So, this is the story..
Hari ini aku sudah berjanji bertemu dengan Bang Binsar Pakpahan di Immanuel Cafe, di dalam Toko Buku Immanuel. Tidak hanya dengannya, tetapi juga (mungkin rencananya) dengan orang-orang yang dulu pernah berkumpul bersama di tempat itu pada tanggal 27 Juli 2010 yang lalu. (Entah kenapa struk pesanan dan pembayaran makanan di hari itu masih ada padaku. Dan sekarang berada tepat di sebelah keyboard aku mengetik tulisan ini.)
Aku bangun cukup cepat pagi ini, tetapi aku asyik berinternet ria dulu. Sebenarnya janji bertemu dipercepat menjadi pukul 09.30. Sayangnya aku baru akan mandi ketika jam di komputerku sudah menunjukkan waktu pukul 09.20an. Setelah mandi, aku berpakaian, lalu melihat handphoneku. Ternyata ada satu panggilan tak terjawab dari Aiko. Aku langsung berjalan ke arah TB Immanuel. Dan bodohnya, aku baru mengirimkan pesan pendek setelah aku mendekati tempat tujuan. Melihat mobil Aiko tak ada di depan tempat itu, aku langsung masuk ke RM Jatim, warung makan yang letaknya berseberangan dengan TB Immanuel. Aku memesan nasi dadar lalap. Lalu duduk. Beberapa saat duduk, aku mendapat pesan pendek balasan dari Aiko. "Di kantin stt."
Selesai makan, aku langsung berjalan menuju sekolahku. Di jalan, aku mendapat pesan pendek dari Aiko menanyakan keberadaanku dan menyampaikan kalau ada rencana ke Grand Indonesia. Mereka akhirnya menunggu.
Aku tiba di sekolah. Ternyata hanya ada Aiko dan Kak Lusiana selain Bang Binsar. Kak Tulusi, Bang Kinoi, dan Bang Marthin tidak ada. Kak Tulusi magang, Bang Kinoi kerja, Bang Marthin sepertinya belanja keperluan Bengkel PK.
Foodlouver Grand Indonesia. Setibanya di GI, kami langsung ke tempat itu. Kami, ditambah dengan pacar Bang Binsar, makan dan nongkrong di sana. Makanan yang kami makan tidak perlu dituliskan bukan? Lagipula aku sudah lupa apa saja. (Bukan karena banyak. Aku sebenarnya ingat, tetapi untuk keperluan tulisan ini aku sengaja melupakannya. Lho?)
Pukul 12.10 kami beranjak dari tempat itu. Setelah sempat berencana nongkrong di salah satu warung kopi di GI, kami akhirnya malah pergi ke Gramedia. Dalam perjalanan ke Gramedia, aku dipanggil Doan dan Meyer, temanku di STT Telkom dulu, yang melihatku berjalan melewati area Foodlouver. Aku nongkrong lah bersama mereka, dan satu adik PA-nya Doan. Tanpa bilang-bilang pula dengan teman-temanku yang sebelumnya bersamaku. Aku mengirimkan pesan pendek ke Aiko setelah cukup lama aku nongkrong dengan mereka. Dan ternyata mereka sudah sempat mencariku. Maap. Catatan untuk pembaca: Kalau mau menghilang dari rombongan, bilang-bilang dulu!
