"...coz you know I'd walk a thousand miles if I can just save you tonight..."
Di atas adalah salah satu line dari lagu yang dinyanyiin ama Vanessa Carlton berjudul A Thousand Miles. A thousand miles? Kalau dikonversikan ke dalam kilometer, berapa ya? AKu gak gitu hafal sih konversi mil ke kilometer. Tapi kalau ngikutin hitungan drag race, 402 meter itu sama dengan 1/4 mil. Berarti 1 mil itu sama dengan 1608 meter alias 1,608 km. Kalo merujuk nilai tersebut, berarti 1000 mil sama dengan 1608 km dong. Jalan sepanjang itu berarti kurang lebih 10 kali bolak-balik jalan kaki Medan-Pematang Siantar, atau 8 kali Jakarta-Bandung. Dan itupun kalau hitunganku dan juga perkiraanku kalau Jakarta-Bandung itu sekitar 200 km gak salah. Wah, beneran tuh yang nyanyi mau jalan sepanjang itu?
Aku pernah dengar kalau jalan kaki merupakan olahraga yang baik juga untuk kesehatan. Aku gak tahu apakah setiap kita berjalan kaki sudah dianggap sebagai berolahraga. Tapi menurutku sih jalan kaki yang digolongkan sebagai olahraga adalah jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh. Bagi sebagian orang jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh sudah merupakan hal yang biasa, tapi banyak juga yang tidak biasa. Bisa saja orang-orang yang sudah biasa jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh menganggap jalan kaki itu bukanlah olahraga lagi buat mereka, tapi sudah merupakan kebiasaan. Contohnya, orang yang berprofesi sebagai salesman, penjual makanan yang memakai gerobak dorong, pemulung, dan bahkan (maaf) orang gila tunawisma yang berkeliaran ke sana kemari hanya sepotong celana yang melekat pada tubuhnya. Ada juga yang menganggap jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh sama aja seperti "membunuh" mereka. Aku rasa banyak -dan tidak semua- orang kaya yang seperti ini. Dan umumnya -tidak semuanya juga- wanita juga seperti itu. Tapi anehnya kalau para wanita berjalan kaki di tempat perbelanjaan lebih kuat dan tahan lama jalannya dibanding pria. Pengalaman sendiri soalnya.
Dalam keluargaku, jalan kaki jarak jauh sudah merupakan hal yang biasa. Bapak dan Mamakku waktu mau sekolah dulu masing-masing harus berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh. Mungkin lebih dari 5 kilometer. Dan itu mereka lakukan setiap hari waktu mau sekolah. Kalo kampung Mamakku dilewati oleh bus angkutan umum Pematang Siantar-Kabanjahe, tidak dengan kampung Bapakku. Dari jalan raya yang dilewati oleh bus P.Siantar-Kabanjahe ada sekitar 5 kilometer. Dulu sering jarak tersebut murni harus kami lewati dengan jalan kaki. Tapi syukurlah sekarang sudah ada perubahan. (see Middle of Nowhere).
Memang sih hampir semua jalan jarak jauh yang di dalam keluarga kami lakukan, pasti dengan suatu tujuan tertentu. Ke kampung Bapak setiap tahunnya untuk mengunjungi Ompung kami waktu tahun baru. Atau ada acara keluarga di sana, "terpaksa" jarak 5 km tersebut harus dijalani. Mungkin di dalam keluargaku, hanya aku yang sering kurang kerjaan jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh dan jauh tanpa tujuan jelas.
Aku jadi ingat lagi pertama kalinya aku jalan kaki sendirian melewati jalan yang seharusnya bisa kutempuh dengan naik sudako. Waktu itu aku masih SMP kelas 1 di SMP Negeri 1 yang letaknya di jalan Cut Meutiah depan Hotel Tiara Medan. Pagi sebelum sekolah aku memang mengeluh kalau aku sakit perut. Tapi aku tetap aja harus sekolah. Itu akibat peraturan tak tertulis Mamakku yang tidak membolehkan kami tidak sekolah kalau tidak sakit parah. Aku gak ingat bagaimana atau mengapa, akhirnya aku dijemput dan diantar berobat ke tempat pijat refleksi kami biasa berobat. Bapakku yang saat itu ada kerjaan juga, meninggalkanku dan aku harus pulang sendiri.
