(aku melanjutkan tulisan ini setelah menyantap makanan gratisan, sisa makanan di acara Sertifikasi Guru-guru Agama yang diselenggarakan di Aula STT Jakarta)
...lanjutan dari tulisan sebelumnya.
Makan saat sakit tentunya menjadi masalah buat kebanyakan orang. Dari masalah tidak selera, atau bahkan karena masalah perut yang menolak makanan. Saat sariawan atau ada gangguan di mulut pun kebanyakan orang akan terganggu dalam menyantap makanan. Hal itu tidak atau kurang berlaku padaku. Ini mungkin karena memang sudah sejak kecil aku tidak boleh tidak makan (kecuali dianjurkan demikian, misalnya pada waktu aku baru mengalami kecelakaan pada tanggal 26 Mei 1999) walaupun sedang sakit. Memuntahkan makanan pun sepertinya bukan pilihan buatku, karena aku harus makan lagi (bukan yang aku muntahkan tentunya) supaya perut jangan sampai kosong. Begitulah adanya sehingga dalam keadaan sakit seperti apapun aku pasti bisa menghabiskan makanan yang sudah menjadi jatahku. Sariawan, penyakit yang pernah aku tuliskan di blog ini sebagai penyakit bulananku, pun tidak pernah menghalangiku untuk makan dengan normal.
Soal sakit dan makan, aku punya cerita bodoh. Aku termasuk orang yang tidak terlalu mau merepotkan orang lain. Suatu waktu di tahun 2006, aku sakit demam biasa. Sepertinya begitu. Walaupun tubuhku sudah lemas, aku membeli sendiri makananku dengan berjalan cukup jauh ke warteg atau warung penjual makanan terdekat. Sakit tidak sembuh, aku malah menjadi tambah sakit karena kurang terawat. Aku bahkan sampai divonis gejala tifus karena sakitku yang akhirnya cukup lama sembuh itu. Sejak itu, aku mulai tidak ragu untuk merepotkan orang lain untuk membelikanku makanan bila aku sakit.
Ah, aku mentok. Aku hanya bisa menulis seri "Aku Makan" ini hanya sampai di sini.


Perpustakaan STT Jakarta, Meja 2
3 November 2009
19:40
...lanjutan dari tulisan sebelumnya.
Makan saat sakit tentunya menjadi masalah buat kebanyakan orang. Dari masalah tidak selera, atau bahkan karena masalah perut yang menolak makanan. Saat sariawan atau ada gangguan di mulut pun kebanyakan orang akan terganggu dalam menyantap makanan. Hal itu tidak atau kurang berlaku padaku. Ini mungkin karena memang sudah sejak kecil aku tidak boleh tidak makan (kecuali dianjurkan demikian, misalnya pada waktu aku baru mengalami kecelakaan pada tanggal 26 Mei 1999) walaupun sedang sakit. Memuntahkan makanan pun sepertinya bukan pilihan buatku, karena aku harus makan lagi (bukan yang aku muntahkan tentunya) supaya perut jangan sampai kosong. Begitulah adanya sehingga dalam keadaan sakit seperti apapun aku pasti bisa menghabiskan makanan yang sudah menjadi jatahku. Sariawan, penyakit yang pernah aku tuliskan di blog ini sebagai penyakit bulananku, pun tidak pernah menghalangiku untuk makan dengan normal.
Soal sakit dan makan, aku punya cerita bodoh. Aku termasuk orang yang tidak terlalu mau merepotkan orang lain. Suatu waktu di tahun 2006, aku sakit demam biasa. Sepertinya begitu. Walaupun tubuhku sudah lemas, aku membeli sendiri makananku dengan berjalan cukup jauh ke warteg atau warung penjual makanan terdekat. Sakit tidak sembuh, aku malah menjadi tambah sakit karena kurang terawat. Aku bahkan sampai divonis gejala tifus karena sakitku yang akhirnya cukup lama sembuh itu. Sejak itu, aku mulai tidak ragu untuk merepotkan orang lain untuk membelikanku makanan bila aku sakit.
Ah, aku mentok. Aku hanya bisa menulis seri "Aku Makan" ini hanya sampai di sini.



Perpustakaan STT Jakarta, Meja 2
3 November 2009
19:40
No comments:
Post a Comment