Aku kemudian menyusul Bang Binsar dan teman-teman ke Gramedia. Aku hampir selalu melihat bagian komputer kalau ke Gramedia Grand Indonesia. Dan tahu apa yang aku mau lihat? Aku hanya ingin memeriksa apakah buku "Mendesain Logo" dan "Layout Dasar dan Penerapannya" yang ditulis oleh Surianto Rustan, dan juga buku "Tipografi dalam Desain Grafis" yang ditulis Danton Sihombing masih ada atau tidak. Padahal aku sudah memiliki ketiga buku tersebut, entah untuk apa! Dan sialnya, aku tadi menemukan sebuah buku lagi yang ditulis oleh Surianto Rustan. "Font dan TIPOGRAFI". (Tak tahu juga kenapa di bagian dalam buku ini TIPOGRAFI sebagai judul buku ini ditulisnya dalam huruf kapital semua, termasuk dalam bagian "Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Penerbitan.") Dan entah kenapa walau sudah berpikir berulangkali, aku tetap membelinya. Padahal harganya Rp95.000. (For the record, the last book about typography that I bought was Rp98.000. Mendesain Logo: Rp78.000-80ribuan; Layout Dasar: Rp86.000. These data proves that I'm idiot! )
Setelah membayar buku itu, aku berdiri di tempat buku baru dipajang. Ada buku "Mengapa Sri Mulyani? Menyibak Tabir Bank Century". Aku lupa siapa penulisnya. Kalau tidak salah: Steve Santoso. Aku membaca beberapa halaman penting. Dan aku semakin yakin dengan kesimpulanku selama ini: SMI-B adalah orang jujur yang menjadi korban keserakahan orang-orang serakah uang dan kuasa di negeri lelucon ini, Indonesia bapak! (Ini penilaian subyektifku. Dan penulis buku itu juga menyatakan kalau buku itu tidak terlepas dari subyektivitasnya sebagai orang yang cukup dekat juga dengan SMI.)
Next destination: Bang Binsar dan Kak Okta ke Foodlouver; aku, Aiko, dan Kak Lusiana nongkrong di Fab Cafe di dalam Gramedia GI. Aiko dan Kak Lusiana membahas tentang suatu acara, dan aku memfoto-foto Bunderan HI memakai kamera Lia yang entah kenapa bulan ini sepertinya untuk sementara menjadi hak milikku. Lho? Mendekati pukul 15.00, kami pulang. Sebelum pulang aku dan Kak Lusiana membeli ice cream cone di Burger King. Ternyata enak! Apalagi aku dibayarin.
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Aku langsung menuju Bengkel PK. Entah untuk apa. Di sana aku bertemu dengan Diana, Irmanda, Merlin, dan Ana. Masuk ke dalam lagi, ternyata ada Isabella Sinulingga a.k.a Icha dan Desi Rosalin Purba a.k.a Siro. (Kenapa harus lengkap ya namanya?) Di tempat Siro, Siro dan Icha ternyata sedang menyortir kartu ucapan yang telah dimasukkan ke dalam Kotak Cinta di depan Bengkel PK dalam rangka Valentine's Day. Kartu-kartu yang telah dimasukkan itu akan disampaikan kepada orang-orang yang ditujukan di kartu-kartu itu pada hari Senin ini, 14 Februari 2011, tepat pada hari Valentine. (Just in case you don't know that February 14 is Valentine's Day.) Entah kenapa, aku malah bertanya kepada Siro, "untuk gue dari Icha doang kan?" (I had already knew that Icha had put a card for me into the box because I was there when she made the card and told me that the card was for me. "Nanti tanggal 14 ya dibacanya, Kak," Icha said to me that day.) Dan aku terperangah sewaktu Siro bilang, "nggak kok, Kak. Banyak untuk kakak." Wadoooh.. Kok aku jadi serasa artis? (Pada bagian ini, pembaca boleh, bahkan dianjurkan untuk, muntah!) Akan tetapi, aku memang tak berniat sama sekali untuk melihatnya sebelum waktunya. Hanya saja sudah terdengar suara menggelegar dari ruang depan Bengkel PK, "heh, Vontho. Lo nggak boleh di situ!" Coba tebak suara siapa? Ya, Anda benar! (Memang siapa?)
Aku pun keluar dari ruangan Siro. Aku duduk di ruangan depan Bengkel PK. Dan duduk memerhatikan mereka yang ada di ruangan itu. Lalu sesekali mengambil foto mereka yang sedang membuat kartu. Mendengar cerita lucu tentang "kabar buruk" yang diterima oleh Irma tadi pagi dari Jere. "Kabar buruk" itu adalah "Mubarak tidak mau turun." (I thought Irma has to write down the story.) Cukup lama aku hanya duduk nongkrong di ruangan itu sementara yang lain sibuk membuat kartu ucapan dan membuat kreativitas. Aku kemudian terpikir untuk membuat amplop dari kertas A4 bekas. Seperti yang diajarkan oleh Diana kepadaku, Irma, dan Icha di hari Icha menuliskan kartu ucapannya kepadaku. Selesai membuat amplop, Diana menyodorkan kertas yang harus aku gunting untuk menyelesaikan kreativitas yang dibuatnya. Selesai menggunting, aku malah membuat sebuah kartu ucapan juga buat Icha. Dan memasukkannya ke dalam amplop oranye yang aku buat sebelumnya.
