Pages

Sunday, August 1, 2010

Kesetiaan?

...

gue (10:49:31): "...ada nggak cewek yang benar-benar lo suka dan lo inginkan jadi pasanganmu sekarang ini?"
dia (10:49:52): "Dian Paramita Sastrowardjojo* von"
dia (10:49:56): "katakanlah pada dia"
gue (10:50:01): "hadoooohhhh..."
gue (10:50:07): "susaaaaaaahhh..."

Sewaktu nama lengkap cewek itu dia tuliskan, memang begitulah aku berteriak.

Kesetiaan? Entahlah...
Yang pasti aku akan setia menunggu kelanjutan ceritanya dengan Dian*.

KGJ
2 Agustus 2010
13:01

*: bukan nama sebenarnya

Leksionari Harian

Aku sering merasa diriku tidak memiliki pengetahuan yang dalam tentang apapun selama aku kuliah di STT Jakarta. Padahal aku sudah 5 tahun kuliah. Dan ya, aku masih belum lulus kuliah. Masih ada minimal 3 semester lagi baru aku lulus kuliah dari STT Jakarta.

Walaupun aku merasa diriku tidak memiliki pengetahuan yang dalam, aku tetap memiliki ingatan yang cukup baik tentang beberapa hal dari beberapa mata kuliah yang aku ikuti di sekolahku. (Aku memang lebih sering menyebut STT Jakarta sebagai sekolahku daripada kampusku.) Salah satu mata kuliah yang membuatku sering mencatat catatan yang aku sebut sebagai catatan tidak penting adalah kuliah dari Pak Rasid Rachman. Bukan kuliahnya tidak penting, tetapi catatanku lebih sering kusebut begitu, walaupun isi catatanku sebenarnya tidak terlalu tidak penting.

Salah satu hal yang aku ingat dari kuliah Pak Rasid Rachman adalah tentang leksionari harian. Leksionari sendiri merupakan daftar teks pembacaan Alkitab setiap hari Minggu yang disusun sehingga seluruh bacaan dalam Alkitab selesai dibaca dalam 3 tahun liturgi. (Untuk ini ada yang namanya Leksionari Tahun A, Leksionari Tahun B, dan Leksionari Tahun C.) Selain leksionari yang dipakai untuk ibadah setiap hari Minggu, ada juga leksionari harian. Leksionari harian ini adalah daftar pembacaan Alkitab setiap hari yang disusun sehingga seluruh bacaan dalam Alkitab selesai dibaca dalam waktu 2 tahun. Leksionari sendiri terdiri dari daftar pembacaan teks Perjanjian Lama, Mazmur, Surat Rasuli, dan Injil.

Seingat ingatanku yang cukup payah ini, tujuan penggunaan leksionari di dalam ibadah setiap minggunya adalah agar jemaat dapat membaca seluruh teks Alkitab dalam tiga tahun. Di GKI, gereja yang setahu saya memakai leksionari, khotbah diharapkan dibuat berdasarkan ke-empat teks bacaan berdasarkan leksionari tersebut. Dengan demikian, khotbah setiap minggunya sangat kecil kemungkinannya didasarkan pada teks yang sama dalam jangka waktu tiga tahun. Dan pembacaan teks setiap minggunya biasanya merupakan sebuah kesinambungan. (Lih. http://rasidrachman-volunteer.blogspot.com/search/label/leksionari)

Nah, aku sebenarnya ingin membicarakan tentang leksionari harian. Namanya leksionari harian tentunya tujuannya untuk dibaca setiap hari. Pembacaan menurut leksionari harian ini dapat dilakukan untuk ibadah harian yang dilakukan di kantor-kantor, sekolah-sekolah, ataupun untuk pembacaan pribadi. Belakangan ini aku memang sedang ingin mencoba menggunakan leksionari harian sebagai pembacaan setiap hari. Hal ini aku lakukan karena mulai cukup risih dengan buku renungan harian (entah kenapa), dan juga ingin mencoba membaca keseluruhan Alkitab (yang belum pernah aku lakukan sebelumnya) dengan cara seperti ini. Enaknya membaca Alkitab dengan merujuk ke leksionari harian adalah adanya kesinambungan dari setiap teks yang dibaca setiap hari, dan aku pun akhirnya membaca bagian Alkitab yang selama ini sepertinya tidak pernah aku baca sama sekali. Permasalahan dengan pembacaan Alkitab secara pribadi adalah tidak adanya kesetiaan (ya ampun, bahasaku!) untuk benar-benar mempersiapkan waktu untuk membaca. Nah, lho?

