Pages

Tuesday, June 27, 2006

Situasi Kamar Gue

Sejauh mata memandang, seluruh kamar gue sudah diisi oleh barang-barang gue. Hanya saja kata yang paling tepat untuk menggambarkan kamar gue adalah "berantakan".

Gue sendiri bingung gimana caranya gue akan membereskan kamar gue ini. Baiklah gue mulai menggambarkan keadaan kamar gue -- sepandai yang gue bisa.

Jika loe berkesempatan berkunjung ke kontrakan kami, maka kamar gue adalah kamar yang terletak di lantai dua, tepat dekat dengan tangga. Begitu tiba di lantai dua, loe udah bisa ngeliat kamar gue terbuka. Gue memang membiarkan kamar gue terus terbuka karena gak akan ada yang minat masuk ke kamar gue selain gue sendiri.

Belum tiba di pintu kamar gue, loe udah ngeliat sebuah radio terletak tepat dekat pintu. Kalo tertarik untuk melihat kamar gue, loe akan terkejut melihat mouse komputer gue terletak next after the radio. Loe akan disambut oleh sebuah komputer Pentium 4 milik gue begitu loe menginjakkan kaki di dekat pintu kamar. Sekarang ini aja gue lagi ngetik tepat di dekat pintu dan menghalangi orang masuk ke kamar gue. Alasan gue naro komputer gue dekat pintu adalah supaya gue bisa ngetik atau ngerjain sesuatu di komputer gue sementara pertandingan Piala Dunia 2006 bisa gue tonton langsung dari tempat gue duduk sekarang.

Nah, sekarang gambaran mengenai kamar gue akan gue lanjutkan dengan gambaran dari posisi gue duduk di depan komputer gue, sambil mendengarkan lagu dari Winamp 5.11 gue.

Kabel-kabel berseliweran dekat komputer gue. Kabel mouse, kabel USB, kabel keyboard, kabel power untuk radio, kabel speaker, kabel printer, dan juga kabel charger.

Plastik-plastik terletak di sini dan di sana. Plastik-plastiknya ada yang gak berisi apapun dan ada juga yang berisi. Di depan pandangan gue, ada plastik berisi sepasang sepatu berwarna coklat, plastik berisi kaos kaki kotor --masih tetap di dalam plastik itu sejak pindah awal Juni lalu dari asrama, dan plastik berisi obat-obatan. Di arah jam sembilan gue duduk sekarang, ada sebuah plastik berisi sampah. Di arah jam sebelas, ada dua buah plastik berisi barang-barang pindahan dari asrama yang juga belum gue sentuh isinya.

Kotak-kotak juga memenuhi kamar gue. Baru aja gue mengangkat kotak berisi kertas-kertas penting dan gak penting milik gue dan meletakkannya di belakang monitor komputer gue ngetik ini. Ada juga kotak berisi buku-buku gue. Nah, ini dia kotak gue yang isinya cukup mahal kalau dihitung nilainya. Kotak ini berisi majalah-majalah yang gue beli selama setahun ini. Mungkin satu saat akan aku hitung berapa pengeluaran gue untuk majalah-majalah gak penting itu. Oiya, di sebelah gue juga ada kotak yang tadi baru gue buka. Isinya handuk-handuk kotor gue, sprei kotor, dan celana-celana pendek gue yang sekarang udah gue rendam untuk dicuci besok pagi.

Kasur gue sebenarnya belum ada. Teman gue aja yang berbaik hati memberikan kasurnya ke gue untuk tempat gue meletakkan badan gue setiap malam. Nah, kasur tipis itu sekarang dipenuhi oleh pakaian-pakaian gue yang baru gue cuci Sabtu lalu, juga ada buku-buku gak penting yang sering gue bawa beberapa waktu lalu di tas gue, dan dua bungkus Indomie di dalam plastik belanjaan dari Giant.

Ada enam tas terletak di lantai di kamar gue. Dua tas besar tempat pakaian-pakaian dan kain-kain gue waktu pindahan -- dua-duanya masih berisi karena lemari gue belum ada, satu tas ransel yang Minggu lalu gue pake untuk tempat barang belanjaan gue dari Giant di Plaza Semanggi, satu tas ransel rusak tempat barang-barang kecil gue waktu pindahan, satu tas sandang yang hari ini gue pake ke kampus -- baru saja dibalikin teman gue setelah 3 minggu keluar dari asrama, satu tas sandang bercorak militer --hadiah dari majalah Cosmopolitan Men, dan satu tas sandang yang dikasi kakak gue --hadiah dari Maybelline (?).

Gue juga punya dua tempat pakaian. Itu lho, tempat pakaian yang sering dijual di bus-bus itu. Gue buat yang satu untuk tempat pakaian bersih dan satunya lagi untuk tempat pakaian kotor. Fortunately, isi pakaian di tempat pakaian bersih gue lebih banyak dibanding  di tempat pakaian kotor gue. Hanya saja pakaian bersih itu tidak layak langsung pakai. Belum disetrika, euy.

