Pages

Showing posts with label kamar. Show all posts
Showing posts with label kamar. Show all posts

Saturday, September 16, 2006

Sauna Gratis


Anda
ingin mendapatkan sauna gratis? Datang aja ke kamar gue tepat di saat
matahari berada di atas kepala. Panas ruangan yang Anda rasakan cukup
membuat Anda berkeringat sama seperti sedang berada di dalam sauna. Gue
sudah membuktikannya.




Sekarang, gue sedang berada di
dalam kamar gue dalam keadaan telanjang dada. Tampak keringat mengalir
begitu saja dari sekujur tubuhku. Bukan keringat dingin seperti yang
pernah juga gue rasakan ketika berada di depan komputer gue yang berada
di kamar gue. Bentuk keringatnya bahkan seperti air yang menempel di
bagian luar botol yang diletakkan di dalam lemari es. Bulat besar
berdiameter hampir 3 mm. Kok malah cerita mengenai keringat?




Efek samping dari bersauna di
kamar gue adalah berkeringat dan kulit semakin putih. Gue sudah
membuktikannya. (Hanya saja gue belum punya bukti kalau gue semakin
putih. Mungkin ini hanya perasaan gue saja.)




Tertarik bersauna gratis di kamar gue?




Kalasan Dalam 44B, Jakarta

12:27

17 September 2006

DAY-8174





Friday, September 8, 2006

Thanks to remind me, Bro.

Pagi ini gue masih belum bangun dari tempat gue tidur ketika ada dua orang terdengar berbicara di dekat pintu kamar gue.

"Siapa itu?"
"Adik loe."
"Oh.. Error man."

Gue tahu mereka siapa walaupun gue gak membuka mata gue, terlebih lagi orang yang menyebut gue sebagai 'error man'.

Gue gak tahu sebutan 'error man' itu sebuah pujian atau ejekan. Tetapi, gue hanya bisa bilang dalam tulisan ini: Thanks to remind me, Bro.

Kalasan Dalam 44B, Jakarta
08:18
9 September 2006
DAY-8166




Tuesday, June 27, 2006

Situasi Kamar Gue

Sejauh mata memandang, seluruh kamar gue sudah diisi oleh barang-barang gue. Hanya saja kata yang paling tepat untuk menggambarkan kamar gue adalah "berantakan".

Gue sendiri bingung gimana caranya gue akan membereskan kamar gue ini. Baiklah gue mulai menggambarkan keadaan kamar gue -- sepandai yang gue bisa.

Jika loe berkesempatan berkunjung ke kontrakan kami, maka kamar gue adalah kamar yang terletak di lantai dua, tepat dekat dengan tangga. Begitu tiba di lantai dua, loe udah bisa ngeliat kamar gue terbuka. Gue memang membiarkan kamar gue terus terbuka karena gak akan ada yang minat masuk ke kamar gue selain gue sendiri.

Belum tiba di pintu kamar gue, loe udah ngeliat sebuah radio terletak tepat dekat pintu. Kalo tertarik untuk melihat kamar gue, loe akan terkejut melihat mouse komputer gue terletak next after the radio. Loe akan disambut oleh sebuah komputer Pentium 4 milik gue begitu loe menginjakkan kaki di dekat pintu kamar. Sekarang ini aja gue lagi ngetik tepat di dekat pintu dan menghalangi orang masuk ke kamar gue. Alasan gue naro komputer gue dekat pintu adalah supaya gue bisa ngetik atau ngerjain sesuatu di komputer gue sementara pertandingan Piala Dunia 2006 bisa gue tonton langsung dari tempat gue duduk sekarang.

Nah, sekarang gambaran mengenai kamar gue akan gue lanjutkan dengan gambaran dari posisi gue duduk di depan komputer gue, sambil mendengarkan lagu dari Winamp 5.11 gue.

Kabel-kabel berseliweran dekat komputer gue. Kabel mouse, kabel USB, kabel keyboard, kabel power untuk radio, kabel speaker, kabel printer, dan juga kabel charger.

Plastik-plastik terletak di sini dan di sana. Plastik-plastiknya ada yang gak berisi apapun dan ada juga yang berisi. Di depan pandangan gue, ada plastik berisi sepasang sepatu berwarna coklat, plastik berisi kaos kaki kotor --masih tetap di dalam plastik itu sejak pindah awal Juni lalu dari asrama, dan plastik berisi obat-obatan. Di arah jam sembilan gue duduk sekarang, ada sebuah plastik berisi sampah. Di arah jam sebelas, ada dua buah plastik berisi barang-barang pindahan dari asrama yang juga belum gue sentuh isinya.

Kotak-kotak juga memenuhi kamar gue. Baru aja gue mengangkat kotak berisi kertas-kertas penting dan gak penting milik gue dan meletakkannya di belakang monitor komputer gue ngetik ini. Ada juga kotak berisi buku-buku gue. Nah, ini dia kotak gue yang isinya cukup mahal kalau dihitung nilainya. Kotak ini berisi majalah-majalah yang gue beli selama setahun ini. Mungkin satu saat akan aku hitung berapa pengeluaran gue untuk majalah-majalah gak penting itu. Oiya, di sebelah gue juga ada kotak yang tadi baru gue buka. Isinya handuk-handuk kotor gue, sprei kotor, dan celana-celana pendek gue yang sekarang udah gue rendam untuk dicuci besok pagi.

Kasur gue sebenarnya belum ada. Teman gue aja yang berbaik hati memberikan kasurnya ke gue untuk tempat gue meletakkan badan gue setiap malam. Nah, kasur tipis itu sekarang dipenuhi oleh pakaian-pakaian gue yang baru gue cuci Sabtu lalu, juga ada buku-buku gak penting yang sering gue bawa beberapa waktu lalu di tas gue, dan dua bungkus Indomie di dalam plastik belanjaan dari Giant.

Ada enam tas terletak di lantai di kamar gue. Dua tas besar tempat pakaian-pakaian dan kain-kain gue waktu pindahan -- dua-duanya masih berisi karena lemari gue belum ada, satu tas ransel yang Minggu lalu gue pake untuk tempat barang belanjaan gue dari Giant di Plaza Semanggi, satu tas ransel rusak tempat barang-barang kecil gue waktu pindahan, satu tas sandang yang hari ini gue pake ke kampus -- baru saja dibalikin teman gue setelah 3 minggu keluar dari asrama, satu tas sandang bercorak militer --hadiah dari majalah Cosmopolitan Men, dan satu tas sandang yang dikasi kakak gue --hadiah dari Maybelline (?).

Gue juga punya dua tempat pakaian. Itu lho, tempat pakaian yang sering dijual di bus-bus itu. Gue buat yang satu untuk tempat pakaian bersih dan satunya lagi untuk tempat pakaian kotor. Fortunately, isi pakaian di tempat pakaian bersih gue lebih banyak dibanding  di tempat pakaian kotor gue. Hanya saja pakaian bersih itu tidak layak langsung pakai. Belum disetrika, euy.

