannya untuk mengcopy dan membawa skripsi Saragih dari Belanda pada kunjungannya yang berikut.

"Saya beruntung bisa bertemu Anda. Kalau tahun depan mungkin saya sudah tidak ada lagi" ucapnya di akhir-akhir perbincangan kami.

Yah, kurang lebih begitulah cerita perjumpaan saya, Givendra Saragih, dengan Th van den End, dosen pembimbing skripsi Apulman Saragih, almarhum Bapak saya.

Pertanyaannya: akankah saya menjadi penerus Apulman Saragih?

Kamar Gak Jelas, Kontrakan Gak Jelas, Kalasan Dalam 44B, Jakarta
8 September 2008
23:59

Thursday, September 4, 2008

Hanya Mimpi

Pagi ini di mendekati akhir cerita mimpiku edisi pagi 5 September 2008, aku dikejutkan oleh sebuah pernyataan dalam mimpiku.

"...dari seorang perempuan ****** yang dengan cinta diberi nama oleh Givendra: $#%&@..."

Dalam mimpiku, itu adalah tulisan yang gue lihat di comment profile Friendster gue melalui hape.

Buru-buru gue bangun dan langsung berusaha mencari hape. Belum sempat gue membuka Opera Mini di hape gue, gue udah tersadar bahwa itu hanya mimpi.

Pertanyaannya, kenapa gue sampai mimpi seperti itu ya?