Sektor paling parah di kamar gue adalah sektor yang berada di arah jam sebelas gue duduk ngetik ini sekarang. Banyak sekali barang-barang dan benda-benda (apa bedanya barang ama benda?) kecil yang jumlahnya ratusan. Berapa banyak? Ratusan. Lebih... Karena banyaknya gak akan semuanya bisa disebutkan ataupun dituliskan di sini. Tetapi mari gue coba membuat daftarnya: tempat kacamata gue, kotak tempat tinta stamp-pad; dua kotak tempat celana dalam berisi struk-struk belanja, struk atm, dan struk-struk lainnya; pembolong kertas; dua gulungan benang, hitam dan putih; gunting, panjang dan pendek; tempat pulpen; kartu telepon SingTel, nemu di jalan; kartu Joker, punya teman gue; beberapa notebook, di antaranya notebook dari Plaza Semanggi dan dari majalah M2; buku-buku Saat Teduh; Energen Cereal rasa Kacang Hijau; starter=kit Telkomsel simpati; kartu ucapan selamat ulang tahun; cutter; dua earphone milik gue; tissue Tessa yang masih belum gue buka; dua lembar uang seribu rupiah; double-tape yang masih di dalam plastiknya; botol Aqua 1,5 liter; kamus, Hasta dan oxford; tumbler dari Hoka-hoka Bento; Reader's Digest Indonesia edisi Agustus 2005-April 2006, Reader's Digest Asia, Reader's Digest (USA) edisi tahun 1984; buku tahunan SMUNSA 2002 milik temang gue Marettha, gue gak tahu kapan akan gue balikin ke dia; lipgloss, gak tahu milik siapa, ada di gue setelah malam gembira Dies Natalis kampus gue tahun lalu; Redoxon; Gilette Vector; lem; CD buku English for Theology milik Rael yang belum gue balikin;stamp-pad; tempat stationery berisi uang receh; and so on.

Terus ada dua printer di kamar gue. Satu adalah milik Daniel Manalu, senior gue: Canon S1000SP. Satu lagi milik Hans: HP PSC1410.

Gimana? Apakah gue berhasil memberi gambaran betapa berantakannya kamar gue? Menurut gue sih kurang berhasil, atau bahkan tidak berhasil. Sama seperti gue gak berhasil membereskan kamar gue.

Kata Putri, teman gue yang udah pernah ngeliat betapa berantakannya kamar gue -- walau sekarang lebih berantakan dari waktu dia ngeliat kamar gue--, gue butuh seorang cewek, untuk memperhatikan gue dan juga untuk membereskan kamar gue. Nah, pertanyaannya adalah apa ada cewek yang mau ama gue apalagi melihat betapa berantakannya kamar gue. Memangnya dia mau jadi pembantu untuk beresin kamar gue.

Nah, kakak gue Sabtu lalu nelepon dan bilang ke gue kalau dia disuruh oleh bos dari Medan -- selain orang Medan silahkan gak ngerti maksudnya-- untuk melihat kamar gue dan membereskannya kalau berantakan. Gue ngeles deh kalau gue mau ke tempat dosen gue untuk ngejaga rumahnya selama seminggu dan dia gue suruh untuk datang Sabtu ini aja. Memang sih gue seharusnya sudah bersama teman gue saat ini di rumah dosen Teori Musik Dasar gue itu yang sekeluarga pergi berlibur. Tetapi karena maksud kedatangan kakak gue Sabtu ini, selama seminggu ini gue mau mencoba membereskan kamar gue semampu gue. Sayangnya hasilnya malah tambah berantakan.

Gue butuh pegangan nih. (Gue bingung gimana mo ngeberesin kamar gue.)

Kalasan Dalam 44B, Jakarta
21:26
27 Juni 2006
DAY-8092

Monday, June 26, 2006

The Da Vinci Code Seminar Report

The Da Vinci Code Seminar Report

There was a seminar about The Da Vinci Code last Saturday
(ini sudah salah. seminarnya hari Jumat). The seminar was held in our school’s hall. The seminar was started right about 9 am that morning. The seminar was opened by Bang Martin. Then Ms. Sylvana Ranti-Apituley was the one who spoke to explain why the seminar was held. She said that the seminar was held because the appearance of The Da Vinci Code movie. The novel has been distributed in Indonesia since 2 years ago, but she said that Indonesian reader seldom read that book because it’s thickness. So, the widespread of The Da Vinci Code and it’s controversy is easier and greater by the movie, even the one who has read the novel said that the movie is as good as it’s novel.

The moderator of the seminar was Mr.Trisno Sutanto. His face just looks like Mr.Rasid Rahman, our Liturgika lecturer. He then introduced the speakers of the seminar. They are Romo Mardi Atmaja, Rainy Hutabarat, and Dr.Ioanes Rakhmat. Romo Atmaja was appointed to represent the Catholics view, but Romo said that he didn’t want to represent the Catholics. He was just represents himself. Rainy Hutabarat represents the feminist view, and Dr.Ioanes Rakhmat represents the New Testament view.

In Romo’s view, TDVC is just a novel. It’s a belief, but it is not a faith expression. He also said that it doesn’t need to have an emotional reaction to TDVC, because the Catholics never respond TDVC seriously, but the Opus Dei. He also said if you want to take it seriously, it’s up to you.

In Hutabarat’s view, the novel TDVC was not written in the feminist view. The novel just tells about the sensitive thing in Christianity history and also the exclusion of the woman in the church history.

In Ioanes Rakhmat’s view, there is a lot of mistakes that Dan Brown, the author of TDVC, using the source. The mistake that the author made is about the interpretation of Gospel of Maria. The author also made mistake in the church history. Dan Brown said that Jesus was said as God was decided in a convention, but the truth is the faith stance about Jesus was established since the first century.

For me the seminar is a kind of enlighten for my mind. I’m not read the novel neither watch the movie yet. So, the seminar is useful for me if sometime I’ll read the book.

The seminar ends at about 12 o’clock.

Created on 6/20/2006 6:28:00 AM
------------------------------------------------------------------------------------------
Ingin mencoba kepandaian Anda dalam berbahasa-Inggris? Cari kata, frasa, ataupun kalimat yang salah, fragment, atau kurang efektif dari tulisan di atas!

Gue Dapat Gelar Doktor Teologi?


Jangan pernah percaya kalau saya mendapat Doktor Teologi. Foto yang ada di samping ini pun hanyalah bohongan belaka. Tidak diedit kok. Hanya saja gue kebetulan bisa dapat stola(?) D.Th sewaktu mau difoto fotografer wisuda STTJ tanggal 10 Juni lalu.

Walaupun fake, jarang-jarang lho ada orang bisa kayak gue.

