Saya menulis ini untuk memberikan sedikit tanggapan dan juga sedikit masukan -yang mungkin hanya sebatas pemikiran saya saja- untuk tulisan Bapak Budi Rahardjo di majalah InfoLINUX (edisi 06/2005) berjudul "Sebuah Pemikiran Harga Musik Digital".
12 Juni yang lalu aku membeli majalah InfoLINUX (edisi 06/2005) di Toko Buku Gunung Agung Plaza Bandung Indah aka BIP. Saya baru kali itu membeli majalah tersebut yang memang lebih banyak membahas masalah seputar open source khususnya Linux. Saya memang bukan pertama kali membaca majalah InfoLINUX. Saya sering membacanya di perpustakaan kampusku. Dan hal yang menarik perhatian saya membaca majalah ini yang terutama sebenarnya bukanlah permasalah seputar Linux-nya, tapi lebih kepada tulisan berupa opini yang ditulis oleh Bapak Budi Rahardjo. Dari semua tulisannya yang saya baca, hampir semuanya tergolong tulisan bermanfaat bagi pembacanya. Tidak semua tulisannya sih saya ingat, tapi ada beberapa hal yang membuka wawasanku. Cerita mengenai mahasiswanya yang hanya melakukan test dengan dua metode masukan saja, bugs, disclaimer guarantee, juga mengenai kebebasan open source nomor dua.
Untuk tulisannya di majalah yang aku beli ini, ada beberapa hal yang ingin aku tanggapi -seperti tujuan awal aku menulis tulisan ini-. Hal yang dibahas dalam tulisannya adalah mengenai harga sebuah musik digital dan juga mengenai MP3 berbayar. Hal yang aku tanggapi adalah sebagai berikut:
-Kenapa harga sebuah CD lagu lebih mahal daripada sebuah kaset? Dilihat dari segi harga (CD blank @Rp2500,-, kaset kosong @Rp5000,-) dan proses duplikasinya yang lebih mudah dibandingkan dengan kaset (kaset juga rentan terhadap noise), seharusnya harga sebuah CD lebih murah.
Menurut saya, industri musik masih menjual CD lebih mahal daripada kaset karena mereka mungkin membuat harga berdasarkan kualitas. Yang saya tahu kualitas suara yang dihasilkan oleh CD lebih baik dari kualitas suara yang dihasilkan sebuah kaset. Benar harga sebuah CD blank memang sekitar Rp2500,- bahkan kalau beli dalam jumlah banyak harga sebuah CD blank bisa hanya Rp1500,- s.d. Rp2000,-. Tapi masa iya sih industri musik membuat sebuah CD berisikan lagu-lagu dari seorang penyanyi dengan CD blank seperti itu? Perasaan saya sih bilang: mereka gak gitu deh.
Kaset juga rentan dengan noise. Itu kan kalau kita meminjam kaset baru dari seorang teman, lalu kita menduplikasinya ke kaset kosong dengan hanya menggunakan tape double deck yang kita punya. Masa sih proses duplikasi kaset di industri musik seperti itu juga?
-"Jika harga CD lagu Indonesia disamakan dengan harga kaset, dugaan saya akan lebih banyak orang membeli CD asli. Pemutar CD sudah ada hampir di setiap rumah dalam bentuk VCD/DVD player atau komputer. Ini merupakan potensi pasar yang bisa dirangkul. Daripada mereka membeli CD/MP3 bajakan?"
Kalau yang ini saya setuju dengan Bapak Budi Rahardjo. Setuju karena orang yang akan membeli CD asli mungkin akan lebih banyak. Tapi menurut saya tidak secara serta merta orang lebih memilih membeli CD asli daripada CD/MP3 bajakan. Kebanyakan orang membeli CD/MP3 bajakan pasti karena pertimbangan harga. Katakanlah harga sebuah CD lagu Indonesia yang disamakan dengan harga sebuah kaset berkisar antara 20-30 ribu rupiah. Dengan harga seperti itu pun saya rasa orang Indonesia -terutama yang senang mengkonsumsi CD/MP3 bajakan- tidak akan beralih ke CD asli. Alasannya, mereka pasti lebih memilih yang bajakan karena harganya yang tetap masih lebih murah dari harga itu. Segi positifnya -untuk orang yang suka mengoleksi CD dan biasanya memang punya uang lebih untuk membeli CD- hal itu pasti kabar gembira. Kalau biasanya dia membeli seharga 50 ribu ke atas, maka jika hal ini direalisasikan dia bisa lebih menghemat atau lebih banyak lagi membeli CD. Pihak industri musik Indonesia juga mungkin akan mendapatkan keuntungan lebih besar, bila saja masyarakat Indonesia sebagai sasaran konsumen mereka banyak yang sadar dan taat hukum, yaitu tidak membeli yang bajakan dan lebih memilih membeli yang asli. Gak tahu apakah ini segi negatif atau positif, tetapi hal ini juga bisa mengubah perilaku konsumen. Dari yang awalnya lebih memilih untuk membeli kaset, beralih lebih memilih untuk membeli CD.
