Tadi di kereta. Berangkat jam 20.55 dari Manggarai. Tujuan Serpong.
Aku duduk. Tepat di seberang dua orang perempuan. Aku tertarik. Kepada yang rambutnya panjang, setengah panjang ujung rambutnya bergelombang. (Susah menggambarkannya, tetapi aku pikir model rambut seperti itu sekarang sedang tren.) Bukan karena model rambutnya saja. Dia mirip seseorang. Yang pernah kusuka. Perempuan berlabel.
Aku memerhatikannya. Hampir sepanjang perjalanan. Aku suka melihat ekspresinya. Saat berbincang dengan temannya. "Omongan lo nggak nyampe di otak gue," ucapnya mungkin mengutip temannya yang lain. Dan juga saat memeriksa ponselnya.
Stasiun Tanah Abang. Pandanganku terhadapnya mulai tertutup. Oleh penumpang yang berdiri. Aku masih tetap dapat melirik. Setiap kali penumpang yang memisahkan kami (*halah*) bergerak. Memberi ruang diriku melempar pandanganku kepadanya.
Aku lalu senyum-senyum sendiri. Ada seorang Bapak. Menyender di tiang, tepat di samping tempat aku duduk. Sebuah ide tolol muncul.
"Pak, silahkan duduk," ucapku terhadap bapak yang menyender di tiang.
"Mau turun?" tanya bapak itu.
"Tidak, Pak. Saya hanya mau berdiri supaya saya dapat melihat perempuan manis yang duduk di seberang situ."
Itu terjadi di dunia ide. Kalau dibuat film, aku memilih Ringgo Agus Rahman yang memerankannya. Skenario berikutnya disesuaikan dengan karakter yang diperankan Ringgo di film Jomblo.
Kembali kepada perempuan tadi. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya. Dia pasti tahu kalau aku suka melihat, melirik, memandang ke arahnya sepanjang perjalanan. Dia mungkin merasa lega karena aku turun lebih dulu di Stasiun Pondok Ranji.
Sepanjang perjalanan ke rumah, aku berpikir. Berpikir akan menulis ini. Berpikir tentang untungnya diriku masih jomblo. Berpikir betapa kasihannya para perempuan manis seperti perempuan di kereta tadi. Karena dilirik olehku.
Eydro's
14 Januari 2010
22:44
lol.. nice story!
ReplyDelete