(Also) My Mourning Day

Membaca tulisan kakak gue berjudul June 26, 1999 -- My mourning day.. di blognya di Friendster -gue post di sini juga- sebenarnya cukup untuk membuat gue menangis. Tetapi gue gak menangis. Hanya saja mata gue bisa basah kalau baca ulang tulisan itu lagi.

Tulisannya memang sederhana, seperti puisi. Hanya saja, kalau Anda -yang mungkin membaca ini- adalah saudara kandung kakak gue juga, Anda pasti merasakan yang sama dengan gue dan juga kakak gue.

26 Juni 1999. Hari itu.. Gue masih ingat gue gak nangis waktu Bapak gue gak bernyawa lagi. Dia dibawa keluar dari ruang ICU dengan kain putih menutupi tubuhnya. Yang gue tahu, dia gak akan pernah kembali.

Kakakku? Dia masih di jalan sewaktu Bapak menghembuskan nafas terakhirnya. Gue sendiri sebenarnya gak melihat Bapak gue melakukan hembusan nafas terakhirnya. Tapi, hari itu memang merupakan hari yang sangat mendukakan hati bagi kakak gue. Lebih berduka dari gue...........

*!@)(#*)$*(*&$*&@^#&$%&@#^%$(*&%?":}{\= (gue susah ceritainnya... tapi gue kangen banget ama Bapak gue)



It's been 7 years. But, we still miss you, Dad.

Proklamasi, Jakarta
17:15
26 Mei 2006
DAY-8091

Bye-Bye Label Kuning?

Hari ini gue bangun tidak seperti biasanya. Inilah yang pertama kali dalam selang waktu setelah keluar dari asrama dan tinggal di kontrakan, gue bangun lebih awal. Tadi gue bangun sekitar 5:45. Wah, sebuah peningkatan pikirku. Tetapi tidak juga. Gue bisa bangun sepagi tadi pagi karena kemarin malam aku memutuskan untuk tidur saja ketika jam di hapeku masih menunjukkan waktu sekitar pukul 12 malam. Memang sih gue tidak langsung tidur. Tetapi tadi malam adalah malam pertama dalam minggu ini gue tidak bergadang. padahal hari ini kan hari Sabtu, tidak ada yang perlu dilakukan di pagi hari. Bahkan kalau mau tidur seharian penuh tidak akan ada yang melarang.

Pagi ini gue juga langsung turun dari kamar gue yang letaknya di lantai dua ke lantai satu. Gue tiduran di sofa yang terletak di ruang tamu kontrakan kami. Sejenak berpikir mau pergi dari kontrakan dengan mengendarai sepeda, menikmati pagi kota Jakarta di hari Sabtu, hari Sabtu di Jakarta pasti tidak seramai hari-hari biasanya. Udaranya bisa jadi lebih segar dari hari-hari sebelumnya. Hanya saja gue tidak jadi melaksanakan niatku itu. Gue pikir gue juga harus membersihkan pakaian-pakaian kotor gue yang sudah bertumpuk dan gue bahkan gak punya baju lagi untuk dipakai. Makanya kemarin malam aku tidur tidak memakai apapun untuk menutupi punggung dan perutku. Makanya sekarang gue merasa agak masuk angin.

Karena tidak jadi, gue pun malah kurang kerjaan menelepon si Label Kuning dengan nomor Telkomsel milikku. Gue kemarin malam memang ada mencoba menelepon dia, gak ding.. sebenarnya gue cuma mau miscall doang. Eh, telepon yang aku coba pagi ini ternyata masuk. Dengan begitu gue bisa mengambil kesimpulan kalau dia sudah bangun. Eh, tiba-tiba dia juga miscall gue balik. Aku pun mengirim sms bertanya kalau dia bangun sepagi itu pasti untuk saat teduh. Gue bilang ke dia juga untuk titip salam dalam doa. Dia pun langsung membalas. Dia menanyakan siapa gue, kemarin malam ada mencoba menelepon dia gak, dan dia juga mengatakan kalau dia sedang dalam perjalan menuju cipanas untuk KKRJB. Memang dia gak tahu dong siapa gue, kan gue pake nomor yang lain. Terus dia tanya kenapa gue titip doa. Dia juga membuat kalimat di smsnya "Makanya sate sendiri dong!"

Gue pun membalas smsnya. Gue bilang kalau gue bilang siapa gue dia juga kemungkinan gak kenal. Padahal kan dia kenal ama gue. Hanya saja kalau aku mengirim sms lewat nomor asli gue, dia pasti merasa tidak kenal sama gue, makanya tidak pernah lagi dia balas. Terus aku bilang kalau aku nitip doa karena gue juga uda jarang berdoa. Sate? Sepertinya tidak berarti lagi buat saya. Hah? Aku juga tanya apa itu KKRJB.

Nah, sampai tulisan kasar ini gue buat, gue gak dapat lagi sms balasan dari dia. Gue yakin sih dia gak bakalan ngebales sms terakhir yang gue kirim tadi. Dia hanya mencoba untuk tahu siapa sih yang iseng ke dia. Kalaupun dia mau tahu siapa orang yang ngisengin dia, dia pasti hanya akan bertanya sekali. Jika tidak dijawab, dia tidak akan merespon apapun sms yang dikirim ke dia dari nomor yang sama.

Sayang, dia ternyata kurang cerdas. Dulu gue sebenarnya udah pernah ngisengin dia pake nomor telkomsel gue ini. Dan gue gak kasi tahu nama gue juga sih. Mungkin dia udah ngehapus nomor gue ini, makanya waktu gue ngisegnin lagi, dia masih nanya "siapa nih?"

