Saturday, December 25, 2010
Selamat Natal (yang Aneh)
Thursday, September 30, 2010
Siantar-Sibuntuon
Aku tadi sangat mengantuk. Aku menyenderkan kepalaku di punggung Daniel sementara motornya bergerak ke arah Talang. Aku memang langsung teringat kepada kenangan masa di Sibuntuon, sebuah desa di Kabupaten Simalungun, sebelum keluarga kami pindah ke Medan tahun 1990. Bapak, Mamak, kakak, dan aku pergi ke Pematang Siantar sepertinya cukup jarang. Kami pergi ke sana hanya dalam rangka membeli baju baru menjelang Natal atau hari ulang tahunku dan kakakku. Menaiki "kereta" GL-100 yang dimiliki Bapakku sejak di Situnggaling (sebuah desa di dekat tempat pariwisata Sipiso-piso).
Kenangan tentang naik "kereta" dari Siantar ke Sibuntuon muncul karena aku teringat kalau aku sering sudah mengantuk dalam perjalanan pulang kami. Masih kuingat kalau aku naik di atas kap tempat bensin di depan Bapakku. Aku memakai helm, jaket, dan sepertinya juga memakai kacamata. Maklum, seingatku sering ada sejenis kunang-kunang yang berterbangan di atas jalan yang kami lalui yang tentu akan menyakitkan kalau mengenai mata.
Mengingat kenangan itu, aku jadi sangat iri dengan Bapakku.
Cukup...
Kalasan Dalam 44B
30 September 2010
23:39
Thursday, May 13, 2010
Tiba-tiba...
"jangan menyerah, Von!"
KGJ
Monday, December 28, 2009
Random: Apulman Saragih
Born in Parsinalihan, 29 December 1953. That's why he was called 'par-Parsinalihan' (like Jesus from Nazareth, par-Parsinalihan means Apulman Saragih from Parsinalihan).
He grown up in a village named Padang Bulan. He and his older sister was the only children who went to school from that village back in his childhood. He woke up earlier than his siblings and cooked himself an egg. That was the reason, according to his older sister, why he was smarter than his siblings.
He went to the same Sekolah Menengah Pertama with his future wife in SMP Negeri Raya. They only attended the same class in the 3rd grade in SMP, the smart(?) class.
He went to SMA GKPS Raya. He often got "Juara Umum" but he never got his present for being so. The present was given to his friends. (Or was taken?)
He was not allowed to take an exam to enter any Perguruan Tinggi Negeri. He was only allowed to take exam to enter 'sekolah pendeta' as it was his mother's promise to God.
He came to Jakarta in January 1974 right at the time Peristiwa Malari was happened. He attended Sekolah Tinggi Teologi Jakarta from 1974 until 1979. He took Church History as his major. He wrote about Sinalsal as his 'skripsi' under 'bimbingan' Th van den End.
In 1980, he married TL Purba right on his mother's 50th birthday.
He entered the 'masa vikar' in March 1980 and was ordained as 'pendeta' on 12 April 1981 in GKPS Teladan, Medan, just three days after his first child was born in Galang.
He became 'pendeta' in 4 places with not less than 30 congregations (in total) during his only 18 years of service.
How's that? Random?
Eydro's Residence
29 December 2009
07:05
Grandmom and Trully-Orang-Kampung
The fact that my almost-80-years-grandmom came by herself from Padang Bulan to Medan make me a little bit miss her. A story my mom told me about people in Padang Bulan also make me realize that I'm actually trully-orang-kampung.
Eydro's Residence
28 Desember 2009
22:35
Thursday, December 10, 2009
Archives to Remember
Aku pernah menemukan buku Bapak yang isinya daftar pengeluarannya sewaktu masih kuliah di Jalan Proklamasi 27. Ada juga buku harian yang berisi rincian singkat beberapa hal yang dia lakukan dalam satu hari. (Aku bahkan membawa buku catatan hariannya tahun 1978 dari Medan sewaktu pulang Desember lalu.) Aku juga pernah menemukan sebuah bundle surat yang merupakan copy carbon dari setiap surat yang dikirimkan (dan diterima) oleh Bapak, termasuk dari dan kepada beberapa perempuan yang dekat dengannya. (LOL.)
Tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Bapak dulu, aku pernah membuat daftar pengeluaranku di Microsoft Excel. Lebih canggih, bukan? Aku memang tidak punya buku harian, tetapi blogku ini dulu sebenarnya berfungsi sebagai catatan harian. Banyak entry dari journal-ku yang merupakan catatan atas rangkaian kegiatan yang aku lakukan dalam suatu hari. Soal surat-menyurat, sekarang memang tidak zamannya lagi. Sekarang sudah zamannya surat elektronik atau pesan pendek. Surel sudah pasti akan tetap berada di Inbox akun surel tertentu kalau tidak dihapus. Pesan pendek? Kapasitas penyimpanan pesan pendek di handphone kan terbatas. Tak mau kalah dengan Bapakku dulu, aku mulai membuat arsip pesan pendek yang aku terima di tahun 2003. Saat itu aku sedang jatuh suka dengan seseorang. Setiap pesan pendek yang aku terima darinya menjadi pesan pendek yang aku ketik ke komputerku. Kemudian kebiasaan itu berkembang ke mengetik semua pesan pendek yang masuk ke Inbox handphoneku.
Kebiasaan mengetik ke komputer semua pesan pendek yang masuk ke Inboxku berubah menjadi mengetik pesan pendek dari orang tertentu saja. Dan sekarang, aku malah tidak mengetik lagi pesan pendek itu. Aku hanya menyimpannya di handphoneku dan menyalinnya dengan menggunakan Nokia PC Suite ke komputer.
Pertanyaanku paling utama ketika hendak menulis ini adalah: akan diapakan nantinya semua arsip itu? Penting nggak sih, Von? Masak hanya untuk ditunjukkan ke anak cucu?


Abednego Residence
11 Desember 2009
10:45
Monday, October 12, 2009
Suka Tenggorokan Parasit
Sepertinya aku sudah mulai ngalor ngidul. (Benar tidak sih istilah yang aku buat?) Tetapi memang karena aku tidak punya tujuan khusus untuk tulisan ini, aku memang akan menulis apa saja yang ada di kepalaku saat ini. Oh iya, saat ini aku sedang mendengarkan lagu Gita Gutawa yang berjudul "Parasit". Lagunya menarik. Entah kenapa aku jadi suka lagu ini. Ada hubungannya juga sih dengan seorang temanku yang tiba-tiba suka dengan lagu ini. Dia menyebut seorang temannya 'parasit' mengikuti lagu ini. Padahal kan orang yang dia maksudkan sebagai 'parasit' itu tidak se-parasit orang di lagu yang dinyanyikan Gita Gutawa ini. Hanya saja pada akhirnya aku mengerti kenapa dia menyebut orang itu parasit, karena dia menceritakan sesuatu tentang ke-parasit-an orang itu menurut versinya. Ah, cukup sudah. Ku kini sudah mulai gerah. Aku perlu oksigen untuk bernafas.
Ke topik lain. Tadi sore aku berbincang-bincang dengan seorang teman cewek yang dulu aku pernah suka. Dulu? Masih tidak ya? Ah, kalau pun masih, aku kini sudah mengerti bagaimana dia menanggapi seorang yang suka padanya. Dia tidak menyukai seorang cowok yang suka padanya dengan alasan 'karena kamu cantik'. Padahal itu kan biasanya menjadi alasanku suka terhadap seorang cewek. Walaupun tidak sedangkal itu, biasanya unsur utama aku menyukai seorang cewek ya karena alasan itu. I name myself as a shallow man for that. Kembali kepada pembicaraanku dengan temanku itu. Aku tiba-tiba mulai bisa berbicara bebas dengannya, dan dia pun sepertinya begitu, karena pembicaraan yang sempat aku lakukan dengannya beberapa hari yang lalu. Kami berbicara tentang seorang temanku yang sedang menyukainya. Aku sebenarnya serasa seperti tertusuk sewaktu dia mengatakan kalau dia kurang suka (atau bahkan sama sekali tidak suka) dengan alasan seorang cowok menyukainya karena melihat dia berubah menjadi lebih menarik karena sesuatu perubahan yang terjadi padanya. Apalagi hanya itu yang menjadi alasan seorang cowok menyukainya. Hmm.. Apakah semua cewek yang pernah aku suka seperti dia ya? Sepertinya sih begitu. Ah, tidak juga. Ah, tidak perlu dibahas sepertinya. Selain hal itu, aku dan dia juga berbicara tentang perasaanku terhadap seorang perempuan saat ini. Pernyataannya tentang ketidaksukaannya terhadap alasan seorang cowok menyukai dirinya sebenarnya terlontar juga dari perempuan yang -sebut saja- saya suka saat ini. Itu memang membuat diriku berpikir ulang. Do I really like her? Walaupun aku punya alasan lain selain karena perempuan yang aku suka itu cantik, aku pikir itu pun masih alasan dangkal juga. Tunggu, aku kan tidak berbicara tentang ini dengan temanku itu.