Sektor paling parah di kamar gue adalah sektor yang berada di arah jam sebelas gue duduk ngetik ini sekarang. Banyak sekali barang-barang dan benda-benda (apa bedanya barang ama benda?) kecil yang jumlahnya ratusan. Berapa banyak? Ratusan. Lebih... Karena banyaknya gak akan semuanya bisa disebutkan ataupun dituliskan di sini. Tetapi mari gue coba membuat daftarnya: tempat kacamata gue, kotak tempat tinta stamp-pad; dua kotak tempat celana dalam berisi struk-struk belanja, struk atm, dan struk-struk lainnya; pembolong kertas; dua gulungan benang, hitam dan putih; gunting, panjang dan pendek; tempat pulpen; kartu telepon SingTel, nemu di jalan; kartu Joker, punya teman gue; beberapa notebook, di antaranya notebook dari Plaza Semanggi dan dari majalah M2; buku-buku Saat Teduh; Energen Cereal rasa Kacang Hijau; starter=kit Telkomsel simpati; kartu ucapan selamat ulang tahun; cutter; dua earphone milik gue; tissue Tessa yang masih belum gue buka; dua lembar uang seribu rupiah; double-tape yang masih di dalam plastiknya; botol Aqua 1,5 liter; kamus, Hasta dan oxford; tumbler dari Hoka-hoka Bento; Reader's Digest Indonesia edisi Agustus 2005-April 2006, Reader's Digest Asia, Reader's Digest (USA) edisi tahun 1984; buku tahunan SMUNSA 2002 milik temang gue Marettha, gue gak tahu kapan akan gue balikin ke dia; lipgloss, gak tahu milik siapa, ada di gue setelah malam gembira Dies Natalis kampus gue tahun lalu; Redoxon; Gilette Vector; lem; CD buku English for Theology milik Rael yang belum gue balikin;stamp-pad; tempat stationery berisi uang receh; and so on.

Terus ada dua printer di kamar gue. Satu adalah milik Daniel Manalu, senior gue: Canon S1000SP. Satu lagi milik Hans: HP PSC1410.

Gimana? Apakah gue berhasil memberi gambaran betapa berantakannya kamar gue? Menurut gue sih kurang berhasil, atau bahkan tidak berhasil. Sama seperti gue gak berhasil membereskan kamar gue.

Kata Putri, teman gue yang udah pernah ngeliat betapa berantakannya kamar gue -- walau sekarang lebih berantakan dari waktu dia ngeliat kamar gue--, gue butuh seorang cewek, untuk memperhatikan gue dan juga untuk membereskan kamar gue. Nah, pertanyaannya adalah apa ada cewek yang mau ama gue apalagi melihat betapa berantakannya kamar gue. Memangnya dia mau jadi pembantu untuk beresin kamar gue.

Nah, kakak gue Sabtu lalu nelepon dan bilang ke gue kalau dia disuruh oleh bos dari Medan -- selain orang Medan silahkan gak ngerti maksudnya-- untuk melihat kamar gue dan membereskannya kalau berantakan. Gue ngeles deh kalau gue mau ke tempat dosen gue untuk ngejaga rumahnya selama seminggu dan dia gue suruh untuk datang Sabtu ini aja. Memang sih gue seharusnya sudah bersama teman gue saat ini di rumah dosen Teori Musik Dasar gue itu yang sekeluarga pergi berlibur. Tetapi karena maksud kedatangan kakak gue Sabtu ini, selama seminggu ini gue mau mencoba membereskan kamar gue semampu gue. Sayangnya hasilnya malah tambah berantakan.

Gue butuh pegangan nih. (Gue bingung gimana mo ngeberesin kamar gue.)

Kalasan Dalam 44B, Jakarta
21:26
27 Juni 2006
DAY-8092

Tuesday, June 20, 2006

The Most Messing Room

You don’t have to see right into my room to know how my room is. It has been well-known by my friends as the most messing room. In the dormitory and even in the new rented-house.

In the dormitory, I have been known as the most messing person. The room I have is never cleaned. My room-mate even infected with the way I treat the room. Everything is on the bed, everything is on the floor, everything is on the desk, and everything is on the bookshelf. You can see papers, books, “struk-belanja”s, stationery, clothes, and even underwear just when you come into the room. It’s all over the room.

Now, in the rented-house, I live myself in my room. I don’t like to have a roommate. Do you know why? I can be freely messing up with my room. That’s why, after the moving thing from the dormitory until today, my room is never as neat as the other room or as neat as room has to be. It almost the worst room I ever see. Something is still in the boxes, the others have been on the floor, the clothes are in the bag and also on the floor, papers and little stuffs mess around the floor, and also still the underpants fill the sight in my room.

What a mess!

Kalasan Dalam 44B, behind KontraS office, Jakarta
07:12
June 16, 2006
DAY 8081



Tuesday, May 30, 2006

Ngekost di Istana Negara

Teman-teman gue udah pada punya tempat kost atau kontrakan. Hari Kamis lalu ada acara pertemuan anak asrama dengan Tim Asrama di rumah Pak Liem Kiem Yang. Sewaktu Pak Ongirwalu, salah satu anggota Tim Asrama, bertanya siapa saja yang belum menemukan tempat kost, hanya gue dan Yan Theo saja yang mengacungkan tangan. Dan kali ini, hanya gue aja yang belum punya tempat kost.

Teman-teman gue ada yang sudah mencari tempat kost ataupun kontrakan dari bulan April yang lalu. Waktu itu gue juga ingat Armand, salah satu orang yang berhasil menemukan kontrakan di bulan April lalu, nanya ke gue sudah dapat tempat kost apa belum. Gue dengan entengnya bilang ke dia sudah dapat. Waktu dia tanya di mana, gue juga dengan entengnya bilang. "Jalan Medan Merdeka Utara." Dia hanya bilang "oh" saja. Maklum, dia orang Bandung dan sepertinya belum terlalu mengenal Jakarta. Padahal kan yang gue maksud di Jalan Medan Merdeka Utara itu adalah Istana Negara.

Ada beberapa orang yang gue bilang kalau gue bakal ngekost di Jalan Medan Merdeka Utara. Renshi yang orang Jakarta aja gak tahu kalau yang gue maksud itu adalah daerah Istana Negara. Ada juga yang malah mengomentari, "kok jauh banget?"