Aku juga sempat menggunting-gunting dan menghasilkan sebuah kartu berbentuk talk-cloud dan di tengahnya aku tempel sebuah kertas warna merah bertuliskan I dan sebuah kertas merah lainnya berbentuk hati. "Untuk siapa tuh?" tanya Siro.
Irma dan Diana berencana ke Gramedia. Aku ikut dengan mereka. Sewaktu mau berangkat, seorang tukang bajaj mengucapkan kata "anjing!" setelah kami tidak jadi naik bajaj-nya. (Pakai tanda seru dong, masa pakai tanda tanya?) Itu insiden kecil lah. Kami akhirnya naik bajaj berwarna hijau yang di pintunya tertulis tulisan Jakarta Selatan. Tak heran dia lebih manusiawi dari tukang bajaj lainnya yang telah kami stop dan telah melakukan tawar-menawar dengan kami.
Gramedia Matraman. Apa tujuan kami? Ini rahasia. Kenapa jadi kami? Karena aku diikutsertakan (dan mengikutsertakan diri) untuk tujuan rahasia ini.
Mendekati pukul 20.00 aku sudah tiba lagi di kamarku. Aku menghidupkan komputerku. Buka halaman ini. Dan menuliskan ini sejak sekitar pukul 20.03.
So, that's the story for today.
Kamarku, (Sepertinya Masih) Kontrakan Gak Jelas
11 Februari 2011
22:16
PS: I guess this is the first time I write a day's story (in a long story like this) again since I don't know when was my last time writing something like this. It's too random, right?
Hari ini aku sudah berjanji bertemu dengan Bang Binsar Pakpahan di Immanuel Cafe, di dalam Toko Buku Immanuel. Tidak hanya dengannya, tetapi juga (mungkin rencananya) dengan orang-orang yang dulu pernah berkumpul bersama di tempat itu pada tanggal 27 Juli 2010 yang lalu. (Entah kenapa struk pesanan dan pembayaran makanan di hari itu masih ada padaku. Dan sekarang berada tepat di sebelah keyboard aku mengetik tulisan ini.)
Aku bangun cukup cepat pagi ini, tetapi aku asyik berinternet ria dulu. Sebenarnya janji bertemu dipercepat menjadi pukul 09.30. Sayangnya aku baru akan mandi ketika jam di komputerku sudah menunjukkan waktu pukul 09.20an. Setelah mandi, aku berpakaian, lalu melihat handphoneku. Ternyata ada satu panggilan tak terjawab dari Aiko. Aku langsung berjalan ke arah TB Immanuel. Dan bodohnya, aku baru mengirimkan pesan pendek setelah aku mendekati tempat tujuan. Melihat mobil Aiko tak ada di depan tempat itu, aku langsung masuk ke RM Jatim, warung makan yang letaknya berseberangan dengan TB Immanuel. Aku memesan nasi dadar lalap. Lalu duduk. Beberapa saat duduk, aku mendapat pesan pendek balasan dari Aiko. "Di kantin stt."
Selesai makan, aku langsung berjalan menuju sekolahku. Di jalan, aku mendapat pesan pendek dari Aiko menanyakan keberadaanku dan menyampaikan kalau ada rencana ke Grand Indonesia. Mereka akhirnya menunggu.
Aku tiba di sekolah. Ternyata hanya ada Aiko dan Kak Lusiana selain Bang Binsar. Kak Tulusi, Bang Kinoi, dan Bang Marthin tidak ada. Kak Tulusi magang, Bang Kinoi kerja, Bang Marthin sepertinya belanja keperluan Bengkel PK.