For sure, gue gak akan pernah ngirim sms ke dia lagi menggunakan nomor hape gue yang dia tahu. Walaupun dia bulan Juli ini akan ulang tahun, gue gak akan kirim sms ke dia. bahkan email juga gak akan ada lagi yang akan kukirim ke dia. Sepertinya nama dia di daftar friend di Friendster juga akan gue hapus. Kalau perlu gue block deh user dia. Cara ini hanyalah salah satu cara buat gue untuk tidak mencarinya atau mencoba untuk menghubungi dia lagi. Karena memang hanya seperti pekerjaan sia-sia belaka. Buat apa gue ngirim email panjang yang berisi curahan hati gue dan dia juga janji mau ngebales email itu, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda bahwa dia akan balas email gue itu.

Oiya, aku pikir gue sudah cukup dengan dia. Makanya kemarin waktu pengumuman DO apa gak di kampus gue, gue kirim sms ke dia pake nomor primer gue bahwa gue di-DO. Bahkan berita seperti itu tidak mendapatkan tanggapan dari dia, walaupun berita itu bohong, berarti dia bakalan tetap tidak akan memberikan tanggapan apa-apa jika saja berita itu benar. Right? Berita bohong itu jugalah yang menjadikanku mengambil keputusan untuk tidak mengirim sms lagi ke dia, tidak juga mengirim email, tidak juga mengirim blog entry gue. Enough of her.

Bye-bye Label Kuning.

Kalasan Dalam 44B, Jakarta
6:54
24 Juni 2006
DAY-8089

"My Mourning Day" by My Sister


June 26, 1999 -- My mourning day...





It was the date that I've ever hate for...
It was the date that I've ever regret for...
It was the date that I've ever missing for...
It was the date that I've ever dying for...

My mind still picture every seconds count what happened then...
My heart still suffer every pieces of hurts...
My eyes still sense each tears falls down...
My lips still feel the last kiss on your hair...

Saturday, June 26, 1999
my mourning day...
my grieve...
"I love you, Pa and I'll miss you..."

Monday, June 26, 2006
still in this mourning and grieving...
"I still love and miss you, Pa..."
I always will...

-your one and only daughter-
WITHRI SARAGIH


Withri Saragih is my only sister. She is now working as an apprentice in Public Accountant Office in Kuningan.
taken from http://withrisaragih.blogs.friendster.com/my_blog/2006/06/june_26_1999_my.html




Tuesday, June 20, 2006

Dari Balik Kawat


Sebenarnya gue gak gitu tahu apakah gedung itu memang Gedung Perpustakaan Nasional. Seingat gue sih waktu gue foto gedung itu, gedung itu sedang dibersihkan bagian dinding yang menghadap kamera gue.

Gue ngambil foto-foto ini dari kamar teman gue. Kamar teman gue ini terletak di lantai dua di tempat tinggal kami (kami sebut sebagai kontrakan) yang terletak di daerah Kalasan Dalam. Kontrakan kami ini (sepertinya) tepat berada di belakang kantor KontraS, kantor almarhum Munir dulu.

Kalau ditanya ide apa, seperti di majalah Snap yang gue beli dua minggu lalu, maka gue gak tahu. Gue sebenarnya cuma coba-coba mengambil foto di seputar kontrakan kami. Maklum, baru keluar dari asrama dan menikmati kebebasan seperti anak kos-kosan umumnya. Gue mengambil foto hampir di setiap sudut kontrakan kami. Tapi pada akhirnya, setelah semua foto dilihat kembali di komputer, ada foto-foto yang sepertinya dibuat sengaja untuk satu tema. Gue pun akhirnya memutuskan kalau foto-foto yang ada di album ini adalah foto-foto dengan tema: Dari Balik Kawat.

Kamera yang gue gunakan adalah kamera digital Fujifilm FinePix 410. Kamera itu bukanlah milik gue, melainkan milik kampus gue. Ceritanya gue jadi anggota Panita Wisuda STTJ 2006. Gue ditunjuk jadi anggota Seksi Dokumentasi. Gue pun meminjam kamera itu sehari sebelum hari H (wisuda STTJ maksud gue) dengan alasan mau mencoba supaya ngerti makenya. Tapi jadinya gitu deh. Di kontrakan gue, gue fotoin aja semuanya. Dan ini adalah beberapa hasil jepretan gue yang gak penting banget sebenarnya untuk difoto.

^_^

Me


foto ini diambil teman gw waktu kami mau Gladi Resik acara Resital Paduan Suara di tengah semester, semester lalu

Ini foto-foto gue. Taken by myself juga by my friend.

Another Exhausted Day


Today is an exhausted day.

I wake up at 6. I remember that I have to do the other two journals for my Intensive English Course assignment. I think my friend is right when they often say that I am some genius or even crazy. I almost done all of my task or assignment especially relate with writing things just in the morning the task will be collected/submitted. This morning, I finish the two journals just in about an hour. Then I take a bath and go to the campus.

I print my journals and my friends' in PKM. Then in 8, we have the test. It's a little bit easy to do, but I don't really sure with my answer. But, finally I just have one mistake when the questions are answered by Miss Susanne. After the test over, I have breakfast. Soto mie ayam.
At 9, I attend the seminar that held in our school's hall. The seminar is about The Da Vinci Code. I get a lot of things from the seminar. For I have to make a report of the seminar, I guess I'll make the journal entry about the seminar later.

It is some minutes after 12 get into the class in level 3 of building A of our school. We have a test from Mr. Ferdy Suleeman. The test is about passive-active voice. FYI, from the previous test that had been made by Mr.Ferdy, I got the best grade. I just had a mistake in using an s in "generates" when the sentence is "will generate". For the same kind of test today, I didn't make any preparation. That's because I already have sufficient understanding about the passive-active voice.

I have my friend Hendrik sit beside me during the test. He has been in Canada for about 4 years, but I wonder why he doesn’t have much understanding about the grammar. He deliberately sits beside me to have me help him answers the question, or I can say he want to see my answers. I get out from the class faster then him. After the class, he says that his answers have been checked by Mr.Ferdy. He says that he have some mistakes in his answer. I think I will have the same mistakes as he does, but he says that he has another answer than I have. But for sure, I'm afraid that I will get a perfect score.