Kalau sebelumnya gue masih bisa bilang kalau gue udah dapat kost di Medan Merdeka Utara, sekarang gue hanya bisa diam. Gue masih bingung mau tinggal di mana setelah keluar dari asrama. Batas akhir keluar dari asrama sepertinya harus tanggal 1 Juni ini. Soalnya tanggal 11 Juni sampai awal bulan Juli asrama akan dipakai untuk tempat tinggal orang-orang yang mengikuti sebuah acara di STT Jakarta. Acara ini memang sudah rutin setiap tahun dilaksanakan. Hanya saja tahun ini pelaksanaannya dipercepat. Dan Bapak dan Ibu Mardi harus membersihkan asrama sebelum asrama dihuni oleh mereka. Gak mungkin kan Bapak dan Ibu Mardi membersihkan asrama kalau masih ada yang tinggal di asrama? Selain itu Tim Asrama juga meminta kami untuk meninggalkan asrama sebelum orang yang akan menempati asrama di bulan Juni dan Juli ini datang. Itu berarti gue memang harus keluar dari asrama. Gak bisa seperti yang sebelumnya pernah terucap dari mulut salah seorang penghuni asrama kami, yaitu kami bisa menempati asrama sampai akhir Juli, ataupun sampai anak baru masuk ke asrama.

Nah, tadi sudah ada tawaran dari Armand dan kawan-kawan untuk ikut mereka di kontrakan mereka. Yanto yang seharusnya akan tinggal bersama-sama mereka ternyata tidak diperbolehkan oleh gerejanya untuk mengontrak. Sebabnya, dia tinggal di Jakarta dan yang sekarang ada di rumahnya hanyalah Ibunya saja. Jadi, dia harus tinggal di rumahnya. Bukankah itu seharusnya kabar baik buatku?

Tidak. Aku masih belum memutuskan apakah aku akan tinggal bersama-sama mereka. Permasalahannya cukup rumit menurutku. Mereka memang tidak melihat ada masalah. Tetapi sebenarnya banyak masalah yang bisa timbul dengan kondisi kontrakan mereka itu. Jumlah kamar hanya 4. Mereka sudah memutuskan kamar mana saja yang akan ditempati oleh dua orang. Mereka yang sebelumnya bersama-sama memutuskan untuk mengontrak rumah itu berjumlah 7 orang (termasuk Yanto). Mereka sudah memutuskan siapa yang akan sekamar dengan siapa dan juga yang akan tinggal sekamar sendirian karena ruangannya lebih sempit dan lebih panas (kata Robinson yang akan menghuni kamar itu). Dan kalau jadi tinggal bersama mereka, berarti aku akan tinggal sekamar dengan Armand.

Permasalahannya ada di gue. Gue sepertinya kurang suka tinggal sekamar berdua. Gue gak enak aja ntar sama teman sekamar gue. Sekarang aja sepertinya orang-orang yang pernah tinggal sekamar dengan gue pasti merasa tidak akan mau tinggal sekamar dengan gue. Gue orangnya berantakan banget. Kamar gue khususnya daerah kekuasaan gue pasti berantakannya minta ampun.

Permasalahan lain dan yang paling penting adalah gue lulus semester ini apa nggak. Mereka tidak tahu persis permasalah nilai-nilai gue. Sewaktu gue bilang seperti itu, mereka menganggap gue pasti lulus. Hanya gara-gara gue udah dapat nilai A- di mata kuliah Teori Musik Dasar aja mereka sudah memastikan gue lulus semester ini. Padahal ada 4 mata kuliah yang kemungkinan besar hanya bisa dapat nilai maksimal C-. Dan Bahasa Indonesia pasti dapat nilai E. Oiya, nilai Bahasa Ibrani gue hanya dapat D. Jadi, pertanyaan yang paling penting harus terjawab adalah apakah gue lulus semester ini. Setelah itu baru pertanyaan mengenai tempat tinggal baru boleh ditanyakan.

Asrama Putra STTJ, Dempo 14, Jakarta
22:10
29 Mei 2006
DAY8063

Friday, April 29, 2005

Suatu Siang, My Sassy Girl, Kacau, Pembela Lain, dan Jatuh Cinta?

Suatu siang, 20 menit setelah pukul 12, di dalam kamarku, di depan komputerku, mengetik tulisan ini. Hari ini hari Jumat tanggal 15 April 2005. Aku saat ini masih berstatus sebagai seorang mahasiswa di Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung (STT Telkom). Bicara statusku sebagai mahasiswa, jadi ingat film My Sassy Girl. Gyeun Wo, peran utama cowok dalam film itu, ada memberitahu tentang dirinya. Aku sengaja menonton kembali film itu yang masih ada di harddiskku untuk menuliskan dialognya.

Gyeun Woo: "Kenal aku? Aku mahasiswa biasa. Jurusan mesin. Belajar? Aku pintar tapi tidak pernah belajar. Orangtuaku bisa buktikan itu."

//Then flashback when he was child shown//
His mother: "Kau pintar seperti Ibu tapi masalahmu adalah belajar."
His father: "Karena kau warisi kepintaranmu dari Ayah nilaimu akan bagus-bagus jika belajar lebih giat, Bodoh."

//Then flashback when he was older than the scene before shown//
His mother: "Naik 4 angka dalam 3 tahun."
His father: "Kau sebut ini rapor? Karena kau warisi kepintaranmu dari ibumu nilaimu akan bagus-bagus jika belajar lebih giat."

//Back to reality//
Gyeun Woo: "Jika kau mengasuh anak, jangan pernah bilang mereka pintar. Mereka takkan pernah belajar. Tujuanku? Belum kupikirkan. Kini kau sudah tahu? Benar. Aku mahasiswa payah."

13:40

Cukup lama waktu yang aku butuhkan untuk melanjutkan tulisan ini. Soalnya aku mengingat kalau dulu aku pernah sengaja membeli koran Kompas hari Jumat -yang jumlah halamannya hampir selalu lebih dari 52- karena ada di bagian Muda-nya tentang membuat skrip/skenario sebuah film. Aku pun berhenti menulis ini dan lalu mencari koran itu sambil Windows Media Player-ku tetap memutar film My Sassy Girl cd1.

Aku memang hampir selalu menyimpan dengan rapi setiap koran atau tabloid ataupun majalah yang aku beli. Aku pun memeriksa lemari Excel tempat aku menyimpan korans, tabloids dan majalahsku. Aku membongkar sambil merapikan kembali semuanya berdasarkan urutan tanggalnya dan jenis koran/tabloidnya. Walaupun tersimpan cukup rapi, tetap aja aku harus membongkar semuanya sampai akhirnya baru menemukannya. Kompas yang memuat apa yang aku cari itu ternyata Kompas Jumat, 18 Juni 2004.

Aku memang mencari koran itu untuk mencari tulisan tentang membuat skrip/skenario itu. Aku bermaksud membuat skrip/skenario dari scene yang aku tulis di atas. Memang sih sebenarnya tulisan itu -berjudul GINI NIH, SEBUAH SKRIP DIBUAT- dibuat sebagai tips membuat skrip dari sebuah ide cerita. Tapi kali ini aku ingin mencoba membuat skrip dari scene film yang aku tonton. Berhasil gak ya? Let's see!

01.Int. Kamar - Malam
Pemain: Gyeun-Woo

Gyeun-Woo sedang tidur-tiduran di atas matras. Dia tidur-tiduran seperti sambil sedang berpikir.