Lalu, hari ini setelah membaca bacaan hari ini, aku sarapan. (Apa hubungannya, Von?) Setelah sarapan, aku menemukan sebuah buku berjudul Our Daily Bread (2010 Annual Gift Edition). Aku kemudian membaca tulisan "The Bible in One Year". Wow, pikirku. Satu tahun? Pembacaan dengan leksionari saja membutuhkan dua tahun. Itu berarti bacaan per harinya panjang-panjang, pikirku. Dan ternyata memang benar. Satu hari bisa membaca 3 pasal dari PL dan satu pasal dari PB. Membaca yang cukup pendek dengan menggunakan leksionari saja aku cukup sering merasa tidak punya waktu, apalagi membaca yang cukup panjang seperti itu. Hanya saja yang menarik dari Our Daily Bread adalah renungannya. Aku tadi membaca renungan untuk hari ini dan menurutku cukup menarik karena berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Itu memang hal yang tidak akan didapatkan dengan membaca Alkitab dengan mengikuti pembacaan leksionari harian. Hanya saja, dari pengalamanku membaca dengan cara itu, ada kesinambungan juga antara 4 teks bacaan yang dibaca pada hari itu. Renungannya? Aku harus memikirkan sendiri apa yang dapat kurenungkan dari bacaan hari itu.

Nah, seperti biasa. Sekarang aku tidak tahu lagi mau menulis apa. Dengan demikian tulisan ini diakhiri dengan pertanyaan, kalau kamu... ya, kamu yang membaca tulisan ini. Kalau kamu diminta untuk memilih, kamu mau memilih jenis pembacaan yang seperti apa? Pembacaan leksionari, pembacaan versi Our Daily Bread, atau pembacaan renungan saja?

KGJ
2 Agustus 2010
11:36

Catatan: tulisan di atas kebenarannya belum dapat dipertanggungjawabkan. Jadi bagi kamu yang memiliki pengetahuan yang lebih dalam dari pengetahuan seadanya yang aku paparkan di atas, mohon memberikan komentar atau masukan. Terima kasih.

Coretan Awal Bulan

Sudah lama tidak menulis dengan topik tidak jelas di blog ini. Jadi ini adalah percobaan untuk menulis lagi dengan topik yang sangat acak.

Baiklah, cerita kita mulai dengan liburan dua bulan ini. Liburan? Ya, aku menyebutnya liburan. Teman-temanku yang lain memang tidak liburan dalam dua bulan ini. Kenapa aku malah liburan? Yah, itu karena aku memang terlalu bodoh waktu itu sehingga mengambil keputusan yang salah yang pada akhirnya malah membuatku harus berlibur selama dua bulan ini. Apakah aku benar-benar berlibur? Sebenarnya tidak juga. Ada sebuah urusan yang harus diselesaikan di bulan Juni lalu. Urusan itu sebenarnya tidak terlalu susah untuk diselesaikan dalam waktu yang cepat, tetapi pola pikirku yang sering agak terganggu dalam masa-masa cukup tegang selalu membuatku lambat sekali dalam menyelesaikan urusan itu. Itu pula yang membuatku sebenarnya tidak murni liburan di bulan Juni lalu. Cara hidup hampir tidak normal sama sekali karena makan tidak teratur, tidur pun tidak teratur. Dan itu semua karena urusan itu, dan karena aku juga tidak bisa mengubah cara pikirku yang aneh waktu itu. Yang membuatku akhirnya menyelesaikan tugas itu adalah rasa tidak enak yang muncul karena kakakku membuat pernyataan yang membuatku merasa tidak nyaman waktu itu. Akhirnya aku pun mau tidak mau menyelesaikan urusanku itu. Anehnya, aku yakin urusanku itu akan selesai walaupun aku menyelesaikan urusan itu bukan dengan cara terbaik yang menurutku harus aku lakukan. Sebaliknya malah kakakku yang sepertinya agak ragu dengan apa yang telah aku lakukan. Pada akhirnya, urusan itu memang selesai. Aku dinyatakan lolos, bukan lulus atas urusan itu.