Foodlouver Grand Indonesia. Setibanya di GI, kami langsung ke tempat itu. Kami, ditambah dengan pacar Bang Binsar, makan dan nongkrong di sana. Makanan yang kami makan tidak perlu dituliskan bukan? Lagipula aku sudah lupa apa saja. (Bukan karena banyak. Aku sebenarnya ingat, tetapi untuk keperluan tulisan ini aku sengaja melupakannya. Lho?)
Pukul 12.10 kami beranjak dari tempat itu. Setelah sempat berencana nongkrong di salah satu warung kopi di GI, kami akhirnya malah pergi ke Gramedia. Dalam perjalanan ke Gramedia, aku dipanggil Doan dan Meyer, temanku di STT Telkom dulu, yang melihatku berjalan melewati area Foodlouver. Aku nongkrong lah bersama mereka, dan satu adik PA-nya Doan. Tanpa bilang-bilang pula dengan teman-temanku yang sebelumnya bersamaku. Aku mengirimkan pesan pendek ke Aiko setelah cukup lama aku nongkrong dengan mereka. Dan ternyata mereka sudah sempat mencariku. Maap. Catatan untuk pembaca: Kalau mau menghilang dari rombongan, bilang-bilang dulu!
Aku kemudian menyusul Bang Binsar dan teman-teman ke Gramedia. Aku hampir selalu melihat bagian komputer kalau ke Gramedia Grand Indonesia. Dan tahu apa yang aku mau lihat? Aku hanya ingin memeriksa apakah buku "Mendesain Logo" dan "Layout Dasar dan Penerapannya" yang ditulis oleh Surianto Rustan, dan juga buku "Tipografi dalam Desain Grafis" yang ditulis Danton Sihombing masih ada atau tidak. Padahal aku sudah memiliki ketiga buku tersebut, entah untuk apa! Dan sialnya, aku tadi menemukan sebuah buku lagi yang ditulis oleh Surianto Rustan. "Font dan TIPOGRAFI". (Tak tahu juga kenapa di bagian dalam buku ini TIPOGRAFI sebagai judul buku ini ditulisnya dalam huruf kapital semua, termasuk dalam bagian "Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Penerbitan.") Dan entah kenapa walau sudah berpikir berulangkali, aku tetap membelinya. Padahal harganya Rp95.000. (For the record, the last book about typography that I bought was Rp98.000. Mendesain Logo: Rp78.000-80ribuan; Layout Dasar: Rp86.000. These data proves that I'm idiot! )
Setelah membayar buku itu, aku berdiri di tempat buku baru dipajang. Ada buku "Mengapa Sri Mulyani? Menyibak Tabir Bank Century". Aku lupa siapa penulisnya. Kalau tidak salah: Steve Santoso. Aku membaca beberapa halaman penting. Dan aku semakin yakin dengan kesimpulanku selama ini: SMI-B adalah orang jujur yang menjadi korban keserakahan orang-orang serakah uang dan kuasa di negeri lelucon ini, Indonesia bapak! (Ini penilaian subyektifku. Dan penulis buku itu juga menyatakan kalau buku itu tidak terlepas dari subyektivitasnya sebagai orang yang cukup dekat juga dengan SMI.)
Next destination: Bang Binsar dan Kak Okta ke Foodlouver; aku, Aiko, dan Kak Lusiana nongkrong di Fab Cafe di dalam Gramedia GI. Aiko dan Kak Lusiana membahas tentang suatu acara, dan aku memfoto-foto Bunderan HI memakai kamera Lia yang entah kenapa bulan ini sepertinya untuk sementara menjadi hak milikku. Lho? Mendekati pukul 15.00, kami pulang. Sebelum pulang aku dan Kak Lusiana membeli ice cream cone di Burger King. Ternyata enak! Apalagi aku dibayarin.