(this dialogue as a background, said by Gyeun Woo)
"Kenal aku? Aku mahasiswa biasa. Jurusan mesin. Belajar? Aku pintar tapi tidak pernah belajar."

CUT TO

02.Int. Sebuah ruangan - Siang
Pemain: Ayah Gyeun Woo, Gyeun Woo, dan Ibu Gyeun Woo.

Sebuah kertas hasil ujian yang nilainya 20 dipegang oleh ayah Gyeun Woo.
(this dialogue as a background, said by Gyeun Woo)
"Orangtuaku bisa buktikan itu."

Ketika kertas itu diturunkan terlihat Gyeun Woo kecil, mungkin setingkat SMP nya Indonesia, masih memakai seragam sedang dihukum mengangkat dumbell di kedua tangannya (mirip sedang melakukan dumbell shoulder-press, tapi setelah di atas kepala gak pake turun lagi).

Lalu terlihat Ibu dan Ayah Gyeun Woo duduk di hadapannya menyaksikan dia dihukum lalu memberikan semacam ceramah.

His mother: "Kau pintar seperti Ibu tapi masalahmu adalah belajar."
then his father: "Karena kau warisi kepintaranmu dari Ayah nilaimu akan bagus-bagus jika belajar lebih giat, Bodoh."

CUT TO

03.Int. Sebuah ruangan yang sama dengan scene 02 - Malam
Pemain: Ayah Gyeun Woo, Gyeun Woo, dan Ibu Gyeun Woo.

Sebuah kertas hasil ujian dipegang oleh ayah Gyeun Woo. Tapi kali ini nilainya 24. Ketika kertas itu diturunkan terlihat Gyeun Woo sedang dihukum (lagi?) mengangkat dumbell di kedua tangannya tapi kali ini bebannya lebih berat.

Ibu dan Ayah Gyeun Woo yang duduk di hadapannya menyaksikan dia dihukum lagi-lagi memberikan semacam ceramah.

"Naik 4 angka dalam 3 tahun." said his mother.
"Kau sebut ini rapor?" sambung Bapak-nya sambil memukul-mukul kertas ujiannya itu.

"Karena kau warisi kepintaranmu dari ibumu nilaimu akan bagus-bagus jika belajar lebih giat." sambung Bapaknya lagi.

CUT TO

04.Int. Kamar - Malam
Pemain: Gyeun-Woo

Gyeun-Woo masih sedang tidur-tiduran di atas matras.

"Jika kau mengasuh anak, jangan pernah bilang mereka pintar. Mereka takkan pernah belajar. Tujuanku? Belum kupikirkan. Kini kau sudah tahu? Benar. Aku mahasiswa payah." said Gyeun Woo as background.

.....

Wah, kayaknya gak berhasil..

15:00

Aku ke kamar mandi sebentar untuk menyetor little water. Aku kembali ke kamarku dan mulai mengetik ini lagi sambil ditemani film My Sassy Girl cd2. Awalnya aku memang menulis ini untuk cerita tentang keadaanku sekarang ini. Dan aku mengingat film My Sassy Girl -film yang baru aku tonton liburan semester lalu, tapi sekarang menjadi salah satu favoritku- karena salah satu adegan yang aku tuliskan di atas. Gyeun Woo bilang dia adalah mahasiswa payah. Sama juga dengan aku yang memang mahasiswa, tapi mahasiswa payah. Selain itu aku juga sering dapat pernyataan dari orang, yang menurutku tidak membantuku, kalau aku ini sebenarnya memang pintar tapi sama dengan Gyeun Woo, harus belajar lebih giat. Terus terang aku memang jarang atau bisa dibilang gak pernah belajar. Makanya kuliahku sekarang ini sangat berantakan. Mungkin masih lumayan kalau gak belajar aja, tapi aku parahnya gak pernah datang kuliah untuk 4 dari 6 mata kuliah yang aku ambil semester ini. Dan sekarang dalam masa UTS aku bahkan tidak belajar sama sekali.

Pokoknya saat ini sebenarnya hidupku lagi berantakan semua. Kamarku bak kapal pecah. Semuanya berserakan dimana-mana. Pecahan tangkai mug-ku gak aku bersihkan, aku biarkan aja di lantai kamarku. Meja belajarku -yang fungsinya gak pernah untuk belajar- saat ini dipenuhi oleh barang-barang ini: buku-buku, binder, kamus, Alkitab pertamaku, warta gereja GII, warta PMK, kertas-kertas lainnya yang gak jelas isinya apa (beberapa di antaranya kuitansi berobatku Februari lalu), diktat kuliah mikroprosesor, kalender meja UKkSU, macam-macam brosur, tissue Paseo, uang receh, cotton bud, deodoran Sanex dan Brylcreem, Brylcreem gel rambut, Gatsby WAX, Kiwi Shoe Polish, speaker Philips 2.0, monitor LG 15', mousepad dan mousenya, tempat sendok Nagata yang kujadiin tempat alat-alat tulisku, jam meja yang udah lebih dari seminggu tetap menunjukkan jam 14:42, payungku yang sudah rusak, penghapus whiteboard -untuk organizeboardku-, Berocca yang sudah gak ada isinya lagi, kotak starter-pack nomor XL ku, USB Flash Drive-ku, handphoneku, dan other stuff yang tak bisa terlihat lagi karena semua benda itu berada di atas mejaku yang hanya berukuran 95x65cm. Itu masih yang di atas meja aja. Kalau dilihat ke seluruh ruangan, what a mess I made in my room.

Mess that I made not just in my room, but in my whole life. My college, my relationship with everyone, even with my family and God. Sejak aku punya handphone, aku memang lebih sering ditelepon daripada menelepon orangtuaku

punya banyak kesamaan dengan Gyeun Woo dalam film My Sassy Girl ini. Aku gak pernah belajar....

**********

Suatu malam sekitar jam 19.10 pada tanggal 26 April 2005, masih di dalam kamarku, di depan komputer sambil mendengarkan lagu yang keluar dari Winampku. Aku mencoba menyambung tulisanku di atas setelah istirahat sangat lama menuangkan isi kepala ke Notepad. Baris terakhir di atas aku ketik sekitar jam 16.00 hari itu tanggal 15 April 2005 ketika teman sekosku menginterupsi mengajakku untuk pergi latihan fitness.

Aku gak begitu ingat lagi apa yang ada di dalam kepalaku yang ingin aku tuang dalam tulisan yang gak selesai di atas. Makanya di baris terakhir aja terdapat kalimat yang gak nyambung. Itu ya karena interupsi waktu itu. Tapi aku akan berusaha menyambungnya lagi. Semoga berhasil..