Beberapa hari lalu, ketika aku pertama kali berbicara berdua dengannya, aku dianjurkannya untuk melakukan sebuah tips yang aku sendiri tidak bisa membahasakan ulang kembali. Hmmm.. Let me remember what she said. Ah, aku lupa. Tetapi ada satu hal yang aku paling ingat dari ucapannya. Dia berkomentar tentang lagu Pupus yang berbunyi, "baru ku sadari, cintaku bertepuk sebelah tangan.." "Jangan jadikan ini sebagai theme song cinta lo! Jadikan yang tadi gue bilang ke lo menjadi theme song di kepala lo!" Dia sebelumnya menyebut theme song buatnya adalah, "aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku, meski kau tak cinta." Apa lagi ya kemarin tips dari dia? Aku juga agak lupa, tetapi menurutku sangat menarik dan cukup mengubah pandanganku tentang menyukai seseorang (aku tidak atau belum berani memakai istilah mencintai).
Pembicaraan kami tadi sebenarnya pembicaraan mengenai seorang temanku yang menyukainya. Hmmm.. Aku mengerti apa yang sebenarnya diinginkannya. Aku belum bisa menyampaikan apa yang tadi aku bicarakan dengannya kepada temanku yang menyukainya. Lagipula dia juga sudah mempunyai seseorang di hatinya. Siapa ya? Aku juga jadi penasaran.
Aku sepertinya di sini malah menjadi membicarakan perasaan suka terhadap seseorang. Sudah lama memang aku tidak menulis lagi tentang perasaan suka. Aku lebih memilih menggunakan istilah jatuh suka daripada istilah jatuh cinta.
Ah, aku jadi ingat apa yang aku bicarakan dengan temanku itu. More than words. Intinya sih itu.
Kembali ke perasaan suka. Aku suka padanya. That's it. Dia sudah tahu. Now what?
(Note:Tulisan ini dibuat dalam keadaan cukup mengantuk)
KGJ
13 Oktober 2009
01:00
Wednesday, September 30, 2009
Aku, Bapakku, dan Koran
Salah satu kemiripan yang paling terlihat adalah suka mengoleksi barang-barang yang dianggap orang bisa saja tidak berharga, atau tidak bernilai untuk disimpan. Aku ingat kalau Bapakku mempunyai foto dengan Mamak sewaktu Bapak baru menyelesaikan kuliahnya di STT Jakarta. (Mereka tentunya belum menikah waktu itu.) Di foto itu terlihat ada tumpukan bungkus rokok di atas meja belajar Bapakku. Jumlahnya pasti tidak sedikit, karena sepengetahuan saya Bapakku dulu merokok ketika dia baru mau menulis skripsi. Sepertinya bungkus rokok itu adalah semua bungkus rokoknya selama dia menulis skripsinya.
Selain bungkus rokok itu, ada satu hal yang paling jelas yang masih aku ingat sewaktu kami tinggal di Jalan Cik Di Tiro 55, Medan. Bapakku berlangganan koran Suara Pembaruan (sepertinya dimulai begitu kami baru pindah sebulan dari Sibuntuon pada Agustus 1990). Semua koran yang ada disimpan dan dikumpulkan berdasarkan bulannya. Pada tahun 1996, kalau tidak salah, Mamak sedang berusaha untuk menjual barang-barang bekas yang ada di rumah. Bapak sempat menolak ketika koran-koran yang sudah terkumpul selama 5-6 tahun itu turut hendak dijual oleh Mamak. Pada akhirnya koran-koran itu dijual juga, dengan menyisakan koran beberapa bulan terakhir waktu itu. Alasan Bapakku untuk mengumpulkan koran itu? Manatahu ada yang membutuhkannya nanti suatu saat untuk membuat kliping dari koran-koran itu, katanya.
