Martarombo. Bahasa Simalungunnya adalah martutur. Kata ini kurang lebih aku artikan sebagai saling menjelaskan identitas diri berdasarkan marga diri (dan marga ibu), asal, dan kemudian mencoba menghubung-hubungkan kekerabatan.
Kata martarombo kemarin siang aku pakai sewaktu kami berkunjung ke ITC Cempaka Mas sepulang dari Taman Buah Mekarsari. Mamak dan kakakku masuk ke dalam sebuah toko tas. Aku yang mengantuk karena perjalanan kemarin dimulai pukul 05.20 memutuskan untuk duduk saja di sebuah kursi panjang di dekat sebuah pintu masuk. Aku beristirahat dan sempat tertidur sambil duduk.
Entah apa yang dilakukan mereka di toko tas itu. Ada setengah jam lebih mereka di dalam toko itu tanpa menunjukkan tanda-tanda akan keluar. Dengan agak kesal aku akhirnya masuk ke toko itu. Dan aku pun lalu berkata, "ai martarombo do nasiam?" (nasiam=kalian) Pemiliknya yang orang etnis Tionghoa hanya tersenyum setelah aku mengatakan itu. Kakakku menerjemahkan kalimat itu dengan, "kenapa kok lama sekali?" Pembicaraan berlanjut yang membuatku mengambil kesimpulan kalau aku masih terlihat sangat muda. Pemilik toko kemudian memberi petuah, "selesai dulu kuliah, baru cari cewek. Cewek sih mudah didapat kalau sudah kerja."
Saat kami mencari ikat pinggang untukku, kakakku bertanya padaku dalam bahasa Simalungun, "dear do on?" (Bagusnya ini?) Pertanyaan kakakku itu ternyata menjadi titik awal terjadinya martarombo sebenarnya. Penjaga toko yang ternyata orang Sunda mulai melakukan percakapan yang memancing penggunaan pengaruh kesukuan dalam transaksi jual-beli. "Sudah murah itu, Ito."
"Bah, orang Batak-nya rupanya."
"Daong. Halak Sunda do, Ito. Tapi boi marbahasa Batak."
Percakapan kemudian dilanjutkan dengan tawar-menawar dengan melibatkan Mamak. Dalam bahasa Batak. Transaksi berhasil mengurangi harga barang yang hendak dibeli sebesar Rp50.000.
Martutur memang tak terjadi dengan penjaga toko itu. Penjaga toko yang satu lagi, yang mengurusi penjualan tas, yang akhirnya martutur dengan Mamak.
"Von, di sini baru benar-benar martarombo. Mamaknya boru Purba," kata Mamak kepadaku.
Martarombo is one thing. Meet a Sundanese can speak Bahasa Batak is another thing. How one thing can lead to another thing.