Mess that I made not just in my room, but in my whole life. My college, my relationship with everyone, even with my family and God. Sejak aku punya handphone, aku memang lebih sering ditelepon daripada menelepon orangtuaku dan kakakku. Dan sekarang mess that I made adalah aku mematikan handphoneku -gak ingat sejak kapan, tapi mungkin aja sejak awal April sebelum kakakku ulang tahun dan sampai sekarang aku nyambung tulisan ini lagi-. Aku juga sepertinya juga udah pernah cerita kalo aku gak ngirim SMS atau nelepon kakakku pada hari H nya dia ulang tahun. Bahkan keesokannya aku hanya ngirim SMS yang isinya kayaknya ngasal banget. Kebiasaan kakakku yang seharusnya aku contoh adalah waktu sebelum ujian (baik UTS maupun UAS) dia selalu menelepon ke Medan untuk didoakan. Dan sering memang Mamakku berdoa buat kami waktu kami sedang meneleponnya. Dan apa yang aku buat bukanlah suatu hal yang bisa dipuji, bahkan aku sadar hal ini patut untuk disayangkan. Aku tidak menelepon Mamakku waktu aku mau UTS semester ini. HP ku tidak aku aktifkan juga supaya Mamakku tidak bisa menghubungiku dan menanyakan keadaanku. Kalo ditanya kenapa aku tidak mengaktifkan HP-ku, aku akan menjawab kalau aku memang sengaja menghindar dari Mamakku. Bad, isn't it? Satu hal yang pasti yang akan ditanyakan Mamakku kalau aku menelepon dia atau aku yang ditelepon adalah mengenai kuliahku. Aku memang bukan orang yang gak pernah bohong selama hidupku -tapi menurutku aku orang yang jarang berbohong, atau paling gak suka berbohong, dan memang gak pandai berbohong-. Tapi sayangnya aku sangat sering berbohong kalau ditanya oleh Mamakku mengenai kuliahku -hanya kepada Mamakku dan kakakku aku suka bohong mengenai kuliahku-. Aku akan mengatakan kalau semuanya sedang berjalan dengan lancar, padahal pada kenyataannya tidak. Kenapa sebelum UTS kemarin aku tidak menelepon Mamakku dan sengaja mematikan HPku supaya tidak bisa dihubungi, salah satu alasanku adalah aku gak mau bohong lagi kepada Mamakku. Untuk itulah aku gak mau bicara dengan Mamakku ataupun kakakku. Aku tahu Mamakku pasti bakalan sangat kuatir karena aku tidak bisa dihubungi dan aku tidak ada menghubunginya. Aku memang punya rencana untuk memberitahukan hal yang sebenarnya. Tapi aku gak berani mengatakan yang sebenarnya kalau lewat telepon. Lewat surat? Aku gak tahu bagaimana mengatakannya kalau lewat surat, walaupun sebenarnya aku lebih bisa mengatakan apa yang sebenarnya terjadi dengan panjang dan lebar dan lebih jelas kalau lewat tulisan. Mau tahu kekacauan yang aku buat? Mungkin daftar ini masih kurang lengkap:

  • aku gak masuk kuliah untuk 4 dari 6 mata kuliah yang aku ambil
  • aku gak ikut praktikum yang sebenarnya sudah aku masukkan ke dalam daftar SKS yang aku ambil semester ini
  • aku hanya mengikuti 2 ujian UTS dari 6 mata kuliah yang ada UTS-nya
  • tugas mata kuliah Studium Generale yang sebenarnya tugas kelompok sampai sekarang belum aku kumpul karena aku sendiri gak punya kelompok

Aku gak tahu bagaimana kekacauan yang aku buat ini akan berakhir. Tapi aku mungkin saja sedang menuju sebuah kehancuran yang akibatnya lebih parah kalau saja kekacauan yang aku buat tahun lalu tidak berakhir dengan aku masih bisa melanjutkan kuliahku di sekolahku sekarang ini. Kacau deh pokoknya... But we'll see at the end of this semester, apakah aku akan diminta mengundurkan diri sajalah oleh sekolahku, atau masih diizinkan gak ya aku kuliah di sini.

// Gak gitu ngerti apa ide aku membuat kalimat ini, tapi sepertinya masih bisa disambung dengan yang aku tulis pada 15 April lalu // punya banyak kesamaan dengan Gyeun Woo dalam film My Sassy Girl ini. Aku gak pernah belajar....

This the sentence gonna be: Aku punya banyak kesamaan dengan Gyeun Woo dalam film My Sassy Girl ini. Aku gak pernah belajar. Mungkin kata gak pernah belajar terlalu berlebihan. Tapi sepertinya kata sangat jarang sekali belajar lebih cocok buatku. Bahkan sebelum ujian, ntah itu UTS maupun UAS, aku gak pernah belajar seperti orang yang mau ujian. Makanya hasil kuliahku selama ini yah cuma bisa nanokom (worse than nasakom of course). Mata kuliah yang bisa dapat A sampai sekarang hanyalah 3 MK (tapi 2 MK aja yang ada kuliah, UTS dan UAS nya), yaitu: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris (MK Semester I), dan Geladi (sejenis PKL tapi di STT Telkom selevel dibawahnya, MK semester IV). Sisanya hanya sedikit nilai B, beberapa nilai C, banyak D, dan sangat banyak E. Aku pikir bukanlah satu hal yang bisa dibanggakan, bahkan sebenarnya memalukan sekali bukan? Hal terakhir yang cukup membuatku hang adalah keluarnya nilai mata kuliah Teknik Digital yang aku harapkan tidak ngikut yang lain, tapi ternyata sama aja akhirnya aku mendapat nilai E.

Enough bout the mess.. Aku akan coba mengingat kembali apa aja yang terjadi sejak terakhir aku mengetik nih tulisan yang filenya kuberi nama sassy.txt.

15 April 2005
16:00 teman sekosku -Timbul Baratha Silalahi- mengajakku pergi fitness, akupun menghentikan tulisanku di atas. Kami berangkat bertiga. Aku, Timbul, dan Ben. Di fitness center tempat kami biasa latihan, kami bertemu seorang anak kecil yang diajak oleh ibunya. Mungkin masih berumur 2-3 tahun. Dia sepertinya berusaha mencari perhatian kami. Waktu ditanya namanya siapa dianya malah lari. Tapi tak berapa lama dia kembali lagi ke tempat kami sedang latihan. Masih berusaha mencari perhatian dengan gayanya yang centil dan mentel. Dan akhirnya dia memberitahu namanya waktu aku jongkok di hadapannya.
"Namanya siapa?" tanyaku dengan nada mungkin rada-rada centil.
"Dila," jawabnya. Aku gak gitu pasti namanya siapa, soalnya temanku -yang sama-sama berada dekat dengan dia waktu dia akhirnya memberitahu namanya- bilang namanya Bila. Tapi yang membuatku senang saat itu dia buka mulut setelah aku yang tanya. Padahal aku sebenarnya orang yang gak gitu suka dengan anak-anak. Mungkin karena aku gak punya adik kali ya dan mungkin juga karena aku memang gak pernah dekat dengan anak kecil. Setelah dia memberitahu namanya, akhirnya pertanyaan lainnya yang kami tanyakan ke dia mulai langsung dijawabnya. Dia bermain-main di sekitar kami, melompat-lompat, berlari ke ibunya lalu balik lagi ke tempat kami, dan juga menyanyi. Bahkan dia mengangkat dumbell 1 kg dan melakukan gerakan yang biasanya memang dilakukan untuk melatih otot bisep.