About 1 pm, I go home. But then I take my friend's bike. I go out. At first, I have no desire to have a long trip. But I decide to try doing something stupid. I finally make a long trip to Kuningan. From my "kontrakan", I go to Jalan Borobudur, then to Jalan Proklamasi where my school located, then to Jalan Diponegoro. I pass Pangeran Diponegoro statue and GPIB Paulus. I turn left in the traffic light between Jalan Diponegoro and Jalan Imam Bonjol to go to Jalan H.Rasuna Said. In Jalan H.Rasuna Said, I pass buildings. Sony Building, where my sister work as an apprentice, Setiabudi 21, MMC Hospital, Pasar Festival, and also Sentra Mulia Building, where two of my friends working there.

Something that I wonder is how to turn around the big road coz I want to back home from the same way I go there. That's why I finally decide to turn left after the Rasuna Residence. I think I will find some underpass road to go back to Jalan Rasuna Said with the opposite direction from where I come so I can go back home. After some kind of stupid effort, such as take the fastest way and pass the big road with the motorcycle rider sound his horn, I finally take my way back home.

The most exhausted effort to do is riding my bike climb the bridge between Four Seasons Hotel and izzi Pizza. The most annoying thing is the air pollution of Jakarta. I have to take deep breath with the air that has been polluted with vehicles' smoke. I also lost my energy for that one hour trip. I start the trip about on 1.23 pm and I have been in Hero Supermarket in Megaria on about 2.23 pm. I go to Hero to buy some drinking. I buy and drink 2 mizone and 1 vitazone. For sure, the drinking has made me feel not as exhausted as I feel when still riding the bike. But, I don't know whether that drinking that make me "masuk angin" and feel want to "muntah" after have lunch on about 4 pm.

Another exhausted day? Not really.

Kalasan Dalam 44B, behind KontraS office, Jakarta
01:23
June 17, 2006
DAY 8082





The Most Messing Room

You don’t have to see right into my room to know how my room is. It has been well-known by my friends as the most messing room. In the dormitory and even in the new rented-house.

In the dormitory, I have been known as the most messing person. The room I have is never cleaned. My room-mate even infected with the way I treat the room. Everything is on the bed, everything is on the floor, everything is on the desk, and everything is on the bookshelf. You can see papers, books, “struk-belanja”s, stationery, clothes, and even underwear just when you come into the room. It’s all over the room.

Now, in the rented-house, I live myself in my room. I don’t like to have a roommate. Do you know why? I can be freely messing up with my room. That’s why, after the moving thing from the dormitory until today, my room is never as neat as the other room or as neat as room has to be. It almost the worst room I ever see. Something is still in the boxes, the others have been on the floor, the clothes are in the bag and also on the floor, papers and little stuffs mess around the floor, and also still the underpants fill the sight in my room.

What a mess!

Kalasan Dalam 44B, behind KontraS office, Jakarta
07:12
June 16, 2006
DAY 8081



Hate the Girls

I already don’t like at least three girls in my class. I don’t like them in any kind of reason. Actually, I want to tell what their real name. But here I will tell you just their initial.

P. I don’t like her just because she ever accused me that I like and have intention to see the color of what she wear inside her pants. I don’t understand why she thought that I am that kind of man. But, that time I was sitting behind her and I said that I want to sit near her. What a stupid thought that he had. She thought that I want to see her back and space between her t-shirt and pants, so I can see the color of her underwear. Why did she have to think like that? She wore clothes that allow her underpant was seen by anyone who sit behind her. So, why did she have to blame me to see, if only I really see it?

I. I don’t like her because the stupid thing named Blind Date held in last Valentine. She humiliated me with some kind of stupid statement in the whiteboard in front of the class. She called me as a “Cowok Miskin 14” or “Poor Boy 14”. As a not rich boy, I don’t like to be called as “Poor Boy”. Even I really do a poor boy; I don’t like anybody disrespect me that way.

T. This is something fresh. I don’t like her just in this one or two day. She asked me to accompany her to the internet. But in the internet, she was angry with me. Do you know why? It was just because I made her real name in the Sign-Up form of Friendster and Yahoo! Mail. Then he looked me like she wants to swallow me. Yesterday, she asked me again to go with her to the internet. I did it not with full of my heart. In the way to the internet, I even ignored her. I already don’t like her. She treats me like I am her servant, which I don’t like very much.

There is still another girl in my class and also not in my class. But three of them in this writing are the freshest thing in my mind. I don’t like them, but it doesn’t mean that I hate them or hate the girls.

Kalasan Dalam 44B, behind KontraS office, Jakarta
06:52
June 16, 2006
DAY8081



Bald

The last time I go to the barber shop was in November 2005. That time, I cut my hair to be as neat as possible. After that time, I never go to barber shop and cut my hair. I do that on purpose. I have never had my hair as long as my Father had in picture in his S1 certificate from the same school as I do know. That’s the reason why I want to try one.

I ever thought that I would let my hair as long as possible, so I can make my hair banded. I like a girl with hair banded, especially the hair banded that make a girl look sporty. When my hair length had been quite enough to make my hair banded, I band my hair. But it was not really quite enough to make my hair neat.

In the other hand, I got problems with my hair. I had a lot of dandruff. Even I used an anti-dandruff shampoo, it didn't quite work. I had the dandruff fall over my hair even after my hair was just washed.

When I went to my family's house, my Bapa Tongah (or can be also freely translated as uncle) said that my hair made me looks like a girl. A girl isn't determined by her hair, I said to myself. But, my coming to their house had made me decided to cut my hair. Actually, I had decide to cut my hair before go to their house. But I didn't find any good place and have reasonable price to cut my hair.