Kegiatan mengumpulkan barang-barang "tidak penting" seperti yang Bapakku lakukan juga aku lakukan dimulai dari aku kuliah di Bandung. Aku selalu mengumpulkan setiap struk ATM, struk belanja, dan struk apapun ke dalam suatu tempat. Sayangnya semua struk itu hilang dimakan rayap di kamarku di KGJ beberapa tahun lalu. Aku juga mengumpulkan koran seperti Bapakku. Lebih ekstrim dari cara Bapak dulu mengumpulkan, aku biasanya mengumpulkannya dalam keadaan rapi, halaman demi halaman diperhatikan. Semua koran itu pun harus tersusun sesuai dengan tanggalnya. Sebelum aku langganan koran Kompas selama dua belas setengah bulan (Maret 2008-Maret 2009), aku biasanya membeli koran eceran. (Biasanya aku membeli koran yang jumlah halamannya tebal. Koran hari Jumat atau koran dengan ada pembahasan khusus). Koran itu aku urutkan juga berdasarkan tanggal terbitnya.
Apakah alasanku untuk mengumpulkan koran itu? Aku malu menyatakannya di sini. Akan tetapi terjadi perubahan alasan untukku mengumpulkan koran itu, terutama karena jumlahnya yang sudah terlalu banyak. Aku berencana "untuk melakukan yang menurut saya bisa dilakukan dengan koran-koran itu.. yang ada dalam pikiran saya: menggunting dan mengumpulkan bagian Cerpen setiap Sabtu, bagian TTS-nya setiap Minggu, bagian iklan dari Experd (yang kadang ada kadang tidak) setiap hari Sabtu (di bagian Klasika), bagian Kolom Bahasa (yang tidak tentu kapan terbit), bagian Foto Minggu ini (di hari Minggu), bagian foto-foto yang menarik.."* dan seterusnya.
Hanya saja, karena tidak pernah jadi aku lakukan, koran itu pun hanya menumpuk di kamarku. Singkat cerita, aku mendapat ultimatum dari Mamak supaya aku menyingkirkan koran itu (karena menurutnya bisa jadi menjadi penyebab aku sering batuk-batuk beberapa waktu lalu). Awalnya aku ingin memberikannya kepada Tunggul dan teman-teman yang membuat kerajinan dari koran di kampus. Akan tetapi akhirnya ada Aiko dan Bu Ming yang ternyata membutuhkan koran sebagai alas untuk tempat ekskresi anjing-anjing kesayangan mereka. Jadilah kemarin semua koranku yang 13 tumpukan (Maret 2008-Maret 2009) diambil dari tempatku.
tulisan ini berakhir di sini! bingung mau tulis apa lagi..
KGJ
30 September 2009
15:02
*: copy paste from my comment here
Wednesday, June 25, 2008
26 Juni 1999-26 Juni 2008
Sembilan tahun sudah si Bapak Apulman Saragih tidak bersama-sama kami lagi.
Saat ini gue sepertinya masih kangen ama dia. Am I? Are you?
Tuesday, August 28, 2007
Salam ya buat Ayahmu...

Awalnya gue gak begitu yakin. Dia hanya bilang kalau dia itu masuk tahun 1974 di kampus gue. Sewaktu dia mengisi daftar hadirlah baru gue yakin kalau dia itu memang teman sekelas Bokap dulu.
Pak Purboyo: "Givendra Saragih.."
Saya mengangkat tanganku.
Pak Purboyo: "Teman saya dulu ada yang bermarga Saragih. Ayahmu pendeta?
Gue: "Iya Pak."
Pak Purboyo: "Siapa namanya?"
Gue: "Apulman Saragih, Pak."
Pak Purboyo: "Iya. Itu teman sekelas saya dulu. Tapi bukan berarti karena anaknya teman saya nilainya saya kasih bagus ya. Salam ya buat Ayahmu."
Seketika teman sekelas gue seperti tersentak mendengar ucapan Pak Purboyo itu - teman-teman gue pada umumnya udah pada tahu kalau Bokap udah gak ada. Gue sih biasa aja.
Selesai jam kuliah, gue berpikir kalau sebaiknya Pak Purboyo itu tahu kalau teman sekelasnya yang dia titipkan salam sudah tidak ada lagi. Gue pun memberitahunya.
Setelah dua minggu mengikuti kuliah darinya, gue jadi berpikir. Kayaknya Bokap gue bakalan setua dia deh sekarang kalau masih ada. Dilihat dari pemikirannya, mereka juga gak gitu jauh beda, jemaat-oriented. Nilai positifnya, gue jadi ingat salah satu alasan mengapa gue masuk ke kampus gue sekarang. Menjadi mirip seperti Bokap (positively) dalam hal sebagai pendeta.