Pernyataan bahwa aku lolos dari urusan itu membuat hidupku mulai kembali cukup normal. Bulan Juli kujalani dengan banyak hal yang berhubungan dengan benar-benar berlibur. Di dua minggu awal memang aku cukup turut sibuk dalam proses pemakaman dosen kami, Kak Christina Mandang, yang meninggal dunia akibat kecelakaan di Grand Rapids, Michigan, USA. Ada seorang temanku juga yang dioperasi di Rumah Sakit St. Carolus yang membuatku malah jalan-jalan bersama Armand di PIM. Setelah pemakaman Kak CM, aku benar-benar menikmati liburanku. Aku sering jalan-jalan ke mall, tempat yang memang sering kukunjungi kalau liburan. Tepat setelah pemakaman saja aku dan beberapa teman berkunjung ke Plaza Semanggi untuk makan (waktu itu aku memang belum makan seharian), dan bermain di Game Master-nya. Setelah itu aku dan Sergio sempat menginjakkan kaki kami di Plaza Senayan untuk urusan jam tangan, dan ke JCC untuk menghadiri pameran komputer dan seluler. Dan beberapa kali di bulan Juli lalu aku pergi ke Grand Indonesia dengan alasan mau mengambil duit di ATM dan aku perginya dengan pakaian yang sama yang aku kenakan sewaktu tidur. Bulan Juni aku hanya menonton sekali, Sex and The City 2. Bulan Juli kemarin, aku sudah menonton 4 kali. Dua kali menonton Despicable Me (3D), Inception, dan yang terakhir Salt. Itu tanda-tandanya hidupku kembali normal kalau menurut Daniel, temanku yang suka menonton.

Nah, permasalahan dari menulis dengan topik acak seperti ini adalah aku suka ingin menghentikan tulisannya sesegera mungkin. Jadi, tulisan ini aku akhiri saja seperti ini. Bila ada pertanyaan lebih lanjut dari tulisan di atas, silahkan meninggalkan komentar di blog ini.

KGJ
1 Agustus 2010
23:06

Starbucks

Cerita ini bermula setelah makan bihun goreng di tempat biasa di Dempo. Aku yang belum meminum apapun setelah makan malam tadi itu akhirnya memutuskan untuk membeli Granita. Aku pun jadi teringat pembicaraanku dengan kakakku kemarin di rumahnya. Granita memang selalu mengingatkanku terhadap Starbucks: sekali membeli kopi di Starbucks sepertinya bisa untuk membeli satu kotak Granita untuk 30 hari, pikirku.

Hanya saja pembicaraanku dengan kakakku kemarin bukan hubungan antara Granita dan Starbucks, tetapi tentang pernah minum di Starbucks atau tidak dan apa yang membedakan Starbucks dengan kopi lainnya.
"Udah pernah minum di Starbucks belum, Kak?"
"Belum sih."
"Sama. Aku juga belum"
"Eh, udah ding. Sekali. Tapi di Singapore."
"Hehehe...."

Dan pembicaraan kami kemudian berlanjut ke pembicaraan tentang rasanya yang menurutnya biasa saja. Lalu apa yang membedakan? Aku pernah mendengar kalau Starbucks itu membeli kopi dengan cara membelinya langsung dari petani kopi. Tidak terlalu jelas memang cerita yang aku pernah dengar itu.

Nah, aku sebenarnya membuat entry ini salah satunya adalah untuk bertanya bagi yang sudah pernah/sering minum kopi di Starbucks, apa yang membedakan minum kopi di Starbucks dengan minum kopi lainnya?

KGJ
1 Agustus 2010
21:58

Wednesday, July 28, 2010

Aqua 1500ml

Berapa banyak Anda minum air putih sehari? Sebelumnya saya termasuk orang yang tidak terlalu banyak minum air putih. Saya biasa hanya minum air putih setelah makan pagi, makan siang, dan makan malam. Selebihnya, bila tidak ada kegiatan yang membuat saya menjadi haus sekali, saya tidak akan minum air putih lagi.

Kebiasaan itu entah kenapa berubah. Saya sangat suka minum air putih. Belakangan saya bahkan menjadi sering menenteng sebotol Aqua 1500 ml kalau saya hendak jalan-jalan ke mall.