16 April 2005
17:30 aku keluar dari kost-kostanku dengan tujuan awal membeli makan. Tapi setelah dekat dengan tempat membeli makanan, aku berubah pikiran karena aku seperti gak punya semangat untuk makan. AKhirnya aku pergi ke ATM di kampus bermaksud untuk mengambil uang. Karena uangnya pecahan 50 ribuan niatnya sih setelah ngambil uang aku bakalan ke warnet untuk ngenet sebentar dan uangnya pecah deh jadi pecahan lebih kecil. Tapi betapa tidak terkejutnya aku ketika aku sudah masuk ke ruangan mesin ATM itu berada dan melihat Kartu Mandiriku ternyata tidak ada lagi di tempat aku biasa menaruhnya di dalam dompetku. Aku hanya bengong beberapa detik. Mencoba mengingat-ingat kembali bagaimana terakhir kali aku mengambil uang dari ATM itu. Dan ingatanku mengatakan sepertinya Kartu Mandiriku itu terjatuh di jalan antara ATM itu ke tempat jualan koran. Aku pun berjalan pulang dengan perasaan tidak percaya kalau kartu ATM-ku hilang. Aku balik ke kosanku. Di kamarku aku mencoba mencari, dan memang tidak aku temukan. Karena seingatku aku gak pernah atau jarang ngeluarin kartu ATM di kamar. Soalnya kan di kamarku gak ada mesin ATM. Aku pun dengan perasaan cukup takut juga kalau uang yang ada di tabunganku terkuras abis berusaha mencocokkan saldo tabungan terakhirku yang slip pengambilan terakhirnya masih ada di dompetku dengan menggunakan menu m_Mandiri di LifeInHand menu SIM ku. Akhirnya aku mendapat SMS balasan. Hasilnya cocok. Masih sama. Syukurlah pikirku saat itu. Tapi tindakan berikutnya yang aku ambil adalah menelepon Call Mandiri. Block the card. Karena aku gak punya uang lagi untuk menelepon dari wartel, akhirnya aku menelepon dari HP-ku. "...Kartu Anda sudah diblokir hari ini 16 April 2005 pukul 18 lewat 20 menit..." That's the customer service told me in the call I made. Call duration 03:45. That was shown in my HP after the call ended. Aku periksa pulsaku. Call Unitnya bersisa 13,9. The call cost 8 call unit. Sialan pikirku saat itu. Gara-gara kartu ATM ku hilang tambah deh pengeluaranku yang tak perlu.

17 April 2005
Aku gak gitu ingat aku bangun sekitar jam berapa, tapi akhirnya aku memutuskan untuk bersama dengan temanku sekosku yang lain bergereja di GKP aja. GKP adalah singkatan dari Gereja Kristen Pasundan. Memang lumayan banyak juga sih mahasiswa yang gereja ke situ. Tapi umumnya mereka sering datang ke situ pada masa ujian. Gak ngerti alasannya kenapa, tapi seperti udah menjadi kebiasaan aja. Jam tanganku sudah menunjukkan 08:45. Aku baru aja siap berpakaian. Dan aku tahu kami pasti bakalan terlambat. Padahal gereja itu letaknya cukup jauh juga kalau jalan kaki. Waktu sudah menunjukkan jam 9 kurang 5 menit dan kami belum berangkat juga. Masih ada teman kami baru aja siap mandi. Tapi akhirnya kami meninggalkannya dan berangkat duluan. Singkat cerita kami akhirnya tiba di gereja itu sekitar jam 9 lewat 10. Dan aku yang baru pertama kali datang lagi ke gereja itu sejak sekitar Oktober 2003 dari jauh uda yakin aja kalau gereja itu penuh. Dan memang penuh. Aku akhirnya duduk di tempat duduk barisan paling belakang gereja itu, tapi cenderung untuk berada di luar gereja. Aku yang biasanya gereja di GII Dago sempat berpikir untuk cabut aja dan berangkat langsung untuk mengikuti kebaktian di GII yang jam 11. Tapi aku akhirnya mengurungkan niatku. Aku duduk aja. Tidak mendengar dengan jelas apapun yang terjadi di dalam gereja. Khotbahnya aku bahkan tidak tahu ayatnya diambil dari mana. Yang membuatku seperti mengikuti ibadah hari itu hanyalah aku masih bisa menyanyikan beberapa lagu dengan baik dan cukup benar. Sepanjang ibadah pun akhirnya pikiranku melayang.

Aku jadi ingat pertama kali diajak gereja ke gereja itu oleh teman-teman sekosku yang lama. Mereka bilang dengan agak bercanda kalau gereja itu adalah gereja murah. Karena selain tidak memakan ongkos kalau mau gereja -jaraknya gak nyampe 1 km dari kostanku dulu-, mereka juga sepertinya menganggap kalau persembahan yang diberikan juga gak perlu berjumlah besar seperti kalau bergereja di GII. Kolektenya bisa nyicil, canda mereka. Memang sih gak ada patokan dalam memberi persembahan kalau gerejanya "besar" persembahannya juga harus besar dan sebaliknya. Tapi mungkin ada sebagian orang yang sepertinya melakukan itu. Dan pertama kali aku masuk gereja itu di tahun 2002, gereja itu masih sempit. Gedungnya sedang diperlebar. Bangku tempat jemaat duduk juga sepertinya tidak bagus. Keadaannya bisa disamakan dengan gereja di kampung-kampung.

Selain itu aku juga jadi berpikir tentang bagaimana dulu waktu aku masih sering ke sana. Di warta diberitahukan supaya jemaat berdoa supaya pembangunan gereja saat itu bisa tetap berlangsung. Saat itu cerita yang aku tahu masyarakat sekitar tidak setuju dengan adanya gereja itu. Bahkan saat itu jemaat ada yang harus berjaga-jaga (seperti beronda) dalam gereja itu setiap malam supaya gereja itu tidak diganggu. Tapi akhirnya gereja itu selesai juga pembangunannya. Pelebaran, lantainya lantai keramik, dan sebagainya. Tapi tetap aja masih ada yang kurang. Gereja itu kapasitasnya mungkin hanya bisa menampung jemaat sekitar 75-100 orang. Itupun mungkin sudah sesak. Dan kalau tiba-tiba jemaat yang datang lebih dari jumlah itu dan tidak ada acara khusus, maka jemaat yang datang harus bingung dulu mau duduk di mana. Aku pun berpikir bagaimana caranya supaya gereja itu dapat menampung lebih banyak jemaat. Dari segi lebar, gereja itu masih kurang lebar. Panjangnya juga kurang. Luas gereja itu mungkin hanya 10x8 meter. Tapi akhirnya aku mikir lagi. Bagaimana mungkin? Sedangkan pembangunan yang dilaksanakan untuk memperbaiki saat itu aja udah dilarang, apalagi sekarang.