Selesai dipijat, aku pun pulang. Aku naik sudako nomor 16 dari Jalan Pelajar dengan tujuan Sambu. Lalu aku turun di jalan Halat. Aku gak begitu ingat dan yakin dari tempat aku berdiri saat itu disuruhnya naik sudako nomor berapa. Dan akupun orang yang malu bertanya. Kata orang malu bertanya sesat dijalan. Itu tidak berlaku buatku. Aku jenis orang yang malu bertanya dan akhirnya jalan-jalan. Dan memang akhirnya siang itu aku jalan kaki. Dari pada naik sudako ternyata salah dan akhirnya nyasar mendingan jalan kaki aja, pikirku saat itu. Maka akhirnya siang itu sekitar jam 10 lewat, aku mulai jalan kaki dari tempat aku berdiri itu sampai Jalan Sudirman dekat rumah dinas Gubernur Sumatera Utara. Jarak yang kutempuh itu mungkin ada kurang lebih 5 kali jarak halte busway Monas ke Stasiun Gambir. Aku gak gitu ingat lagi jam berapa aku tiba di dekat rumah dinasnya Gubsu itu, tapi mungkin sekitar jam 11:30. Sejak saat itu sepertinya jarak bukanlah masalah lagi buatku untuk kutempuh dengan jalan kaki walau sebenarnya bisa ditempuh dengan naik sudako.
Naik kelas 2 SMP, SMP Negeri 1 dipindah ke Jalan Bunga Asoka di dekat kebun binatang khusus buaya -lupa euy namanya-. Pergi ke sekolah aku tidak pernah dikasih uang jajan. Hanya ongkos secukupnya dan aku bahkan takut uang yang diberikan itu kurang. Maklum, sudako malas ngangkut anak sekolah dan sering minta ongkos lebih dari yang seharusnya. Waktu kelas 3 aku sering pulang numpang naik mobil teman. Tapi tidak diantar sampai ke rumah. Aku diturunkan di tempat aku bisa ngambil angkot lebih mudah. Tapi demi alasan ekonomis, aku pun menempuh jarak kurang lebih 2 km menuju rumah itu dengan jalan kaki. Dan itu hanya sering aku lakukan, karena tidak tiap hari aku bisa menumpang mobil temanku itu.
Di SMU kelas 1 aku pernah jalan kaki melewati jalan yang sama lagi. Tapi kali ini diawali dari Kolam Renang Selayang di Jalan Dr Mansyur. Itu aku lakukan sepulang berenang -yang sebenarnya diwajibkan oleh guru olahraga di sekolah- yang tidak jadi karena gurunya tidak ada. Mungkin ada 2 jam yang aku habiskan -tak begitu ingat lagi sih- untuk menempuh jarak yang mungkin lebih dari 5 kilometer itu.
Sampai sekarang, aku sudah pernah -dan sering- jalan dengan jarak yang cukup jauh. Mungkin cukup jauh disini akan aku defenisikan dengan jarak yang lebih dari 1 km. Atau bisa juga jarak yang orang anggap jauh karena kalau diajak jalan mereka pasti pada gak mau dan mereka lebih milih naik angkot. Dan berikut ini adalah daftar perjalan on foot yang cukup jauh yang pernah aku tempuh:
1.Dago - Dayeuhkolot (atau sebaliknya) di Bandung. Jaraknya kurang lebih 10 km. Pertama kali aku pernah jalan kaki dari Dago ke Dayeuhkolot adalah di November 2003. Itu aku lakukan di hari Minggu yang kalo gak salah hari Minggu tanggal 26 Oktober 2003. Waktu itu setelah pulang gereja di GII Dago, aku ke Bandung Indah Plaza (BIP). Dan setelah makan bareng seorang temanku di McD BIP kami lalu masuk ke Toko Buku Gunung Agung, aku pulang. Bagaimana kalau aku jalan kaki aja, pikirku saat itu. Dan Akhirnya aku memang jalan kaki melewati jalur yang dilewati angkutan umum yang seharusnya aku naiki. Berangkat dari BIP sekitar jam 1 siang, aku tiba di kost-kostanku yang saat itu masih di Jalan Sukabirus Gg Atmawigena sekitar jam 3. Pegel? Tentu. Kaget dong kaki nih diajak jalan segitu jauh. Untuk jalur dan arah yang sama aku sudah sering jalan kaki sepulang gereja dengan jarak yang bervariasi. Ini terjadi di Mei 2004 yang lalu. Setiap Minggu dan setiap sepulang kebaktian yang diadakan di GII (kecuali 31 Mei 2004), aku selalu jalan kaki. Tapi lebih sering hanya sampai Kordon -yang jaraknya tinggal 2 km dari kost-kostanku- . Jadi yang seharusnya dari Dago itu naik 3 kali angkot, tiap minggunya aku tinggal naik sekali angkot aja.