Ah, gue udah ngelantur. Tulisan ini sebenarnya hanya mau bercerita tentang "Salam ya buat Ayahmu..."
foto adalah foto Pak Purboyo sedang mengajar kuliah Pembangunan Jemaat di kelas kami, 27 Agustus 2007.
Saturday, September 2, 2006
Stres dalam Stres Pasca OSMABA

Maklum deh. Kuliah gue di STT Jakarta sudah dimulai lagi, tetapi stres pasca OSMABA saja belum selesai. Karena Chrisye ada bilang di lagunya, "..badai pasti berlalu..," maka gue pikir stres pun pasti berlalu.
Seharusnya stres pasca OSMABA sudah bisa berlalu. Tetapi, ternyata muncul stres baru buat gue. Sayangnya masih di dalam masa stres pasca OSMABA, bahkan berhubungan dengan apa yang gue lakukan pada masa stres itu. Memang apa yang telah gue lakukan? Ah, gue gak mau ikut membuat Anda yang membaca ini stres.
Ah, tulisan ini gue buat pada masa stres. Apa sih yang bisa dibuat oleh orang yang lagi stres? Apalagi stres yang gue rasa saat ini rasanya lebih parah dari saat gue pernah stres karena merasa telah membunuh Apulman Saragih.
Nah.. Saya ingatkan agar Anda jangan ikut-ikutan stres membaca tulisan ini. Coba hitung saja berapa banyak kata stres di dalam tulisan ini!
Berapa banyak? Ratusan? Gak nyampe atuh. Kumaha atuh. Nu bener atuh ngetangna!!
^_^
Kalasan Dalam 44B, Jakarta
21:08
2 September 2006
DAY-8159
Saturday, August 12, 2006
Kalau saja..
Gue barusan menangis. Hanya karena baca tulisan kakak gue di blog Friendsternya. Sebelumnya gue memang udah sempat lihat blognya, tetapi gue gak "notice" kalau ada tulisan itu. Gue baru "notice" setelah blog kakak kandung gue satu-satunya itu gue simpan ke flashdisk dan gue baca di komputer gue.
Tulisannya seperti sebuah surat untuk almarhum Bapak gue. "If only I could have the chance to meet and talk to you personally… then this is what I would say:..." Tulisannya dimulai dengan kalimat ini.
Isi tulisannya mengingatkanku kembali kepada banyak hal yang telah terjadi setelah kepergian Bapak. Dan gue pun harus menangis. Bagaimana mungkin gue gak menangis?
Dan tulisannya memang hanya bisa diakhiri dengan "Kalau saja.."
Kalau saja..
Kalasan Dalam 44B, Jakarta
12:38
13 Agustus 2006
DAY-8139
Wednesday, August 9, 2006
It's all in your mind..
Semua itu tergantung pada pikiran kita sendiri. Gue suka atau gak suka ama loe, itu tergantung oleh pikiran gue. Sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang loe perbuat.
It's all in your mind..
Monday, June 26, 2006
(Also) My Mourning Day
Tulisannya memang sederhana, seperti puisi. Hanya saja, kalau Anda -yang mungkin membaca ini- adalah saudara kandung kakak gue juga, Anda pasti merasakan yang sama dengan gue dan juga kakak gue.
26 Juni 1999. Hari itu.. Gue masih ingat gue gak nangis waktu Bapak gue gak bernyawa lagi. Dia dibawa keluar dari ruang ICU dengan kain putih menutupi tubuhnya. Yang gue tahu, dia gak akan pernah kembali.
Kakakku? Dia masih di jalan sewaktu Bapak menghembuskan nafas terakhirnya. Gue sendiri sebenarnya gak melihat Bapak gue melakukan hembusan nafas terakhirnya. Tapi, hari itu memang merupakan hari yang sangat mendukakan hati bagi kakak gue. Lebih berduka dari gue...........
*!@)(#*)$*(*&$*&@^#&$%&@#^%$(*&%?":}{\= (gue susah ceritainnya... tapi gue kangen banget ama Bapak gue)

It's been 7 years. But, we still miss you, Dad.
17:15
26 Mei 2006
DAY-8091
"My Mourning Day" by My Sister
June 26, 1999 -- My mourning day...
It was the date that I've ever hate for...
It was the date that I've ever regret for...