Hal yang cukup ironis menurutku kalau dibandingkan dengan keadaan gereja yang dalam satu setengah tahun terakhir ini aku berkebaktian. Letaknya di daerah Dago. Sekali kebaktian dapat menampung jemaat kayaknya lebih dari 400 jemaat. Gereja ini mengadakan kebaktian sebanyak 6 kali setiap hari Minggu-nya. Aku sudah pernah mengikuti 4 dari 6 waktu kebaktian di gereja ini. Dan keempat waktu yang aku ikuti itu mungkin yang gak begitu penuh hanya yang kebaktian jam 7.30 pagi. Dan sekarang gereja itu sedang dalam rencana pembangunan gedung baru.

Pada suatu kebaktian yang aku ikuti di awal tahun ini, seorang panita pembangunan yang juga turut serta saat pertama kali gereja ini menjadi GII bercerita di mimbar. Sekitar tahun 1994 pengunjung gereja -nama gereja itu bukan GII- semakin berkurang. Mereka pun berniat menjual gereja itu. Dan akhirnya tanah itu dijual kepada seorang pengusaha yang akan membangun di tanah itu sebuah McDonald. Dan akhirnya pihak GII berusaha untuk membeli gereja itu supaya tempat itu tetap menjadi gereja. Tapi mereka harus membayar 2 juta US dollar untuk mendapatkan gereja itu. Singkat cerita, dengan campur tangan Tuhan tentunya, gereja itu dapat dibeli dengan uang 2 juta US dollar yang harus mereka kumpulkan kurang dari 2 minggu. Dulu gereja itu seperti tidak ada jemaat lagi makanya pengelola gereja sebelumnya menjual gereja itu. Tapi sekarang gereja itu menampung lebih dari 2000 jemaat setiap Minggunya. Bahkan ada kebaktian yang jemaatnya hanya berkebaktian dengan menonton layar di sebuah ruangan karena tidak muat lagi di dalam gereja. Dengan dasar itulah mereka berencana untuk membangung sebuah gereja yang bisa menampung kalau tidak salah 1500 jemaat sekali kebaktian. Dan direncakan gereja itu selesai sebelum Natal tahun ini dan sudah bisa dipakai untuk kebaktian Natal bersama -yang sebelumnya setiap tahun dilaksanakan di Sabuga ITB-. Bapak itu bercerita tentang awalnya GII Dago itu kepada jemaat sekalian untuk mengajak jemaat yang hadir untuk membantu dalam dana untuk pembangunan gereja itu. Dan dana yang dibutuhkan sekitar 2 juta US dollar juga kalo dikonversikan ke dollar. Dana yang sudah terkumpul -yang terakhir kali kudengar- sekitar 8 M. Dan masih dibutuhkan sebanyak sekitar 8 M lagi. Dan aku yakin, dengan tangan Tuhan yang penuh kuasa, uang yang dibutuhkan itu pasti bisa terkumpul -seperti yang Dia pernah lakukan saat gereja itu dibeli-. Walaupun begitu, tetap aja membuatku rada mikir. Di saat sebuah gereja sepertinya sudah mentok pembangunannya, sebuah gereja akan dibangun dengan biaya cukup besar untuk masa sekarang ini. Di saat sebuah gereja dapat menampung jemaat sebanyak 100 aja udah sesak, sebuah gereja yang bisa menampung lebih dari 400 akan diperbesar daya tampungnya menjadi sekitar 1500 jemaat sekali kebaktian.

Selain gedungnya, jemaatnya juga cukup memiliki karakater berbeda. Di GKP jemaatnya hampir sama dengan jemaat gereja suku kebanyakan, antara satu jemaat dengan jemaat yang lain lebih dari 75% saling mengenal. Di GII merupakan kebalikannya, bahkan sebenarnya jemaat yang datang ke GII bukanlah jemaat yang terdaftar di gereja itu. Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa yang kuliah di Bandung. Saat di GII duduk paling depan bukanlah suatu masalah, di GKP sepertinya jemaatnya agak malas duduk paling depan. Tapi kalau soal terlambat, sepertinya hampir sama aja. Di GII ada juga orang yang terlambat datang, di GKP juga. Bedanya kalau di GII yang sudah terlambat banget dapat duduk di belakang, jadinya tidak begitu mengganggu. Kalau di GKP, yang terlambat banget datangnya berpotensi untuk mengganggu jalannya ibadah.Tapi apa yang aku pikirkan saat itu, aku bersyukur kepada Tuhan karena aku bisa melihat kedua hal itu terjadi. Dan dari kedua hal itu tidak ada yang Tuhan tidak ketahui.

Setelah kebaktian selesai, aku menunggu temanku. Waktu melihat jemaat yang keluar, ternyata banyak temanku yang biasanya gereja di GII malah gereja di GKP. Tapi biasanya mereka memang datang ke GKP pas ujian aja. Itulah satu hal yang aku sayangkan dari mereka. Aku memang punya niat salah juga waktu memutuskan untuk bergereja ke GKP aja, yaitu untuk menghemat. Tapi karena waktu mengikuti ibadah aku seperti tidak beribadah, aku memutuskan untuk berangkat ke GII sorenya. Setelah teman sekosku keluar, kami pun pulang.

16:00
Aku mandi lagi. Berpakaian. Lalu berangkat ke GII Dago. Gereja di GII Dago bukan cara untuk berhemat karena untuk sampai ke sana perlu naik 3 kali angkot. Ongkos yang habis untuk pulang pergi, umumnya tidak pernah kurang dari 6000 -untuk aku kadang ada pengecualian-.
17:15
Tiba di GII Dago. Jemaat yang berkebaktian pukul 16.00 -kebaktian berbahasa Mandarin- baru keluar. Yang mau masuk sudah menunggu di luar. Bermacam orang ada di sana. Tapi umumnya adalah mahasiswa. Ada beberapa hal yang menggangguku saat melihat jemaat yang masuk. Kebanyakan dari mereka gaya dan dandanannya seperti bukan mau ke gereja. Males deskripsikan gimana aja orangnya.
17:30
Kebaktian dimulai. Paduan suara masuk. Dan mataku tiba-tiba terjerat pada wajah seorang anggota paduan suara. Setelah cewek yang selama ini aku suka out of my life, aku memang seperti punya janji tak tertulis yang aku katakan kepada diriku untuk tidak naksir/suka seorang cewek pun sampai jangka waktu yang tidak ditentukan. Siapa yang mengira kalau jangka waktu itu berakhir pada waktu aku bergereja saat itu. Cewek itu berambut panjang. Gak tahu deh tinggi sebenarnya karena dia memakai jubah, jadi gak tahu deh dia itu pakai sepatu tinggi apa ndak. Tapi cukup tinggi deh kayaknya. Selain itu, menurutku wajahnya memang cukup manis dan cukup cantik.

