Usulan gue memang usulan tolol, tetapi kenyataannya usulan tersebut malah dipakai.
Begini ceritanya. Tadi sore diadakan Pertemuan Umum Mahasiswa (PUM) di aula kampus gue. Seperti biasa, molor adalah kewajiban. Seharusnya dimulai pukul 15.30, PUM baru dimulai pukul 16.15.
Persyaratan sebuah PUM dinyatakan sah adalah minimal dua per tiga dari jumlah mahasiswa hadir, yaitu sekitar 143 orang. Kekhawatiran akan tidak terpenuhinya syarat tersebut memang terlihat dari 15 menit sebelum waktu dimulai, jumlah yang hadir hanya 80an orang.
PUM pun dimulai oleh pemimpin* sidang, yaitu Ketua BPM. Dia membaca syarat pertemuan tersebut sah, sesuai dengan AD/ART whatever it's name. Dan inilah yang membuat saya memberikan usul tolol. "..jika jumlah peserta tidak memenuhi syarat, maka PUM ditunda maksimal satu minggu. Dan bila pada PUM berikutnya jumlah peserta masih tidak memenuhi syarat, maka PUM dianggap sah.."
Setelah membaca peraturan tersebut, dia mengatakan jumlah peserta masih tidak memenuhi syarat. "Ada usulan konkrit?"
Aku berbicara-bicara dengan Hans. Aku sampaikan usulan tolol itu. Hans, gue gak berani ngomong, menyampaikannya di depan. Dan usulan tolol itu adalah: "PUM ditunda. Lalu laksanakan PUM berikutnya, segera setelah PUM ditunda."
Keputusan: "PUM ditunda pukul 16.20. Dan PUM berikutnya akan dilaksanakan pada tanggal 5 Desember pukul 16.30."
Usulan atau peraturannya kah yang tolol?
* : Pemimpin rapat menggunakan istilah yang salah, yaitu pimpinan.