It was the date that I've ever missing for...
It was the date that I've ever dying for...
My mind still picture every seconds count what happened then...
My heart still suffer every pieces of hurts...
My eyes still sense each tears falls down...
My lips still feel the last kiss on your hair...
Saturday, June 26, 1999
my mourning day...
my grieve...
"I love you, Pa and I'll miss you..."
Monday, June 26, 2006
still in this mourning and grieving...
"I still love and miss you, Pa..."
I always will...
-your one and only daughter-
WITHRI SARAGIH
Withri Saragih is my only sister. She is now working as an apprentice in Public Accountant Office in Kuningan.
taken from http://withrisaragih.blogs.friendster.com/my_blog/2006/06/june_26_1999_my.html
Tuesday, June 20, 2006
Bald
I ever thought that I would let my hair as long as possible, so I can make my hair banded. I like a girl with hair banded, especially the hair banded that make a girl look sporty. When my hair length had been quite enough to make my hair banded, I band my hair. But it was not really quite enough to make my hair neat.
In the other hand, I got problems with my hair. I had a lot of dandruff. Even I used an anti-dandruff shampoo, it didn't quite work. I had the dandruff fall over my hair even after my hair was just washed.
When I went to my family's house, my Bapa Tongah (or can be also freely translated as uncle) said that my hair made me looks like a girl. A girl isn't determined by her hair, I said to myself. But, my coming to their house had made me decided to cut my hair. Actually, I had decide to cut my hair before go to their house. But I didn't find any good place and have reasonable price to cut my hair.
The next week, I got my hair cut. Not because what my Bapa Tongah words, but because I didn't want look not neat when one of the head of my church synod would come to my family's church. I cut my hair on Saturday, a day before I came to my family's house for the Monday's job that had been given to me by my cousin in their church.
In my last hair cut before that day, I also go to the same barber shop. I didn't satisfy with his way cut my hair. That's why I decided to shave my hair off. Two days after I got my hair cut, I went to Atrium Plaza with my friends. I went there to get my hair shaved off in Johny Andrean Training Center. That's why my head now was already bald.
01:19
June 16, 2006
DAY8081
Thursday, May 25, 2006
Potong Saja, Pak!
Kalau saja kalimat itu tidak keluar dari mulutku 7 tahun yang lalu di tanggal yang sama dengan hari ini..
Kalau saja..
Thursday, September 15, 2005
Sakit
Tetapi aku jadi ingat pesan tak langsung yang pernah almarhum Bapakku bilang. Jangan pernah menghitung apa yang telah kau lakukan. Aku pun agak jengkel sebenarnya dengan teman sekamarku itu karena membiarkanku melakukan semuanya sendiri, padahal aku lagi sakit gitu lho. Thanks God, aku bisa ngerjain semuanya well enough.
Sekarang, waktu aku mengetik entry jurnal ini, aku sudah membaik. Semoga aku bisa cepat sembuh.
Doakan saya ya!
Wednesday, May 18, 2005
Miss You, Dad
Aku Bercinta
Aku memutuskan ini sikapku. Aku takkan mau disentuh oleh lelaki. Lelaki yang aku cintai sekalipun. Tidak. Sebelum aku menjadi isterinya. Tidak akan. Sebab biarpun kami saling mencintai, yang kupahami adalah, kami harus membiarkan diri kami bebas mandiri, tak dimabuki perasaan yang emosional. Tapi dipenuhi perbuatan. Berbuat yang terbaik bagi kekasihku. Dan menerima perbuatan baiknya untukku. Jejaka yang membiarkan aku tumbuh asri, tanpa gangguan tangan halusnya memang aku rasakan sebagai aksi cintanya kepadaku.
Itulah aku. Sebagai gadis ceria dari pertumbuhan remajaku, sudah banyak lelaki yang kukenal. Walaupun mereka tak kuberi menyentuh tubuhku, tetapi mereka semakin mencintaiku dan membiarkan hidupku mandiri.
Mereka memang tidak banyak. Satu, dua, tiga atau…ya empat orang. Itu kuingat benar. Pertama kali, memang mereka jengkel. Masak sudah lama bergaul namun tak ada kecupan di pipi atau pegangan tangan. Gerutu mereka kuingat. Namun aku katakan, ”Bila sempat mengusik pendirianku, biarlah kau pergi entah kemana. Aku tidak akan merasa kecewa atas kepergianmu.” Sebabnya ini. Benar aku merdeka dan tak pernah merindukan elusan tangan si dia yang telah pergi bersanding dengan wanita yang dicintainya.