Kalo dari Dayeuhkolot ke Dago aku lakukan baru 2 kali. Yang pertama itu aku lakukan di suatu Sabtu kalo gak salah di bulan Januari 2004. Dan yang kedua itu baru kemarin tanggal 30 April 2005 aku lakukan. Kalo yang kedua ini akan aku ceritakan di judul berbeda. Tapi kalo yang pertama akan aku ceritakan di sini. Hari itu hari Sabtu. Dan saat itu mungkin aku orang yang lagi stress berat. Bangun pagi sekitar jam 8, aku langsung pergi ke kantin kampusku untuk sarapan. Setelah sarapan, aku balik ke kamar kostku. Tapi langsung berangkat lagi. Tanpa mandi, dan mungkin tanpa gosok gigi juga. Aku memang udah pasang rencana waktu jalan mau pulang ke kost-kostan kalau aku jalan kaki ke Dago, ke sebuah taman di antara Hotel Holiday Inn dengan XL Shop Dago (sekarang XL Center), lalu nongkrong di sana sambil baca-baca majalah yang memang aku akan bawa. Benar aja aku langsung laksanain rencanaku itu. Aku pergi dengan hanya memakai sepotong celana pendek selutut hasil potongan celana jeans hitam dengan warna yang tidak hitam lagi karena luntur pernah aku rendam selama 2 minggu (panjang ya?!). Dan baju yang aku kenakan adalah sebuah sweater panjang tangan abu-abu tidak tebal bertuliskan VIA MONTENAPOLTEONE 27/ E MILANO di dada, punggung, dan lengan kirinya. Kakiku hanya beralaskan sendal jepit -bukan Swallow- berwarna biru yang dulunya aku pernah beli di Tops Buah Batu (sekarang udah berubah jadi Hero) seharga Rp 4900,00. Aku membawa majalah Movie Monthly (M2) di dalam tas sandang hitam merek Exsport yang dulu aku beli di Matahari Kings Kalapa. Berangkat sekitar jam 9, aku tiba di persimpangan Jl. Ir H Juanda dengan Jl. Merdeka sekitar pukul 11:30. Kakiku jorok melewati jalan penuh debu. Aku pun berpikir untuk mencuci kaki. Kalo di BIP kamar mandinya kan berbayar, sedang di Bandung Electronic Center (BEC) kamar mandinya gratisan. Aku kan masih orang Indonesia, jadi prefer gratisan daripada berbayar. Aku pun memutuskan lebih baik mencuci kaki di kamar mandi BEC. Masuk ke BEC, satpamnya kayaknya gak pake curiga. Walau mungkin hamir sama aja dengan gembel, penampilanku masih terbantu oleh tasku yang saat itu masih terlihat keren. Aku pun pergi ke kamar mandi. Masuk, lalu mulai deh mencuci kakiku hingga bersih. Pada akhirnya aku gak jadi ke taman yang sebenarnya jaraknya tinggal 200 meter lagi dari BEC. Cuaca tidak mengizinkan. Di luar hujan. Dan akhirnya aku keliling-keliling BEC dan duduk-duduk di bangku yang BEC sediakan di setiap lantai.
2.Halte bus transjakarta Monumen Nasional (Monas) - Stasiun Gambir di Jakarta. Gak gitu tahu apakah ini tergolong jauh. Tapi perasaanku sih bilangnya itu cukup jauh. Ada dua jalur yang aku udah lewati. Jalan lewat Medan Merdeka Selatan, dan jalan lewat Istana Negara yang di Medan Merdeka Utara (benar kan?). Berapa kali ya? Udah lupa tuh. Tapi kayaknya sih gak nyampe 5 kali.
3.Jalan Salemba (Fakultas Kedokteran UI) - RSCM - Stasiun Cikini - Rumah Sakit PGI Cikini - Jalan Salemba lagi. Jaraknya tidak bisa aku defenisikan karena gak gitu ngerti. Ini terjadi tahun lalu waktu aku mau nyari lokasi ujian SPMB 2004. Aku sudah ada bilang di awal kalau aku adalah tipe orang yang malu bertanya akhirnya jalan-jalan. Aku bukannya nanya tempat aku ujian -SLTPN 77 (klo gak salah ingat) Jalan Cempaka Putih (Raya) X?? (?? uda lupa juga, terus ada Raya apa ndak aku juga udah lupa)- malah berspekulasi kalau Jalan Cempaka Putih itu letaknya lebih dekat ke arah Gambir (Jakarta Pusat). Dan begitulah akhirnya, aku jalan-jalan dulu melewati rute di atas sampai akhirnya balik lagi ke Jalan Salemba. Karena tahu aku udah nyasar, aku gak malu lagi untuk bertanya. Aku bertanya kepada seorang supir bajaj yang sedang berhenti memperbaiki bajajnya. Finally aku naik bajaj ke SLTPN 77 itu, tidak mau berspekulasi lagi.