-"...Setelah ada MP3 bukankah orang akan dengan mudah saling bertukar lagu? Tanpa kita berbuat sesuatupun ini sudah terjadi. Mengapa tidak menarik keuntungan dari sini? Ternyata iTunes membuktikan bahwa orang mau membeli MP3 secara legal. Tadinya iTUnes menargetkan ada pembelian satu juta lagu MP3 dalam enam bulan. Namun target ini dipecahkan hanya dalam enam hari..."
Saya tidak mengerti dengan ke-legal-an dari iTunes. Apakah iTunes juga membayar royalti buat setiap lagu yang dibayar oleh konsumen yang mendownload kepada pemilik lagu itu sebenarnya? Kalau tidak, bisa jadi ini termasuk legal yang ilegal. Nah, lho?
Lagipula ini contoh kasusnya di luar Indonesia. Kalau pun hal ini dilakukan di Indonesia, saya rasa tidak akan laku. Karena ada kok channel mIRC yang menyediakan download MP3 gratis. Hal ini saya lihat di warung internet langganan saya. Saya pernah melihat operator/kasir warnet itu sedang mendownload MP3 dengan menggunakan mIRC. Kualitasnya bahkan lebih baik dari MP3 yang didapat dari CD bajakan. Rata-rata bit rate-nya 128 kbps. Dan pelanggan warnet itu, termasuk saya, bebas untuk memperoleh MP3 yang telah mereka download tanpa membayar juga. Itu sih namanya memang bukan bertukar lagu, tapi meng-copy lagu. Kalau saya sendiri memang tidak pernah membeli CD yang berisi MP3 bajakan. Saya lebih sering meminjam kalau ada teman yang membelinya. Dan semua lagu MP3 yang ada di harddisk saya tidak pernah saya dapatkan dengan cara membeli. Jadi, buat apa beli kalau orang lain sudah punya dan saya bebas untuk meng-copy-nya.
- "...orang Indonesia pun masih mau membayar lagu MP3 jika tersedia layanan jualan MP3 legal..."
Sayang sekali orang yang turut serta dalam survei yang dilakukan oleh Bapak Budi Rahardjo (dalam hasil yang dicantumkan pada majalah) hanya 51 orang. Saya rasa MP3 bisa dikatakan legal kalau MP3 tersebut dikeluarkan resmi oleh pemegang hak cipta untuk lagu tersebut. Aku tidak tahu kabar terbaru, tapi saya belum pernah dengar atau tahu ada pihak label musik yang menjual MP3. Apakah saya yang ketinggalan berita, ya?
Dan masukan -yang hanya berupa pemikiran saya saja- adalah sebagai berikut:
Saya teh punya ide. Bagaimana kalau dalam paket sebuah CD lagu, mungkin sebaiknya disertakan juga sebuah CD lagi yang berisikan lagu-lagu yang sama, tetapi dalam format MP3? Ini mungkin bisa menjadi solusi untuk MP3 legal. Saya rasa setiap orang yang membeli CD, paling tidak saya, dan memutarnya di komputer merasa tidak nyaman jika harus memasukkan CD ke CD-ROM untuk mendengarkan lagu. Makanya saya lebih memilih untuk meng-copy-nya ke komputer. Tapi sayang, di komputer saya tidak ada software yang bisa meng-convert sebuah CD audio menjadi file MP3. Kalau menggunakan Windows Media Player, formatnya dalam bentuk .wma yang tidak bisa diputar di Winamp. Lagipula, untuk sekarang ini orang sudah banyak mendengarkan lagu melalui MP3 player. Bagaimana kalau seorang seperti saya yang punya sebuah CD audio ingin mendengarkan lagu itu ketika pergi jalan-jalan misalnya? Kan lebih enak kalau ketika kita membeli CD lagu, lagu-lagunya juga sudah tersedia dalam format MP3 yang bisa didengarkan dimana-mana. Tapi sepertinya ide ini lebih berbahaya lagi dalam perkembangan CD/MP3 bajakan.
Terakhir, legal atau bajakan, sepertinya kembali kepada konsumen.