Tulisan ini sebenarnya ingin saya tuliskan karena baru saja saya membeli sebotol Aqua 1500 ml seharga Rp3.500 dari warung di dekat kontrakan saya. Penjualnya mungkin heran karena tadi pagi saya baru saja membeli sebotol Aqua 1500 ml juga dari dia. Dia pun malah bertanya, "sebotol ya sehari?"
"Lebih," jawabku enteng.
"Kalau gitu mending pakai galon aja. (Be)berapa botol itu sudah bisa satu galon," ucapnya menyarankanku untuk memakai galon saja.

Benar juga, pikirku. Harga segalon Aqua yang 19 liter hanya Rp12.000. Dengan harga seperti itu, saya hanya mendapatkan 3 botol Aqua 1500 ml. Hanya saja, ada alasan mengapa saya lebih nyaman dengan cara saya seperti ini. Praktis. Dan saya memang lebih rajin minum air putih dengan cara seperti ini dibandingkan dengan saya membeli Aqua galon. Soal lebih mahal, entah mengapa saya merasa ada keuntungan menggunakan cara ini. Saya setidaknya dapat melatih untuk berpikir positif dengan pola seperti ini. Saya bisa menjadi orang yang merasa tidak berkekurangan. Aneh tidak?

Jadi, untuk sementara ini saya akan tetap menjalani pola membeli minuman Aqua 1500ml sekitar dua botol sehari.

Kontrakan (Masihkah) Gak Jelas
28 Juli 2010
22:40

Catatan: tulisan ini adalah tulisan pemanasan sejak beberapa puluh hari tidak menulis apapun di blog ini. Semoga setelah ini saya akan semakin rajin menulis di blog ini. Target posting ke-1000 di akhir tahun 2010 akan dapat saya capai kalau saya rajin menulis lagi di sini.

Monday, June 21, 2010

Head vs Stomach

So, this is a story about Head versus Stomach. It's written by me in collaboration with Yonea in a status update at Facebook I posted a few days ago. I edited some parts to make it better, in my point of view, of course.

Dear Stomach,

please don't do this to me now.

Regards, Head.

A letter sent by Head to Stomach.

"Why?" asked Stomach. "I'm doing nothing."
"You hurt me. Please stop it!" said Head to Stomach.
"I'm not!!!" Stomach shouted. 
"You hurt me so much, you know? Why don't you stop making me have to go to the bathroom quite often!", said Head with anger.
Stomach answered, "I didn't do that. Just stop thinking about the bathroom, OK?"
"I can't. You push me to go there. I can't stop it!" said Head.
"I'm so sorry..." Stomach cried. And Head started to cry too.
But then suddenly Head realized and started to blame Stomach again. While Head wiping it's tears, Head said, "it's all your fault. Why can't you have a defence mechanism that prevent us to be like this?"
Stomach couldn't accept that Head blaming him again. In overtune, Stomach said, "heh.. lo tu ye! Udah jelas-jelas kita barusan menangis bersama. Gue pikir lo mau menyelesaikan masalah ini bersama-sama. Lo jadi kepale kagak becus!"
Head tried to understand what Stomach said, "In English please! I can't even understand a word that you said."
Stomach laughed out loud, "yang begini ini nih. Masa jadi kepala nggak ngerti bahasa Indonesia dengan logat Betawi? Parah lo, Kepale. I'm ashamed of you."
Head responded, "hey you, Stomach! Stop mocking me in a language that I can't understand. Did you speak in a monkey language?"
Stomach kept silent.
Head suddenly feel guilty. But then Head remembered a word that really good to say. "BENGAK LOE," Head said to Stomach (and to people who makes the status). 

The End.

Tuesday, June 1, 2010

Suddenly Dian Paramita

I'm not a big fan of Dian Sastrowardojo. And I will never be. So, let us call this is coincidence. I found a picture of her in a Facebook page of GP Photography. And I truly like her smile. That's why now my desktop is like the picture here in this post. Could you imagine her smiling picture tiled on a 19 inch 1380x768 px monitor?

I named this post as suddenly Dian Paramita because actually I posted the similar picture yesterday on my Facebook. I also changed the background of my Tumblr page with the same picture.

FYI, I will never change my wallpaper until there is someone can beat her smile that making me want to smile everytime I see my desktop.

KGJ
June 1st, 2010
21:00