4.SLTPN 77 Cempaka Putih - Halte bus depan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) di Jakarta. Jaraknya aku juga gak gitu ngerti. Tapi jauh kan itu? Ini aku lakukan sepulang SPMB hari pertama tahun lalu. Alasannya ada juga alasan ekonomis. Kalau naik bajaj kena ongkos 4-5 ribu rupiah. Kalau naik angkutan umum, kadang aku punya prinsip mending jalan daripada nyasar. Memang sih bisa jadi sekalian untuk mempelajari daerah yang aku lewati. Makanya pulang ujian besoknya aku gak melakukan itu lagi, karena sudah lebih mengerti mau naik angkot yang mana. Selain itu keesokan harinya aku bawa 2 tas karena sepulang ujian mau langsung pulang ke Bandung lewat Gambir. Kalo jalan kaki juga, bisa tewas aku.
5.STT Telkom Bandung - Kantor Polisi Bale Endah di Dayeuhkolot, Bandung pergi-pulang. Jarak untuk sekali jalan kayaknya nyampe juga 4-5 km. Jadi kalau pergi-pulang, sekitar 8-10 km. Ini aku lakukan hari Senin tanggal 25 April 2005 yang lalu. Aku ke Kantor Polisi mau ngurus surat keterangan hilang kartu ATM ku. Aku mulai jalan sekitar pukul 12:45. Karena namanya masih di Dayeuhkolot, aku kira dekat. Tanpa tahu sebenarnya dimana letak Kantor Polisi itu, aku jalan aja. Prinsip malu bertanya masih melekat padaku. Tapi setibanya di sebuah simpang empat yang bentuknya tidak saling tegak lurus, aku berhenti. Ntar kalo salah jalan, bisa capek banget aku jalan tanpa ada hasil pikirku. Jadi deh aku bertanya ke seorang bapak. Dia bilang kalau Kantor Polisi itu di Bale Endah. Dia menunjukkan arah jalannya dan mengatakan kalau angkot yang lewat sana angkot yang berwarna kuning jurusan Ciparay - Tegalega. Tapi instead of naik angkot, aku malah jalan kaki mengikuti jalur angkot itu. Dan akhirnya sampai juga di Kantor Polisi sekitar 13:30. Di sana aku ada setengah jam hanya untuk mengurus sebuah kertas surat keterangan hilang. Maklum aja, butuh waktu begitu lama karena polisi yang tugas jaga bukanlah tukang ketik handal. Sekitar pukul 2 siang aku pulang dengan jalur yang agak berbeda tapi aku yakin akan menuju simpang empat tak saling tegak lurus tadi. Dan memang keyakinanku tidak salah. Akhirnya aku nyampe di perpustakaan kampusku sekitar pukul 3 siang. Setibanya di perpustakaan itu aku langsung ke kamar mandi untuk cuci muka. Maklum aja, sepanjang jalan yang aku lewati memang berdebu. Siang itu juga matahari memancar dengan cukup terik. Ditambah lagi dengan keringatku yang mengalir karena berjalan dengan kecepatan cukup tinggi -padahal tidak ada yang mau dikejar- dan pada siang begitu aku masih tetap aja setia memakai jaket. Dan memang selesai cuci muka aku langsung pulang karena aku merasa cukup capek. Aku tiba di kost-kostan sekitar pukul 15:20 dan baru menyadari telapak kakiku panas karena perjalananku itu.
Ada juga sih yang lain, tapi masih di jalur yang sama dengan Dago - Dayeuhkolot. Seperti Dayeuhkolot - Buah Batu (dan sebaliknya), Dago - Buah Batu, Dago - Lengkong, etc. Makanya kayaknya gak perlu dipaparkan karena selain di jalur yang sama, aku sudah sering melakukannya. Kayaknya kalimatnya terbalik deh. Karena sudah sering melakukannya dan pada jalur yang sama, kayaknya gak perlu dipaparkan lagi. Eh, sama aja ya?
Kakakku dan Mamakku tahu kalau aku pernah berjalan dari Dago ke Dayeuhkolot. Tanggapan mereka sih aku rasa kurang suka. Mungkin pemikiran mereka ngapain coba jalan kaki sejauh itu kalau bisa naik angkot, kayak orang kurang kerjaan aja. Kakakku malah bilang gini kalau aku bilang mending jalan karena menurutku itu dekat, "Kalau kau lah memang, semuanya samamu dekat. Ntar jalan kaki pula kau dari Bandung ke Jakarta"
Jalan kaki dari Bandung ke Jakarta? Aku rasa ide yang bagus. Itu kan gak nyampe a thousand miles. Karena jalan kaki dari Bandung ke Jakarta aja belum aku realisasikan, berarti gak mungkin dong aku bisa merealisasikan keliling dunia dengan jalan kaki. Nah lho?