Pages

Monday, June 5, 2006

Paduan Suara dalam Ibadah

Mata Kuliah : Liturgika
Dosen : Pdt. Rasid Rachman, M.Th

PADUAN SUARA DALAM IBADAH

Paduan suara sepertinya sudah merupakan sebuah bagian yang harus ada dalam sebuah ibadah. Hal ini Penulis rasakan di dalam beribadah di gereja sejak kecil. Penulis memang tidak langsung mengikuti ibadah untuk orang dewasa, tetapi karena rumah Penulis yang terletak selalu dekat dengan gereja membuat penulis memiliki pemahaman tersebut. Setiap kebaktian di hari Minggu selalu terdengar paduan suara, atau lebih dikenal di gereja asal Penulis sebagai koor, menyanyikan sebuah nyanyian di dalam ibadah. Paduan suara yang ada juga tidak hanya satu, tetapi paling tidak terdapat satu “persembahan koor” dalam setiap ibadah di hari Minggu.

Permasalahannya terdapat pada pemahaman jemaat mengenai paduan suara itu sendiri. Jemaat sepertinya tidak mengerti fungsi sebenarnya paduan suara itu sendiri dalam ibadah. Inilah yang akan membuat saya/Penulis untuk menulis makalah singkat (dan gak jelas, Pak) mengenai paduan suara ini. Penulis mengharapkan makalah ini dapat membuka wawasan penulis sendiri mengenai paduan suara.

***

Musik merupakan sesuatu yang penting dalam ibadah. Luther banyak menggunakan musik dalam ibadah. Luther juga menggunakan paduan suara untuk mendukung pelaksanaan nyanyian jemaat. Itu adalah tugas dan tanggung jawab utama dari paduan suara menurut Luther.[1] Dengan demikian, fungsi utama dari paduan suara adalah membantu jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat.*

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam paduan suara:

1.            Paduan suara berfungsi untuk membantu jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat. Dengan kata lain, paduan suara berfungsi sebagai kantoria ataupun song-leader. Hanya saja perlu diperhatikan agar suara paduan suara tidak lebih dominan dari suara seluruh jemaat.

2.            Paduan suara seharusnya dimengerti sebagai bagian dari ibadah (liturgi), yang menyatakan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan melalui nyanyian.[2] Tidak boleh ada unsur pertunjukan sama sekali jika paduan suara tersebut berfungsi di dalam ibadah. Menurut Christina Mandang, hal itulah yang menyebabkan kita tidak boleh menyampaikan apresiasi kita kepada paduan suara melalui tepukan tangan pada saat ibadah berlangsung.[3] Sebab paduan suara tidak berfungsi untuk menghibur jemaat, tetapi sebagai bagian dari ibadah bersama-sama dengan jemaat berfungsi untuk menyatakan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan.

3.            Paduan suara sebaiknya tidak menghadap kepada jemaat. Hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa paduan suara bernyanyi seperti paduan suara yang bernyanyi di ruang pertunjukan, yaitu bernyanyi kepada jemaat, bukan bernyanyi untuk kemuliaan Tuhan. Hal seperti ini seharusnya tidak dilakukan.[4]

4.            Paduan suara sebaiknya ditempatkan tersebar bersama dengan jemaat. Paduan suara yang ditempatkan tersebar bersama dengan jemaat dapat diarahkan dan dikontrol oleh pemain musik. Dengan cara ini berarti paduan suara dalam ibadah tidak membutuhkan seorang dirigen yang jika ada (pada cara ini) dapat merusak perhatian jemaat.[5] Hal ini juga membantu jemaat untuk bernyanyi sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk memuji Tuhan.[6]

Menurut pendapat saya, hal penting keempat dari paparan sebelum ini adalah cara yang terbaik untuk menyatakan fungsi paduan suara adalah untuk membantu jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat. Paduan suara seperti pada cara tersebut seperti tidak menunjukkan keberadaan suatu paduan suara dalam ibadah, tetapi pasti akan sangat membantu jemaat dalam menyanyikan nyanyian jemaat.

***

           Pada pemaparan mengenai paduan suara yang Penulis tuliskan ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa umumnya gereja-gereja di Indonesia belum menempatkan paduan suara pada posisi sebenarnya. Saya setuju dengan Christina Mandang yang menyatakan paduan suara lebih sering ditempatkan hanya sebagai pengisi ibadah saja.[7] Hal ini, menurut saya, terjadi karena pemahaman yang salah mengenai fungsi paduan suara dalam ibadah. Makalah singkat yang masih jauh dari sempurna ini penulis harapkan dapat menjadi bahan untuk membuka pemahaman jemaat mengenai fungsi paduan suara dalam ibadah. Paduan suara juga diharapkan menyadari keberadaan suatu paduan suara bukanlah untuk menghibur jemaat dan juga bukan untuk melakukan pertunjukan di dalam ibadah. Sebab, seperti yang sudah saya paparkan sebelumnya, paduan suara bersama-sama dengan jemaat berfungsi untuk menyatakan pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan.

Daftar Pustaka

Giles, Richard Giles. Re-Pitching the Tent. Norwich: Canterbury, 1997.

Mandang, Christina. Pembinaan Musik Gereja GPIB Paulus Jakarta: Pemandu Nyanyian Jemaat. (Makalah, disampaikan di GPIB Paulus Jakarta pada Sabtu, 18 Februari 2006).

Maxwell, William D. Concerning Worship. London: Oxford University Press, 1949.



[1] Christina Mandang, Pembinaan Musik Gereja GPIB Paulus Jakarta: Pemandu Nyanyian Jemaat, (Makalah, disampaikan di GPIB Paulus Jakarta pada Sabtu, 18 Februari 2006), hal. 3.

[2] Richard Giles, Re-Pitching the Tent (Norwich: Canterbury, 1997), hal. 196.

[3] Christina Mandang, Op.cit.

[4] William D. Maxwell, Concerning Worship (London: Oxford University Press, 1949), hal. 108.

[5] Ibid., hal.107

[6] Richard Giles. Op.cit.

[7] Christina Mandang, Op.cit.



makalah ini adalah makalah Liturgika I yang saya ceritakan di
(dan gak jelas, Pak)
* : koreksi yang Pak Rasid buat hanyalah di tanda titik yang berlebih satu pada akhir kalimat ini.

4 comments:

  1. setuju,coba dibaca ma CM,psti dy tsnym..btw,dpt nlai brp ne papernya kak?

    ReplyDelete
  2. kebanyakan isi paper ini kan merupakan pemikiran dari Kak Christine..
    nilainya hanya 80, Rib..

    ReplyDelete