**********

Tulisan di atas terakhir aku ketik beberapa menit selepas pukul 00 tanggal 27 April 2005. Lalu tulisan ini akhirnya aku sambung lagi sekitar jam 15:45 hari Jumat tanggal 29 April 2005 sambil mendengarkan lagu Paduan Suara GII pada tanggal 17 April lalu di Winamp-ku. Lagu itu aku dapatkan dari file rekaman yang aku ambil selama ibadah hari itu memakai voice recorder yang ada di USB Flash Drive-ku.

Sambung lagi tentang cewek yang hari itu aku lihat. Selama ini cewek yang aku suka memang kebanyakan adalah cewek yang lebih tua dariku. Gak tahu deh apa karena waktu kecil dulu aja aku sukanya ama cewek anggota pemuda gerejaku, yang jelas jauh lebih tua dariku. Nggak ngerti kenapa aku jarang tertarik ama cewek seangkatanku atau yang lebih muda dariku. Tapi mungkin dengan cewek ini aku hanya sebatas suka aja kali. Apalagi aku juga gak kenal tuh cewek siapa namanya, dimana kuliahnya, berapa umurnya, atau mungkin aja tuh cewek uda punya pasangan. Kenapa aku suka tuh cewek kayaknya udah sempat aku tulis juga sebagian di atas. Tapi mungkin gak apa-apa kali aku tulis lagi di sini. Dia tuh cantik dan manis (menurutku lho, orang bilang kan cantik itu relatif), sepertinya dia cewek pertama yang rambutnya agak keriting/berombak yang aku suka, terus dia tuh anak paduan suara yang bisa digolongkan anak baik-baik, terus suaranya kayaknya bagus lho. Menurutku suaranya bagus karena waktu paduan suara bernyanyi sebelum khotbah, di beberapa line terakhir dia dan seorang teman sebelahnya sepertinya disengaja untuk menyanyikan lagu itu dengan nada yang lebih tinggi. Gak mungkin dong yang suaranya biasa aja disuruh untuk itu, iya gak?

Btw, dibawah ini adalah teks lagu yang paduan suara GII nyanyikan waktu itu sebelum khotbah. Lagu ini adalah medley 2 lagu. Gak tahu sih judulnya apa. Tapi tuh cewek nyanyi dengan nada yang lebih tinggi mulai dari line bertanda *. Dan pada tanda **, itu adalah kata yang aku tidak begitu yakin memang itu. FYI, lagu ini aku ketik dengan mendengar rekaman kebaktian 17 April lalu.

Namun ini yang aku percaya
Bahwa Dia dapat memelihara
Apa yang t'lah kuserahkan waktu aku percaya
Ku tak mengerti anugerah Tuhan yang diperbuatNya bagiku
Sebab layak ku terima kasih Kristus
Tebusku jadi milikNya
Namun ini yang aku percaya
Bahwa Dia dapat memelihara
Apa yang t'lah kuserahkan waktu aku percaya

Imanku t'lah mendapatkan sandaran yang teguh
Kupercaya Dia yang hidup akan membelaku
Firman Tuhan lah sandaran hatiku yang lemah
Keselamatan hanya dalam darah Penebusku
Ku tak perlu pembela lain
Ku tak perlu jalan lain
Cukuplah Yesus yang mati bagi dosaku
Ku tak perlu pembela lain
Ku tak perlu jalan lain
Cukuplah Yesus yang mati bagi dosaku
Sandaranku tidaklah lain
Hanya Dia lah domba Allah
Ku tak percaya iman lain
Nama Yesus sandaranku
Di atas Kristus karang teguh ku berdiri tak goyah
Nama lain guntur rebah
*Kelak Dia datang kembali
dengan nafiri ku memuji
Ku bernyanyi** di altarnya berjubahkan kebenaran
Di atas Kristus karang teguh ku berdiri tak goyah
Nama lain guntur rebah
Kristus sandaranku karang teguh

Bicara mengenai cewek sepertinya sudah bukan rahasia kalau cowok biasanya suka cewek yang cantik atau manis dilihat dari luar. Aku aja selama ini kayaknya belum pernah suka cewek yang biasa aja tampilan luarnya. Hampir semua cewek yang aku suka ternyata banyak orang lain juga yang suka. Tapi tentunya aku hanya bisa menjadi secret admirer mereka. Dari semua cewek yang aku pernah suka, baru satu orang aja yang tahu dari aku sendiri kalau aku suka ama dia. Dan setelah itu aku sepertinya tanpa perjanjian tertulis berusaha hanya menyukai orang yang gak mungkin aku dapatkan. Nah lho?

I guess I have to end the story bout the girl. Hari Minggu kemarin tanggal 24 April 2005 aku gereja jam 17.30 lagi di GII. Bukan sengaja mau lihat tuh cewek lho. Aku murni pergi ke gereja ya dengan tujuan untuk beribadah. Tapi wajahku seperti berseri-seri waktu ngeliat dia ada lagi di antara anggota paduan suara. Tapi mungkin aku termasuk cowok kurang ajar yang tanggung. Soalnya waktu kebaktian aku sering banget ngeliatin dia. Bahkan sepertinya dia tahu kalau aku ngeliatin dia (perasaanku aja sih yang mengatakan kalau dia tahu). Soalnya di Minggu 17 April aja aku udah ngeliatin dia mulu. Bahkan tempat dudukku Minggu 24 April kurang lebih sama dengan Minggu sebelumnya. Tapi bisa dibilang nanggung kurang ajarnya karena waktu dia seperti melihat ke aku (mungkin masih hanya perasaanku juga) aku gak berani eye contact. Aku langsung mengalihkan pandanganku. Payah, dari dulu aku memang gak berani kalau harus eye contact ama cewek, apalagi ama cewek yang lagi aku suka. Aku ada baca di Reader's Digest edisi Mei 2005 berjudul "Berapa Lama Anda Akan Hidup?" kalau orang yang sedang jatuh cinta itu mendapatkan tambahan umur 7 tahun. Jadi ya senang aja deh aku sekarang kalau aku sedang jatuh cinta walaupun dengan orang yang gak akan mungkin aku dapatkan (memangnya uang, bisa didapat?). Jatuh cinta? Masih diragukan apakah aku bisa jatuh cinta. Dan kalaupun bisa, apakah boleh?

I'm not sure where the story goes. But I guess I have to end the whole writting. Padahal sebenarnya masih banyak kejadian yang bisa diceritakan yang terjadi setelah tanggal 17 April yang lalu. Mungkin sebaiknya aku buat di lain waktu aja kali ya..