Cukup menyenangkan memang. Biarpun berpisah dengan pacarku, mereka pamit untuk mempersunting gadis pujaannya, aku tetap tegar penuh semangat. Cinta memang membiarkan sesamanya bertumbuh bebas dan merdeka. Tak diikat oleh puja dan puji yang tak mahal keluar dari si dia yang kucintai.
Di usiaku yang ke-24 tahun, aku bertemu dengan teman sekelasku di SMP dulu. Kenangan di ruang kelas dengannya terus mengalir dalam percakapan kami. Aku aktif bersamanya dalam kegiatan gerejawi. Main drama, koor, kebaktian pemuda dan merayakan Natal. Kami tidak pernah bicara soal cinta. Kami berbicara mesra tentang kegiatan gereja dan masa sekolah kami dulu. Rutin memang sebagai mahasiswa, si dia ini menarik perhatianku. Kegiatan mengajarku selaku guru tetap bersemangat.
Keraguanku mulai terbukti ketika ia mulai menggandeng wanita lain di hadapanku. Soalnya sepele. Ibuku marah ketika kawanku ini datang. Besoknya ia bersama gadis lain. Tapi aku kuatir. Tak mungkin kemarahan ibuku memisahkan kami. Aku tak putus asa. Seperti biasa aku bertemu dia di gereja. Hanya saja aku tidak diantarnya pulang seperti selama ini.
Tanpa kuketahui penyebabnya ia datang lagi. Dan memulai percakapan pengalaman sewaktu kami di SMP dulu. Saat ia diwisuda, orang tuanya datang ke rumah kontrakku, ia memperkenalkan ayahnya. Calon mertuaku? Tidak. Sebab kami tidak pernah bicara soal perkawinan, tetapi, mungkin juga. Sebab kenapa orang tuanya harus dibawa kepadaku? Ia memang pernah cerita. Tanpa persetujuan orangtuanya ia takkan menikah dengan seseorang.
Inilah mungkin saatnya orang tuanya menilai diriku sebelum menyetujuinya. Dan benar juga. Tekadku untuk tidak dijamah oleh siapapun, selain yang menjadi suamiku terwujud. Ia beritahukan aku bahwa orangtuanya setuju……… Ia jadi suamiku……… Kami saling mencinta. Dan tanpa kuketahui sebabnya aku dulu membiarkan tanganku dielusnya. Hanya itu. Dan dialah membelaiku kini dalam mengayuh rumah tangga bahagia kami. Hanya dia dan memang kepadanyalah aku curahkan segalanya.
Selaku suku Simalungun ia menuruti tradisi kami. Malam penuh bahagia itu, sang suami mempersembahkan sekapur sirih. Aku bersedia menerimanya, tanda kebahagiaanku bersamanya memasuki kesucian perkawinan.
Cerita di atas ditulis oleh Malulu antara tahun 1997-1999 di Batam. Malulu bukanlah nama sebenarnya dari si penulis. Nama sebenarnya dari Malulu adalah (the late) Apulman Saragih. Tapi waktu aku menemukan tulisan itu dimuat di Poldung, nama penulisnya memang Malulu. Poldung sendiri adalah sebuah tabloid yang diterbitkan oleh Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Resort Batam yang pada saat itu yang menjadi pendeta di sana adalah penulis sendiri. Gak ngerti deh masih terbit apa ndak tuh tabloid. Soalnya yang punya ide tuh tabloid untuk terbit kayaknya sih si penulis sendiri yang sekarang sudah gak ada lagi. Waktu pertama membaca sih aku udah ngerti kalau itu cerita sebenarnya kisah yang pernah dialami si penulis, karena aku sudah pernah dengar sendiri cerita itu langsung dari istri si penulis. Tapi memang "aku" dalam cerita itu jelas bukan si penulis, melainkan istri si penulis. Si penulis sudah jelas dong berperan sebagai apa dalam cerita itu. Dan apa hubungannya antara penulis dengan aku? Yeah, he's my late dad. A great dad yang bukan kami keluarganya aja yang merasa kehilangan. Tapi sayang salah satu penyebab dia pergi adalah aku. And now I miss him so much. I never felt like this before he left. Miss you, Dad.
as posted in vontho.blogspot.com
In the hard time like now, why do I have to miss him again.