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Aku langsung menuju Bengkel PK. Entah untuk apa. Di sana aku bertemu dengan Diana, Irmanda, Merlin, dan Ana. Masuk ke dalam lagi, ternyata ada Isabella Sinulingga a.k.a Icha dan Desi Rosalin Purba a.k.a Siro. (Kenapa harus lengkap ya namanya?) Di tempat Siro, Siro dan Icha ternyata sedang menyortir kartu ucapan yang telah dimasukkan ke dalam Kotak Cinta di depan Bengkel PK dalam rangka Valentine's Day. Kartu-kartu yang telah dimasukkan itu akan disampaikan kepada orang-orang yang ditujukan di kartu-kartu itu pada hari Senin ini, 14 Februari 2011, tepat pada hari Valentine. (Just in case you don't know that February 14 is Valentine's Day.) Entah kenapa, aku malah bertanya kepada Siro, "untuk gue dari Icha doang kan?" (I had already knew that Icha had put a card for me into the box because I was there when she made the card and told me that the card was for me. "Nanti tanggal 14 ya dibacanya, Kak," Icha said to me that day.) Dan aku terperangah sewaktu Siro bilang, "nggak kok, Kak. Banyak untuk kakak." Wadoooh.. Kok aku jadi serasa artis? (Pada bagian ini, pembaca boleh, bahkan dianjurkan untuk, muntah!) Akan tetapi, aku memang tak berniat sama sekali untuk melihatnya sebelum waktunya. Hanya saja sudah terdengar suara menggelegar dari ruang depan Bengkel PK, "heh, Vontho. Lo nggak boleh di situ!" Coba tebak suara siapa? Ya, Anda benar! (Memang siapa?)
Aku pun keluar dari ruangan Siro. Aku duduk di ruangan depan Bengkel PK. Dan duduk memerhatikan mereka yang ada di ruangan itu. Lalu sesekali mengambil foto mereka yang sedang membuat kartu. Mendengar cerita lucu tentang "kabar buruk" yang diterima oleh Irma tadi pagi dari Jere. "Kabar buruk" itu adalah "Mubarak tidak mau turun." (I thought Irma has to write down the story.) Cukup lama aku hanya duduk nongkrong di ruangan itu sementara yang lain sibuk membuat kartu ucapan dan membuat kreativitas. Aku kemudian terpikir untuk membuat amplop dari kertas A4 bekas. Seperti yang diajarkan oleh Diana kepadaku, Irma, dan Icha di hari Icha menuliskan kartu ucapannya kepadaku. Selesai membuat amplop, Diana menyodorkan kertas yang harus aku gunting untuk menyelesaikan kreativitas yang dibuatnya. Selesai menggunting, aku malah membuat sebuah kartu ucapan juga buat Icha. Dan memasukkannya ke dalam amplop oranye yang aku buat sebelumnya.
Aku juga sempat menggunting-gunting dan menghasilkan sebuah kartu berbentuk talk-cloud dan di tengahnya aku tempel sebuah kertas warna merah bertuliskan I dan sebuah kertas merah lainnya berbentuk hati. "Untuk siapa tuh?" tanya Siro.
Irma dan Diana berencana ke Gramedia. Aku ikut dengan mereka. Sewaktu mau berangkat, seorang tukang bajaj mengucapkan kata "anjing!" setelah kami tidak jadi naik bajaj-nya. (Pakai tanda seru dong, masa pakai tanda tanya?) Itu insiden kecil lah. Kami akhirnya naik bajaj berwarna hijau yang di pintunya tertulis tulisan Jakarta Selatan. Tak heran dia lebih manusiawi dari tukang bajaj lainnya yang telah kami stop dan telah melakukan tawar-menawar dengan kami.
Gramedia Matraman. Apa tujuan kami? Ini rahasia. Kenapa jadi kami? Karena aku diikutsertakan (dan mengikutsertakan diri) untuk tujuan rahasia ini.
Mendekati pukul 20.00 aku sudah tiba lagi di kamarku. Aku menghidupkan komputerku. Buka halaman ini. Dan menuliskan ini sejak sekitar pukul 20.03.
So, that's the story for today.
Kamarku, (Sepertinya Masih) Kontrakan Gak Jelas
11 Februari 2011
22:16
PS: I guess this is the first time I write a day's story (in a long story like this) again since I don't know when was my last time writing something like this. It's too random, right?