The next week, I got my hair cut. Not because what my Bapa Tongah words, but because I didn't want look not neat when one of the head of my church synod would come to my family's church. I cut my hair on Saturday, a day before I came to my family's house for the Monday's job that had been given to me by my cousin in their church.

In my last hair cut before that day, I also go to the same barber shop. I didn't satisfy with his way cut my hair. That's why I decided to shave my hair off. Two days after I got my hair cut, I went to Atrium Plaza with my friends. I went there to get my hair shaved off in Johny Andrean Training Center. That's why my head now was already bald.

Kalasan Dalam 44B, behind Kontras office, Jakarta
01:19
June 16, 2006
DAY8081



Tired, ha?

I don't know what to write. This is my first time in this week writing or better saying typing a thing in my computer. This week has been an exhausted week.

It has been started from last week, I think. Last week, in Friday, I have to attend the "Gladi Resik" of the Graduation in our school. I, myself is one of the committee of the Graduation. So, I had to be in the "Gladi Resik". That's also because Timothy, the coordinator of the documentation, where I belong in the committee, not in Jakarta. He is in Yogyakarta now for the PKL thing.

In the last Friday, I have to be in campus since the morning (about 7.30 am) till the evening (about 7 pm). That was for the Intensive English Course and the Gladi Resik thing. The Gladi Resik was already finish about 5 pm and even earlier. But there was something stupid in the Buku Acara that have to be changed. There was something wrong in a line in the title of the name of the graduation for the Stratum 3. Somewhat the word "Theology" was written as "Theologi" for the "Doctor of Theology (SEAGST)" section. They said it was the "percetakan" mistake. It doesn't matter who was wrong, but it took about 10 person and a hour or more to change that stupid thing in about 500 Buku Acara.

After the tired morning till evening, me and Hans went to the Playstation 2 rental. We played Winning Eleven for an hour. What a stupid thing to do after tired for the whole day, right?

The tired day is not stopped till the PS2 thing. In the night, I also watched the World Cup 2006 thing. Germany vs Coctarica. I watched till the end of the game in about 1 o' clock in the morning. Then, we watched a movie in my computer. I felt a sleep in about 2 am.
Then, the tired thing not stopped in that day. The day after is the D day for the graduation. I wake up late in that Saturday morning. I should had been in campus before 6.30 am. Fortunately, I wake up not late than 7 am. I took bath, iron my white shirt, then go campus.

Actually, I was not late. But, for the rest of the graduation day, I was more exhausted then the day before. Coming without ate or even drank something, and also with less-rest, I felt that in the afternoon after the graduation thing had done, I better had a long-lasting sleep/rest or drink rather than ate something. That's why I prefer went home than went to the eating thing in the "Pak Liem punya acara makan-makan".

The day after, I was in GKPS Tegal Alur. They was held their church's birthday. I operated the handycam that connected directly to the television. That was made for the congregation that watched the whole "kebaktian" from the outside of the small church. It was an very tired thing to do. Coz I had to operate the tall-tripoded-handycam and I operated it in the stand stance.
Tired, ha?



Kalasan Dalam 44B, behind Kontras office, Jakarta
22:51
June 15, 2006
DAY8080

Thursday, June 8, 2006

Loe Sakit Jiwa Ya?

Seorang teman gue ngomong dengan kencang dari jarak sekitar 10 meter waktu ngeliat gue baru datang..

"Vontho, maksud loe kirim sms kemarin apa? Loe sakit jiwa ya?"


Perasaan gue langsung gak enak. Gue gak tahu mo ngomong apa ke teman gue itu.

That was happen yesterday ...



"Vontho, gue jadi takut bilang loe sakit jiwa..."

Gak usah dibahas, pikirku. Cukup dia tahu betapa gilanya gue. Pengennya sih setelah hari ini gue gak usah banyak berhubungan lagi dengan teman gue yang satu ini. Sepertinya berteman dengannya hanya bisa bikin sakit hati gue aja.

That was happen today ...


Gue sakit jiwa? Mungkin... Walaupun iya, gak akan ada yang percaya.
Akankah gue gak akan banyak berhubungan lagi dengan teman gue ini? Tahu ah.. Gelap..


Warnet Choyi, Proklamasi 77, Jakarta
19:18
8 Juni 2006
DAY8073

Yesterday Reading Comprehension Class

Yesterday was our first course with Mr.Agustinus Setiawidi in our Intensive English Course that held by our school. The way he taught us was just like the way he ever taught us in the first and second semester. "Lihat saja teksnya!" ("Just look at the text!") he said when someone answer a question that he asked not based on the text in the handout he gave to us.

Mr.Agustinus is teaching us Reading Comprehension in the English Intensive Course. So, what we do with him in the course is just reading, reading, and reading, then comprehend the meaning of the text.

From yesterday course, I got a little information about journalism way of write the title of the writing. Mr.Agus asked us what the common of the 5 titles of the text in the handout is. And obviously it is the grammar. The title is always in present tense even if the news or the article is in past form. Just like one of the text in the handout, a news that likely was taken from The Jakarta Post. The title is "Two die in Pakistan cartoon protests". But in the first sentence of the news is "Two demonstrators died Tuesday as angry mobs stormed a diplomatic enclave..."

Actually yesterday I wanted to ask whether that term is just used in journalism or it is also used in other term of writing. But, he was already asked someone to read one of the text in the handout. The question remain as a question for me. Pity, ha?

Kalasan Dalam, behind Kontras, Jakarta
07:03
June 7th, 2006
DAY8072


My Second "Finally not DO"

Today was the "judisium" day. The day for the announcement of the second semester study result. From the way I saw my friend, I guess there was no one of my friend who showed their worry about the "judisium". I, myself, make a joke to my friend after our second course of our Intensive English Course today, "yang DO sombong."

About 1 pm, the lecturers who held a meeting for discuss the judisium in "Ruang Rapat" on the second floor came down to the first floor. They have finished their discussion. And the "judisium" was started.