Wednesday, April 13, 2005
I Had A Dream Last Night
à ma place la nuit, 12 avril 2005
Last night, aku mimpi. Aku memang jarang mempermasalahkan mimpiku. Tapi kali ini aku mimpi sepertinya bisa dibilang berbeda dengan keadaan aku mimpi seperti biasanya. Saat ini aku sedang error. Hard to describe it, but right now i feel that there's no good in me. Jam tidurku berubah dimulai tanggal 9 April lalu. Aku gak pernah tidur kurang dari jam 12, bahkan hampir selalu lebih dari jam 2. Tapi kemarin sepertinya berbeda. Kalo ingatanku gak salah (maklum, ingatanku sepertinya error juga saat ini) aku tidur sekitar jam 12 lewat, tapi kalaupun salah tidaklah seperti biasanya lewat dari jam 2.
Karena aku bukanlah orang yang mahir menceritakan ulang sesuatu yang aku lihat ataupun aku alami, makanya di sini juga pemaparan mimpiku semalam juga bakalan gak seseru yang aku lihat di mimpiku.
Hal pertama yang ada dalam mimpiku adalah aku melihat Bapakku dan Mamakku. For the record, Bapakku died on June 26th 1999. Setelah kematiannya, aku memang pernah mimpiin dia. But most of the scene in my dream show that he was just there, but not talk anything at all. Karena ingatanku payah mengenai mimpi, aku gak gitu ingat apa kemarin dalam mimpiku dia ada ngomong apa ndak. Tapi Mamakku juga ada di dalam mimpiku. Aku bermimpi kami sedang di acara nikahnya paribanku (yang kemarin waktu aku mau pulang dari Medan menikah). Mamakku juga sebenarnya jarang masuk mimpiku, makanya aku bilang mimpiku kali ini berbeda.
Mimpiku tidak hanya itu aja. Yang aku ingat cuma ada tiga scene. Scene 1, yang di atas.
Scene 2, aku datang ke (mungkin) KFC. Di sana aku ketemu ama temanku yang aku juga sudah lupa siapa. Tapi di dalam mimpiku itu diceritakan kalau mereka makan di situ dibayarin ama teman sekosku yang namanya Desu. Bahkan sepertinya semua yang di tempat makan itu akan dibayari ama Desu. Maklum, di mimpi ini diceritakan kalau dia membayar milyaran rupiah.
Scene 3, masih di tempat yang sama. Tapi yang aneh di sini ada anak perempuan tetangga kami. Dia bekerja sebagai salah satu karyawan tempat itu. Karena tahu dibayarin, di mimpi itu aku minta untuk dibungkusin aja. Nah, anak tetangga kami ini deh yang ngebungkusin. Anehnya ntah apapun yang ada dalam bungkusan itu dia bilang harga semuanya 50rb. Dan selain scene itu masih ada scenes lain sih. Tapi itu dia, aku gak ingat.
Aku ingat tadi pagi aku ada bangun sekitar jam 7. Tapi tidur lagi. Hebatnya mimpiku yang sebelum bangun ternyata bersambung lagi lho beberapa saat aku tertidur lagi. Demikianlah seterusnya aku bangun lalu tidur lagi sampai aku akhirnya baru bangun (benar-benar bangun) sekitar jam 12. Jadi, kalau benar kemarin aku tidurnya hanya beberapa menit selepas dari jam 12, berarti aku udah tidur sekitar 11 jam lebih.
Tapi bicara mengenai mimpi, aku memang gak gitu permasalahin apakah itu ada artinya apa ndak. Soalnya aku memang sering mimpi yang aneh dan bahkan sepertinya apa yang ada dalam mimpiku itu ada juga yang benar-benar terjadi. Waktu SMP aku pernah mimpi lho kalau Bapakku meninggal. Dan ternyata Bapakku meninggal waktu aku baru tamat SMP. Aku gak ngerti apa artinya kalau mimpi digigit ama ular. Tapi aku juga pernah mimpi lho digigit ama ular. Dan setelah itu aku memang pernah digigit ama ular, walaupun hanya ular sawah. Terus waktu aku semester 2, aku bahkan mimpi kalau aku meninggal. Nah lho?
Apa yang ada dalam mimpi kemungkinan juga memang gak akan terjadi. Salah satunya ya kalau dalam mimpiku Bapakku ada bersama-sama kami. Ini tulisan udah selesai belum ya?