Mr. Borrong, the head of my school, started the judisium with brief speech. I a little bit affraid when listen he talked about the decrease of our school study result for few past years. And then he gave the time to PUKET I to gave the announcement. Briefly, and the most important for me, I was not dropped out.

This is my second "Finally not DO." First time I said the same line, in writing, was when I was not dropped-out from my previous school, STT Telkom. That was in the end of my fourth semester there. I was not dropped-out that time because I pass the special examination (Ujian Khusus). The special examination was held during the Geladi (a kind of PKL).

Now, I say the same line again. I (maybe) was afraid too much that my grade is not good enough to pass the second semester I study here in STT Jakarta. I have been write my worry in my blog. I also have sent some short messages via SMS to friends about my worry. To my friends, I said that I was afraid that I will fail for the second time. I failed finished my study in my previous school. Even if I was not dropped-out from my previous school, it is a kind of failure. No one want to have the same failure, right?

My fear that I will DO was just because I did not submit my Bahasa Indonesia mini-skripsi. Please don’t ask why. But, even if I have know that I was not dropped-out, I still do not know all of my grade, especially my Bahasa Indonesia’s grade. Will I get an E for that subject? What about my Filsafat Timur, Hindu-Buddha, or General Psychology and Personality? The answer is still on August when the Kartu Hasil Studi (KHS) will be given.

Kalasan Dalam, behind Kontras, Jakarta
21:33
June 6th, 2006
DAY8071


Monday, June 5, 2006

Paduan Suara dalam Ibadah

Mata Kuliah : Liturgika
Dosen : Pdt. Rasid Rachman, M.Th

PADUAN SUARA DALAM IBADAH

Paduan suara sepertinya sudah merupakan sebuah bagian yang harus ada dalam sebuah ibadah. Hal ini Penulis rasakan di dalam beribadah di gereja sejak kecil. Penulis memang tidak langsung mengikuti ibadah untuk orang dewasa, tetapi karena rumah Penulis yang terletak selalu dekat dengan gereja membuat penulis memiliki pemahaman tersebut. Setiap kebaktian di hari Minggu selalu terdengar paduan suara, atau lebih dikenal di gereja asal Penulis sebagai koor, menyanyikan sebuah nyanyian di dalam ibadah. Paduan suara yang ada juga tidak hanya satu, tetapi paling tidak terdapat satu “persembahan koor” dalam setiap ibadah di hari Minggu.

Permasalahannya terdapat pada pemahaman jemaat mengenai paduan suara itu sendiri. Jemaat sepertinya tidak mengerti fungsi sebenarnya paduan suara itu sendiri dalam ibadah. Inilah yang akan membuat saya/Penulis untuk menulis makalah singkat (dan gak jelas, Pak) mengenai paduan suara ini. Penulis mengharapkan makalah ini dapat membuka wawasan penulis sendiri mengenai paduan suara.

***

Musik merupakan sesuatu yang penting dalam ibadah. Luther banyak menggunakan musik dalam ibadah. Luther juga menggunakan paduan suara untuk mendukung pelaksanaan nyanyian jemaat. Itu adalah tugas dan tanggung jawab utama dari paduan suara menurut Luther.[1] Dengan demikian, fungsi utama dari paduan suara adalah membantu jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat.*

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam paduan suara:

1.            Paduan suara berfungsi untuk membantu jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat. Dengan kata lain, paduan suara berfungsi sebagai kantoria ataupun song-leader. Hanya saja perlu diperhatikan agar suara paduan suara tidak lebih dominan dari suara seluruh jemaat.

2.            Paduan suara seharusnya dimengerti sebagai bagian dari ibadah (liturgi), yang menyatakan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan melalui nyanyian.[2] Tidak boleh ada unsur pertunjukan sama sekali jika paduan suara tersebut berfungsi di dalam ibadah. Menurut Christina Mandang, hal itulah yang menyebabkan kita tidak boleh menyampaikan apresiasi kita kepada paduan suara melalui tepukan tangan pada saat ibadah berlangsung.[3] Sebab paduan suara tidak berfungsi untuk menghibur jemaat, tetapi sebagai bagian dari ibadah bersama-sama dengan jemaat berfungsi untuk menyatakan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan.

3.            Paduan suara sebaiknya tidak menghadap kepada jemaat. Hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa paduan suara bernyanyi seperti paduan suara yang bernyanyi di ruang pertunjukan, yaitu bernyanyi kepada jemaat, bukan bernyanyi untuk kemuliaan Tuhan. Hal seperti ini seharusnya tidak dilakukan.[4]

4.            Paduan suara sebaiknya ditempatkan tersebar bersama dengan jemaat. Paduan suara yang ditempatkan tersebar bersama dengan jemaat dapat diarahkan dan dikontrol oleh pemain musik. Dengan cara ini berarti paduan suara dalam ibadah tidak membutuhkan seorang dirigen yang jika ada (pada cara ini) dapat merusak perhatian jemaat.[5] Hal ini juga membantu jemaat untuk bernyanyi sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk memuji Tuhan.[6]

Menurut pendapat saya, hal penting keempat dari paparan sebelum ini adalah cara yang terbaik untuk menyatakan fungsi paduan suara adalah untuk membantu jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat. Paduan suara seperti pada cara tersebut seperti tidak menunjukkan keberadaan suatu paduan suara dalam ibadah, tetapi pasti akan sangat membantu jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat.

***

           Pada pemaparan mengenai paduan suara yang Penulis tuliskan ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa umumnya gereja-gereja di Indonesia belum menempatkan paduan suara pada posisi sebenarnya. Saya setuju dengan Christina Mandang yang menyatakan paduan suara lebih sering ditempatkan hanya sebagai pengisi ibadah saja.[7] Hal ini, menurut saya, terjadi karena pemahaman yang salah mengenai fungsi paduan suara dalam ibadah. Makalah singkat yang masih jauh dari sempurna ini penulis harapkan dapat menjadi bahan untuk membuka pemahaman jemaat mengenai fungsi paduan suara dalam ibadah. Paduan suara juga diharapkan menyadari keberadaan suatu paduan suara bukanlah untuk menghibur jemaat dan juga bukan untuk melakukan pertunjukan di dalam ibadah. Sebab, seperti yang sudah saya paparkan sebelumnya, paduan suara bersama-sama dengan jemaat berfungsi untuk menyatakan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan.

Daftar Pustaka

Giles, Richard Giles. Re-Pitching the Tent. Norwich: Canterbury, 1997.

Mandang, Christina. Pembinaan Musik Gereja GPIB Paulus Jakarta: Pemandu Nyanyian Jemaat. (Makalah, disampaikan di GPIB Paulus Jakarta pada Sabtu, 18 Februari 2006).

Maxwell, William D. Concerning Worship. London: Oxford University Press, 1949.



[1] Christina Mandang, Pembinaan Musik Gereja GPIB Paulus Jakarta: Pemandu Nyanyian Jemaat, (Makalah, disampaikan di GPIB Paulus Jakarta pada Sabtu, 18 Februari 2006), hal. 3.

[2] Richard Giles, Re-Pitching the Tent (Norwich: Canterbury, 1997), hal. 196.

[3] Christina Mandang, Op.cit.

[4] William D. Maxwell, Concerning Worship (London: Oxford University Press, 1949), hal. 108.

[5] Ibid., hal.107

[6] Richard Giles. Op.cit.

[7] Christina Mandang, Op.cit.



makalah ini adalah makalah Liturgika I yang saya ceritakan di
(dan gak jelas, Pak)
* : koreksi yang Pak Rasid buat hanyalah di tanda titik yang berlebih satu pada akhir kalimat ini.

(dan gak jelas, Pak)

Kemarin gue ngambil paper Liturgika gue di BAA kampus gue. Gue sih masih kurang puas dengan nilai yang tertera di halaman terakhir paper gue itu. Cuma 80. Gue baru merasa senang dengan nilai itu waktu teman gue ada yang bilang nilainya 70. Terus gue lihat paper dia, ternyata banyak tulisan tangan Pak Rasid yang mengoreksi tulisan dia. Entah itu tulisan kata Alkitab yang huruf A nya tidak dia buat huruf kapital, atau juga konsistensi istilah yang dia pakai. Jumlah halaman paper yang dia buat juga lebih banyak dari yang gue buat. Tetapi, dia cuma dapat 70.

Pacarnya teman gue tadi malah bernasib (menurutku) kurang baik dibanding gue. Dia buat papernya berjumlah 18 halaman, tetapi hanya mendapat nilai 85. Teman gue yang asal gerejanya sama dengan gue mungkin mendapat nilai yang paling tinggi. Dia membuat paper yang menilai unsur teologis dari lagu buku nyanyian di gereja kami yang diciptakan oleh A.K. Saragih. Dia mendapat nilai 100. Walaupun begitu, dia masih memiliki kekurangan dalam penulisannya. Buktinya Pak Rasid masih memberikan koreksi juga di papernya.

Gue memang menyombongkan diri (pada diri gue sendiri) waktu gue lihat punya teman-teman gue ada dapat pengkoreksian dari dosen Liturgika kami itu. Sementara itu gue hanya salah pada tanda titik di akhir kalimat yang berlebih. Ada 2 titik. Dan hanya itulah yang dikoreksi oleh Pak Rasid.

Tapi itu hanya sebentar saja. Sewaktu gue ke warnet di depan kampus gue, gue melihat beberapa kata yang mencurigakan di halaman depan paper gue itu. Awalnya gue cuma baca kata "gak jelas." Bagaimana mungkin di dalam paperku ada kata yang gak baku seperti kata "gak" ini, pikirku. Ya, ampun. Gue baru ingat. Sewaktu gue ngetik paper yang berjudul "Paduan Suara dalam Ibadah" itu, ada teman gue -kalo gak salah sih si Daniel Gunawan- yang ngeliat gue ngetik. Karena gue males kalau ada orang yang ngeliat gue ngetik sesuatu di komputer gue, gue malah iseng. Gue tambahin kata-kata "dan gak jelas, Pak" di dalam tanda kurung. Terus gue sempet juga bilang ama yang ngeliat gue iseng itu, "asal ntar gue gak lupa aja ngehapus kata-kata ini."

Dan ternyata gue lupa. Gue baru sadar kemarin setelah paper itu dinilai dan dikembalikan ke gue. Tetapi, bagaimana mungkin kata-kata itu lepas dari pengamatan Pak Rasid ya? Apa sebenarnya gue hanya bisa dapat nilai 80 karena ada kata-kata itu? Kalau misalnya ya, kenapa juga dia tidak melakukan koreksi di paper gue ya? Entah dia menaruh tanda lingkaran dan tanda tanya di bagian itu.

Ah, karena (dan gak jelas, Pak) itu, gue jadi gak mau menyombongkan nilai paper gue yang hanya berjumlah dua setengah halaman itu (bnd: Hans 18 halaman dapat nilai 85).

Oiya, yang membuat gue kurang puas dapat nilai 80 adalah harapan gue dapat nilai A- untuk nilai akhir mata kuliah Liturgika I gue ini. Jadi, kalau gue dapat A-, nilai ini bisa menutupi nilai mata kuliah lain yang kemungkinan besar jelek. Masih ada 5 mata kuliah lagi yang belum jelas nilainya. Untuk sementara sih, gue sepertinya lulus dari semester dua ini. Walaupun mungkin hanya dengan IP pas-pasan, gue udah cukup senang. Daripada DO. Oops...

Kalasan, belakang kantor Kontras, Jakarta
11:26
3 Juni 2006